"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda (fityah) yg beriman kepada Rabb mereka. Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk". {Terjemah QS. Al-Kahfi : 13}

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". {Terjemah QS. Ali 'Imran : 102}

"Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". {Terjemah QS. Muhammad : 7}

"Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian diatas sesuatu yang putih bersinar. Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya melainkan dia pasti binasa". {HR. Ibnu Majah}

"Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' ur Rasyidin sesudahku. Berpegang teguhlah dan gigitlah sunnah itu dengan gerahammu. Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama). Karena sesunggguhnya setiap bid'ah adalah kesesatan". {HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi}

Sponsors

24 November 2012

Pembagian Tauhid Bukanlah Bid'ah Ibnu Taimiyah rahimahullahu

Sebuah fitnah yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang membenci dakwah Salafiyyah adalah perkataan mereka bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu (wafat tahun 728 H) adalah orang yang pertama kali membagi tauhid menjadi tiga bagian; Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al-Asma' wa Ash-Shifat. Mereka mengatakan bahwa pembagian tersebut adalah bid'ah yang tidak dikenal di kalangan para Salaf sebelum datangnya Ibnu Taimiyah.

Perkataan ini merupakan bukti akan dangkalnya ilmu dan pengetahuan orang-orang tersebut. Dan untuk sebagian besarnya kami yakin hanya menukil dari perkataan sebagian tokoh mereka yang dilandasi oleh sikap fanatisme terhadap mazhab atau golongan tertentu.

Bahkan, kitab-kitab para Salaf telah menyebutkan pembagian tersebut baik dengan penyebutan yang sangat jelas atau dalam bentuk isyarat kepada hal itu. Berikut kami kutipkan sebagian perkataan para imam dan ulama sebelum generasi Ibnu Taimiyah yang menyebutkan pembagian tauhid secara jelas.

*****

1. Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit rahimahullahu (wafat tahun 150 H)

Beliau -semoga Allah merahmatinya- berkata dalam kitab "Al-Fiqh Al-Absath" hal. 51, "Dan Allah dimintai dari arah (yang Dia berada di) atas, dan bukannya arah bawah; karena arah bawah sama sekali tidak termasuk dalam sifat Rububiyah dan Uluhiyah."

2. Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari rahimahullahu (wafat tahun 310 H)

Beliau berkata dalam kitab tafsirnya yang terkenal, "Jami' Al-Bayan fi Ta'wil Aay Al-Quran", dalam tafsir Surat Muhammad ayat 19, "Allah Yang Maha Tinggi penyebutan-Nya berfirman kepada nabi-Nya; Ketahuilah wahai Muhammad, bahwasannya tidak ada sesembahan yang layak dan pantas baginya sifat Uluhiyah, yang boleh bagimu dan bagi para makhluk untuk beribadah kepadanya kecuali Allah yang Dia adalah Pencipta seluruh makhluk, Pemilik segala sesuatu, yang beriman kepada-Nya segala sesuatu yang selain Dia terhadap sifat Rububiyah-Nya..."

3. Imam Al-Muhaddits Al-Hafidz Ibnu Hibban Al-Busti rahimahullahu (wafat tahun 354 H)

Imam Ibnu Hibban rahimahullahu berkata dalam mukaddimah kitabnya "Raudhah Al-'Uqala' wa Nuzhah Al-Fudhala'"; "Segala pujia bagi Allah yang bersendirian dengan keesaan uluhiyah-Nya, yang berbangga dengan keagungan rububiyah-Nya, yang memegang jiwa-jiwa seluruh alam dengan ajal-ajalnya dan (memegang) alam ini dengan segala keadaan dan perubahannya, yang menganugerahkan kepada mereka berbagai macam karunia-Nya, yang melimpahkan kepada mereka kesempurnaan nikmat-Nya. Dzat yang telah menciptakan para makhluk di saat Dia menginginkannya tanpa ada penolong dan pemberi petunjuk. Yang telah menciptakan manusia sebagaimana yang Dia inginkan tanpa penyerupaan dan kesamaan. Maka berlakulah hal itu atas mereka dengan qudrah (kekuasaan) dan masyi'ah (keinginan)-Nya, dan terwujud dengan 'izzah (kemuliaan) dan iradah (kehendak)-Nya..."

4. Imam Abu Abdillah Ubaidillah bin Muhammad bin Baththah Al-Ukbari rahimahullahu (wafat tahun 387 H)

Beliau berkata dalam kitabnya "Al-Ibanah 'an Al-Firqah An-Najiyah wa Mujanabah Al-Firaq Al-Madzmumah" hal. 693-694, "... Yang demikian itu, bahwa prinsip keimanan kepada Allah yang wajib diimani para hamba dalam menetapkan keimanan terhadap-Nya ada tiga macam;

Pertama; Seorang hamba meyakini rabbaniyah-Nya yang dengan hal itu dia menyelisihi ahli Ta'thil yang tidak menetapkan (meyakini adanya) Pencipta.

Kedua; Meyakini wahdaniyyah (keesaan)-Nya yang dengannya dia menyelisihi mazhab-mazhab para pelaku kesyirikan, yang mengakui adanya Pencipta namun mereka mempersekutukan-Nya dengan yang lain dalam ibadah.

Ketiga; Meyakini bahwa Dia disifatkan dengan dengan sifat-sifat yang tidak boleh, melainkan Dia harus disifatkan dengan-Nya dari sifat-sifat; ilmu, kekuasaan (qudrah), kebijaksanaan (hikmah) dan segenap apa yang Dia sifatkan tentang Diri-Nya dalam Kitab-Nya.

Karena kita telah mengetahui  bahwa sebagian besar dari orang-orang yang mengakui-Nya dan mengesakan-Nya dengan ucapan yang mutlak, dia terkadang menyimpang dalam (iman kepada) sifat-sifat-Nya sehingga penyimpangannya itu menjadi cela dalam tauhidnya.

Dan karena juga, kita telah mendapatkan Allah Ta'ala telah berbicara kepada hamba-Nya dengan mengajak mereka kepada keyakinan dan mengimani setiap hal dari tiga perkara ini."

5. Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi rahimahullahu (wafat tahun 671 H)

Beliau menyatakan dalam kitab tafsirnya, Al-Jami' li Ahkam Al-Quran (I/72), "Allah adalah nama bagi sebuah Wujud yang Hak, yang mengumpulkan seluruh sifat-sifat ilahiyyah, yang disifatkan dengan sifat-sifat rububiyah, yang bersendirian dengan wujud yang hakiki, tiada ilah (yang hak) selain Dia subhanahu."

Nah, setelah semua pemaparan ini, adakah fitnah itu masih harus terus dihembuskan hanya karena kebencian kepada kepada dakwah Salafiyyah? 

Semoga Allah selalu membimbing kita dijalan kebenaran yang diridhai-Nya. Amin.

-----------------------

Sumber : Al-Qoul As-Sadid fi Ar-Radd 'ala Man Ankara Taqsim At-Tauhid, Syaikh Dr. Abdul Razzaq bin Abdul Muhsin Al-'Abbad.

23 November 2012

Merubah Niat Makmum Kepada Niat Menjadi Imam

Soal pertama dari fatwa no. 21368

Seorang makmum laki-laki yang luput darinya tiga rakaat pada shalat Ashar, kemudian datang orang lain yang belum shalat dan shalat bersamanya (menjadi makmum). Apakah boleh laki-laki (pertama) mengalihkan niatnya dari makmum kepada (niat menjadi) imam? Apakah bentuk (shalat) seperti ini sah?

*****

Jawab :

Tidak mengapa masuknya seseorang yang luput darinya shalat berjamaah ke dalam shalat bersama orang (masbuq) yang sedang menyelesaikan shalatnya selepas salamnya imam, jika orang (yang datang) tersebut tidak mendapatkan orang lain untuk shalat bersamanya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat malam, dan kemudian datang Ibnu Abbas ikut shalat bersamanya; dan juga demi untuk mendapatkan (pahala) shalat berjamaah. Wa bi_Llahi at taufiq.

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Al Lajnah ad Da-imah li al Buhuts al 'Ilmiyyah wa al Ifta'.

Ketua : 

Abdul Aziz bin Abdullah Alu asy Syaikh

Anggota :

Shalih bin Fauzan al-Fauzan
Bakr bin Abdullah Abu Zaid

----------------------------

http://www.alifta.net/Fatawa

22 November 2012

Berpuasa Tanggal 9 dan 10 Muharram Lebih Utama

Apa hukumnya puasa hari Asyura'? Apakah yang lebih utama berpuasa dengan hari yang sebelumnya atau sehari yang sesudahnya, atau berpuasa pada seluruhnya atau pada hari Asyura' saja? Kami mengharapkan penjelasan tentang hal ini, semoga Allah mengganjar Anda dengan kebaikan.

*****

Puasa pada hari Asyura' adalah sunnah, dengan apa yang telah ada dalam hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang hal tersebut. Dan bahwasannya hari itu juga adalah hari dimana orang-orang Yahudi berpuasa, karena pada hari itu Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta membinasakan Fir'aun dan kaumnya. Maka, Nabi kita, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa padanya sebagai bentuk syukur, dan memerintahkan puasanya tersebut, dan beliau mensyari'atkan bagi kita untuk berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.

Puasa pada hari kesembilan bersama hari kesepuluh lebih utama. Kalau seandainya dia berpuasa hari kesepuluh dengan hari kesebelas, maka itu telah mencukupi, karena telah menyelisihi Yahudi. Jika dia berpuasa seluruhnya bersama yang kesepuluh, tidak mengapa. Dengan dalil apa yang disebutkan pada sebagian riwayat,

صوموا يوما قبله ويوما بعده

"Berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya."

Adapun berpuasa pada satu harinya saja, maka hukumnya makruh. Wa_Llahu waliyyu at taufiq.

Sumber : Fataawa Ibn Baaz 

----------------

http://www.alifta.net/Fatawa/

21 November 2012

Berpuasa pada Bulan-bulan Muharram, Sya'ban dan Dzulhijjah

Apa hukumnya berpuasa pada sepuluh hari terakhir dari bulan Dzulhijjah, dan puasa sebulan penuh pada bulan Muharram dan Sya'ban? Kami memohon faedah, semoga Allah memberkahi Anda.

*****

Bismillah, wal hamdu lillah...

Bulan Muharram, disyari'atkan berpuasa padanya, dan demikian juga pada bulan Sya'ban. Adapun berpuasa pada sepuluh hari terakhir bulan Dzulhijjah, maka tidak ada dalil yang menyebutkannya. Tapi, jika seseorang berpuasa tanpa keyakinan bahwa puasa tersebut adalah puasa khusus atau memiliki kekhususan tertentu, maka hal itu tidak mengapa.

Berkenaan dengan bulan Muharram, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda,

أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم

"Seutama-utama puasa setelah Ramadhan adalah bulan Allah, al-Muharram."

Jika dia berpuasa pada seluruh harinya, maka itu baik. Jika dia berpuasa pada hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas, itu adalah sunnah.

Demikian pula dengan bulan Sya'ban, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah berpuasa pada seluruh hari-harinya. Atau terkadang beliau berpuasa seluruhnya kecuali sedikit hari darinya sebagaimana dalam riwayat shahih dari hadits Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu 'anhuma.

Mengenai (puasa pada) sepuluh (hari pertama) bulan Dzulhijjah, maka yang dimaksud adalah sembilan hari, karena hari 'Ied tidak (dibolehkan) melaksanakan puasa. Puasa pada hari-hari itu tidak mengapa dan memiliki pahala dengan keumuman sabdanya shallallahu 'alaihi wasallam,

ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام العشر، قالوا: يا رسول الله، ولا الجهاد فى سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد فى سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك بشيء

"Tidak ada hari-hari yang amal shalih pada hari itu lebih dicintai Allah melebihi hari-hari yang sepuluh ini." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?" Beliau menjawab, "Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali seorang laki-laki yang pergi (berperang) dengan jiwa dan hartanya, dan dia tidak kembali dengan sesuatu pun."

Adapun (berkenaan dengan perbuatan) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka telah diriwayatkan darinya bahwa beliau berpuasa pada hari-hari itu, dan diriwayatkan juga bahwa beliau tidak berpuasa. Tidak ada riwayat yang pasti tentang perkara ini berkait dengan puasanya beliau atau tidaknya.

Sumber : Fataawa Ibn Baaz

------------------------

http://www.alifta.net/Fatawa/

14 November 2012

Hukum Ucapan Selamat Tahun Baru Masehi, Hijri dan Maulid

Pertanyaan pertama dari fatwa no. 20795

Apakah boleh mengucapkan selamat kepada non-muslim berkenaan dengan tahun baru Miladi (Masehi), (dan apakah boleh mengucapkan selamat berkenaan dengan) tahun baru Hijri dan Maulid (kelahiran) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?

***

Tidak boleh mengucapkan selamat untuk peringatan-peringatan tersebut, karena merayakannya bukanlah perkara yang disyari'atkan. Wa bi_Llahi at taufiq.

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

al Lajnah ad Da-imah li al Buhuts al 'Ilmiyyah wa al Ifta'

Ketua :

Abdul Aziz bin Abdullah Alu asy Syaikh

Anggota :

Abdullah bin Ghudayyan
Shalih bin Fauzan al-Fauzan
Bakr bin Abdullah Abu Zaid

------------------------

http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?View=

11 November 2012

Shalat di Tempat Ibadah Agama Lain

Sebagian kaum muslimin di sebagian wilayah Amerika tidak bisa mendapatkan tempat-tempat yang cocok untuk melaksanakan shalat Jumat kecuali sebagian gereja-gereja yang disewakan dengan harga murah atau diberikan secara cuma-cuma. Sebagian mahasiswa mempermasalahkan sahnya shalat di gereja dengan bersandar kepada apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar yang melarang shalat di gereja-gereja, sinagoge-sinagoge Yahudi, kuburan dan tempat-tempat penyembelihan untuk selain Allah. Dengan pandangan seperti ini, sebagian muslim akhirnya enggan untuk menghadiri shalat Jumat. Kami berharap faedah bagi kami berkait dengan hukum yang benar tentang masalah ini, sehingga kami mampu untuk menghilangkan perselisihan diantara kaum muslimin dalam komunitas ini. Jazakumullahu khairan.

***
Jika memungkinkan adanya yang selain gereja untuk pelaksanaan shalat di dalamnya, tidak boleh shalat di gereja dan yang semacamnya. Karena tempat itu adalah tempat peribadatan orang-orang kafir, yang mereka beribadah di dalamnya kepada selain Allah. Demikian juga dengan adanya patung-patung dan gambar-gambar. Jika tidak ada, maka boleh (shalat di dalamnya) karena darurat. Berkata Umar radhiyallahu 'anhu, "Sesungguhnya kami tidak memasuki gereja-gereja kalian dikarenakan patung-patung yang ada di dalamnya dan juga gambar-gambar". [1]

Dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma melaksanakan shalat di biara kecuali biara yang ada padanya patung-patung dan gambar-gambar. [2]

Wa bi_Llahi at taufiq

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


Al Lajnah ad Da-imah li al Buhuts al 'Ilmiyyah wa al Ifta'

Ketua,
Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz

Wakil Ketua,
Abdul Razzaq 'Afifi

Anggota,
Abdullah bin Qu'ud, Abdullah bin Ghudayyan

--------------

Footnotes :

[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhary (I/112) secara ta'liq dalam kitab "ash-Shalaat", bab "ash-Shalaatu fi al-Bii'ah", dan Abdul Razzaq dalam al-Mushannaf, X/398, no. 19486

[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhary (I/112) secara ta'liq dalam kitab "ash-Shalaat", bab "ash-Shalaatu fi al-Bii'ah"

Beliau Diciptakan dari "Nur (Cahaya) Allah"?

Pertanyaan keempat dari fatwa nomor 6793.

Saya mendengar seorang ustadz berkata, "Sesungguhnya nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diciptakan dari cahaya Allah. Apakah pernyataan ini benar?

*****

Perkataan ustadz tersebut keliru, karena menyelisihi dalil-dalil dan realita. Karena sungguh, dalil-dalil, indera dan persaksian, semuanya memberi petunjuk bahwa beliau diciptakan dari seorang ayah dan seorang ibu, yaitu Abdullah bin Abdil Muththalib dan Aminah bintu Wahb; dan nasab beliau sangat dikenal.

Wa bi_Llahi at taufiq,

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


Al Lajnah ad Da-imah li al Buhuts al 'Ilmiyyah wa al Ifta',

Ketua,
'Abdullah bin 'Abdul 'Aziz bin Baz

Wakil Ketua,
'Abdul Razzaq 'Afifi

Anggota,
Abdullah bin Qu'ud, Abdullah bin Ghudayyan

Masjid yang Dibangun dengan Harta Haram

Pertanyaan ke-9 dan 10 dari fatwa nomor 7720.

- Apa hukumnya shalat di masjid yang dibangun karena mengharapkan Wajah Allah Ta'ala, sementara harta pembangunannya telah bercampur dengan harta riba?

-Apa hukum shalat di masjid yang dibangun dengan donasi yang diantaranya ada harta curian?

*****

Boleh shalat dalam dua keadaan tersebut, sementara dosanya kembali kepada si pemakan riba dan pencuri. Wa bi_Llahi at taufiq.

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Al Lajnah ad Da-imah li al Buhuts al 'Ilmiyyah wa al Ifta'

Ketua,
Abdul 'Aziz bin Abdullah bin Baz

Wakil Ketua,
'Abdul Razzaq 'Afifi

Anggota,
Abdullah bin Ghudayyan

04 November 2012

Prinsip Salafiyyah terhadap Ahli Bid'ah

Di antara prinsip pokok aqidah As-Salaf Ash-Shalih, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah; mereka membenci Ahlul-Ahwaa’ wal-Bida’, yang melakukan bid’ah dalam agama ini. Ahlussunnah tidak mencintai mereka, tidak bersahabat dengan mereka, tidak mendengar perkataan mereka, tidak duduk bersama mereka, tidak berdebat dengan mereka dalam agama ini, memelihara telinga dari mendengarkan kebatilan-kebatilan mereka, serta menjelaskan dan memperingatkan umat akan keburukan mereka.


Berikut ini adalah beberapa wasiat para ulama dalam memperingatkan umat dari bahaya Ahli Bid’ah :
  • Berkata Amirul mukminin Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Akan ada orang-orang yang mendebat kalian dengan syubhat-syubhat al-Qur’an. Bantahlah mereka dengan as-Sunnah. Karena Ashhabus-Sunnah, merekalah yang paling paham dengan al-Qur’an.” [1]
  • Berkata Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Jangan kalian duduk bersama para pengikut hawa nafsu (Ahli Bid’ah). Karena duduk bersama mereka akan membuat hati berpenyakit.” [2] 
  • Berkata Imam Ahmad bin Sinan Al-Qoththon rahimahullah, “Tidaklah ada di dunia ini seorang mubtadi’, melainkan dia membenci Ahli Hadits. Jika seseorang berbuat bid’ah, akan dicabut dari hatinya manisnya hadits.” [3]
  • Pernah dikatakan kepada Imam Ahmad : Disebutkan kepada Ibnu Qutailah di Mekkah tentang Ahli Hadits, ia berkomentar : Ahli Hadits adalah kaum yang buruk! Maka Imam Ahmad berdiri dan berkata, “Zindiq, zindiq, zindiq …”, sampai ia masuk ke dalam rumahnya. [4]
  • Al-Imam Abdullah bin Al-Mubarak berdoa, “Ya Allah … jangan Engkau beri kekuatan bagi Ahli Bid’ah dalam diriku hingga hatiku mencintainya!” [5]
  • Berkata Amirul Mukminin fil-Hadits, Sufyan Ats-Tsaury, “Barangsiapa memberikan pendengarannya kepada seorang Ahli Bid’ah sementara ia tahu orang itu adalah Ahli Bid’ah, maka akan dicabut dari dirinya ‘ishmah, dan ia diserahkan kepada dirinya sendiri.” [6]
  • Berkata Imam Al-Auza’iy, “Jangan berikan kesempatan kepada Ahli Bid’ah untuk berdebat, yang akan mewariskan keragu-raguan dalam hati-hati kalian.” [7]
  • Berkata Imam Ahlussunnah, Ahmad bin Hanbal, “Tidak sepantasnya Ahlul Bida’ wal-Ahwaa’ dijadikan penolong dalam urusan-urusan kaum muslimin. Karena yang demikian adalah kemudharatan besar bagi agama.” [8]
  • Diriwayatkan dari Ayyub as-Sakhtiyaniy bahwasannya ia berkata, “Tidaklah bertambah kesungguhan Ahli Bid’ah melainkan akan semakin menjauhkannya dari Allah. Dan Ahli Bid’ah ini dinamakan Khawarij.” Ia juga berkata, “Sesungguhnya Khawarij itu berbeda dalam nama, tetapi mereka satu (sepakat) dalam (mengangkat) senjata (terhadap penguasa).” [9]
  • Dari Ja’far bin Muhammad : Saya mendengar Qutaibah berkata, “Jika engkau melihat seseorang mencintai Ahli Hadits, seperti Yahya bin Sa’id, Abdurrahman bin Mahdy, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahoyah … -dan ia menyebut beberapa nama-; maka sungguh ia berada diatas Sunnah. Barangsiapa yang menyelisihi mereka, ketahuilah bahwa dia adalah seorang mubtadi’!” [10]
  • Berkata Imam Adz-Dzahaby, ”Jika engkau melihat seorang mutakallim mubtadi’ berkata, ’Jauhkan kami dari al-Kitab dan hadits-hadits, dan berikan kami akal (logika)’, ketahuilah bahwa dia adalah Abu Jahl! Jika engkau melihat seorang penganut at-tauhidy (wihdatul wujud) berkata, ’Jauhkan kami dari dalil naqli dan akal, dan berikan kami cita rasa dan cinta’, ketahuilah bahwa dia adalah Iblis yang muncul dalam rupa manusia, atau telah masuk dalam dirinya. Jika engkau takut, larilah darinya! Jika tidak, bergumullah dengannya, duduki dadanya, bacakan padanya ayat Kursi, dan cekiklah lehernya!!” [11]       
Semoga Allah Yang Maha Mulia melindungi kaum muslimin dari bahaya dan keburukan Ahli Bid'ah. Amin.

________________________________

Footnotes :

[1]   Riwayat Imam Al-Laalikaa’i dalam Syarh Ushuul I’tiqaad, dan Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah
[2]   Riwayat Imam Al-Laalikaa’i dalam Syarh Ushuul I’tiqaad, dan Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah
[3]   At-Tadzkirah, Imam An-Nawawy
[4]   Syarhus-Sunnah, Imam Al-Barbahaary
[5]   Imam  Al-Laalikaa’i dalam Syarh Ushuul I’tiqaad
[6]   Ibnu Wadhdhah dalam Al-Bida’
[7]   Ibnu Wadhdhah dalam Al-Bida’
[8]   Manaaqib Al-Imaam Ahmad, Ibnul Jauzy
[9]   Al-I’tisham oleh Asy-Syaathiby dan Al-Bida’ oleh Ibnu Wadhdhah
[10] Imam  Al-Laalikaa’i dalam Syarh Ushuul I’tiqaad
[11] Siyar A’laam An-Nubalaa’, Adz Dzahabi