"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda (fityah) yg beriman kepada Rabb mereka. Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk". {Terjemah QS. Al-Kahfi : 13}

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". {Terjemah QS. Ali 'Imran : 102}

"Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". {Terjemah QS. Muhammad : 7}

"Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian diatas sesuatu yang putih bersinar. Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya melainkan dia pasti binasa". {HR. Ibnu Majah}

"Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' ur Rasyidin sesudahku. Berpegang teguhlah dan gigitlah sunnah itu dengan gerahammu. Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama). Karena sesunggguhnya setiap bid'ah adalah kesesatan". {HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi}

Sponsors

24 Agustus 2013

Kapankah Ketaatan terhadap Makhluk menjadi Syirik Akbar?

Kapankah ketaatan terhadap sesama makhluk menjadi syirik besar?

*****

Alhamdulillah. Ketaatan terhadap sesama makhluk menjadi perbuatan syirik besar, dalam beberapa kondisi. Di antaranya ketika seseorang mentaati sesama makhluk dalam menganggap halal perbuatan haram, atau menganggap haram perbuatan halal, atau orang yang ditaati membuat satu peraturan dan membentuk satu undang-undang, lalu orang yang mentaatinya berkeyakinan bahwa undang-undang itu lebih sempurna atau lebih memenuhi kemaslahatan daripada syari'at Allah, atau setara dengan syari'at Allah, atau menurut keyakinannya syari'at Allah tetap lebih baik, hanya saja menggunakan undang-undang buatan manusia itu juga boleh. Dalilnya adalah firman Allah:
 
اتخَذُوْا أحْبَارَهمْ وَرُهْبَانَهُمْ أرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللهِ
 "Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah.." (QS. At-Taubah : 32).

Adiy bin Hatim radhiyallahu 'anhu berkata: "Wahai Rasulullah! Dahulu kami tidak pernah menyembah mereka." Rasulullah bertanya: "Bukankah mereka menghalalkan yang diharamkan Allah, lalu kalian ikut menghalalkannya, dan mengharamkan yang dihalalkan Allah, dan kalianpun turut mengharamkannya?" Adi menjawab: "Benar wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Itulah bentuk peribadatan kepada mereka."

Jadi, orang-orang Nashrani yang mentaati para rahib mereka dalam berbuat maksiat dengan keyakinan memutar balikkan yang halal dan yang haram dengan mengikuti pendapat para rahib tersebut, dianggap ibadah kepada selain Allah. Itu termasuk perbuatan syirik besar yang bertentangan dengan tauhid.

Adapun berkenaan dengan pertanyaan, bila orang yang mentaati orang tuanya misalnya dalam berbuat maksiat itu meyakini bahwa perbuatannya itu maksiat, maka orang tersebut masuk dalam kategori memperturutkan hawa nafsu, bukan ketaatannya yang dimaksud di atas. Atau bila ia melakukannya karena takut dihukum oleh kedua orang tuanya bila tidak sampai pada level "dalam paksaan", maka ia berdosa, berbuat maksiat dan melanggar sabda Nabi:

 لا طاعة لمخلوق فى معصية الخالق عز وجل

"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Azza wa Jalla." Diriwayatkan oleh Ahmad (1041), dan hadits itu shahih.

Namun dengan perbuatan itu, si anak tidaklah menjadi musyrik. Akan tetapi apabila si anak berkeyakinan bahwa ucapan orang tuanya itu dapat menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, maka ia telah melakukan perbuatan syirik besar.

Seyogyanya seorang muslim itu menundukkan dirinya sendiri agar hawa nafsunya mengikuti ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, mendahulukan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya daripada ketaatan kepada siapapun. Hendaknya cintanya kepada Allah dan rasul-Nya juga lebih daripada cinta kepada selain keduanya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Tidaklah salah seorang dari kalian beriman hingga aku (Rasulullah) lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia." (HR. Al-Bukhary, no. 63).

Semoga Allah memberikan petunjuk menuju jalan yang lurus.
Tanya Jawab tentang Islam
Syeikh Muhammad Shalih Al-Munajid
http://islamqa.info

11 Agustus 2013

Apakah Menutup Kepala dalam Shalat termasuk Sunnah?

Apakah menutup kepala dengan peci atau sejenis di dalam shalat termasuk sunnah?

*****

Alhamdulillah, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا بَنِيْ ءَادَمَ خُذوْا زيْنتكمْ عِندَ كلِ مَسْجدِ

"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid." (QS. 7:31)

Jika memakai penutup kepala termasuk perhiasan menurut adat dan kebiasaan daerah setempat maka dianjurkan memakainya. Jika tidak maka tidaklah dianjurkan memakainya. Wallahu a'lam.
Islam Tanya & Jawab
Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid
http://islamqa.info/ar

04 Agustus 2013

Bolehkah Mengamalkan Hisab pada Penetapan Awal Ramadhan dan Hari Raya?

Apakah seorang muslim boleh berpatokan kepada perhitungan ilmu falak dalam menetapkan awal Ramadhan ataukah harus melalui ru'yah hilal?

*****

Alhamdulillah, Syariat Islam adalah syariat yang mudah dan hukumnya universal berlaku bagi seluruh makhluk, manusia mapun jin, seusai dengan tingkatan mereka masing-masing, ada yang berpengetahuan ada pula yang awam, ada yang badui ada pula yang modern. Oleh karena itu Allah memudahkan jalan untuk mengetahui waktu-waktu ibadah. Allah telah menetapkan waktu memulai dan mengakhiri sebuah ibadah dengan tanda-tanda yang dapat diketahui semua tingkatan. Terbenamnya matahari merupakan pertanda masuknya waktu shalat Maghrib dan berakhirnya waktu shalat Ashar. Hilangnya cahaya kemerah-merahan di ufuk merupakan pertanda masuknya waktu shalat Isya'. Munculnya hilal setelah menghilang di akhir bulan sebagai pertanda dimulainya perhitungan bulan Qamariyah yang baru dan berakhirnya perhitungan bulan sebelumnya. Allah Ta'ala tidaklah mengharuskan kita mengetahui awal bulan dengan cara yang hanya diketahui segelintir orang saja, yaitu ilmu astronomi atau ilmu falak. Oleh sebab itu dalam nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah, menjadikan ru'yah hilal sebagai pertanda dimulainya puasa bulan Ramadhan bagi kaum muslimin dan berhari raya dengan melihat hilal Syawal. Demikian pula dalam menetapkan Hari Raya 'Iedul Adha dan hari Arafah. Allah berfirman:
فمَنْ شهدَ مِنكمُ الشهْرَ فليَصمْهُ
"Barangsiapa di antara kamu ada yang melihat hilal maka berpuasalah." (Q:S 2:185)
Dalam ayat lain Allah berfirman:

يَسألوْنَكَ عن الأهلة قلْ هيَ موَاقيتُ للناس وَالحجّ

"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah : Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji." (QS. 2:189)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda (artinya):
 
"Jika kamu lihat melihat hilal (Ramadhan), maka berpuasalah kamu, jika kamu melihat hilal (Syawal), maka berhari rayalah kamu. Jika terhalang olehmu genapkanlah bilangan bulan tiga puluh hari."

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam menetapkan awal puasa Ramadhan dengan ru'yat hilal Ramadhan. Dan menetapkan 'Iedul Fitri dengan ru'yat hilal Syawal. Beliau sama sekali tidak mengaitkannya dengan ilmu astronomi ataupun peredaran bintang. Itulah yang diamalkan pada zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam, zaman Khulafaur Rasyidin, Imam yang empat dan tiga generasi pertama yang ditetapkan nabi sebagai generasi yang paling baik dan utama. Merujuk penetapan bulan Qamariyah kepada ilmu perbintangan sebagai pertanda dimulainya dan berakhirnya sebuah ibadah -bukan dengan ru'yah- merupakan bid'ah yang tidak ada kebaikan di dalamnya. Sama sekali tidak ada sandaran dalil syar'inya. Sementara kebaikan hanya dapat diraih dengan meniti sunnah kaum Salaf dalam hal-hal agama, adapun keburukan adalah akibat perbuatan bid'ah yang diada-adakan dalam agama. Semoga Allah melindungi kita semua dari segala bentuk fitnah (bid'ah) yang tampak maupun yang tersembunyi.
Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, X/106.

01 Agustus 2013

Haid Dua Kali Sebulan

Pak Ustadz, saya ingin bertanya. Saya menggunakan KB IUD spiral. Adat haid 7 hari. Sejak pake KB tersebut, saya selalu mendapatkan haid 2x sebulan dengan waktu 12 hari, dengan haid 2 jeda seminggu dari haid 1. Pertanyaannya, bolehkah saya puasa dan shalat pada saat waktu haid 2 dengan jumlah darah yang banyak? Apakah darah pada haid ke 2 bisa dikatakan darah istihadhah? Terima kasih atas infonya.

Regards,

Oktaviani Dewi, Jakarta (oktaviani8310@xxxxx.com)

Jawab :

Haid merupakan ketetapan Allah atas anak-anak perempuan keturunan Adam 'alaihissalam. Yang terbaik bagi wanita tentu saja adalah apa yang telah Allah tetapkan untuknya sesuai dengan fitrahnya. Penggunaan alat kontrasepsi dibolehkan selama tidak mendatangkan bahaya yang jelas bagi pemakainya.

Dalam kasus Saudari, hal itu sangat umum dan "wajar" bagi wanita yang menggunakan alat kontrasepsi. Hampir tidak ada yang bebas  dari efek sampingnya. Termasuk perubahan siklus haid yang Saudari alami. Perubahan siklus haid tersebut tidak dihukumi sebagai istihadhah selama darah yang keluar itu memang darah haid dan memiliki ciri-ciri darah haid sebagaimana yang Saudari ketahui dari kebiasaan sejak baligh. Karenanya, Saudari tetap wajib berpuasa Ramadhan dan melaksanakan shalat lima waktu saat haid itu tidak ada, dan sebaliknya, wajib meninggalkan puasa, shalat dan tidak berhubungan badan saat darah itu keluar. Sekali lagi, selama dipastikan bahwa itu adalah darah haid dengan ciri-cirinya yang sudah dikenali. Darah istihadhah adalah darah biasa, tidak memiliki ciri-ciri darah haid yang kental, kehitaman dan berbau. Kalau dipastikan Saudari mengalami istihadhah, Saudari tetap wajib melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan dan tidak menolak suami di tempat tidur. Wallahu a'lam.