"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda (fityah) yg beriman kepada Rabb mereka. Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk". {Terjemah QS. Al-Kahfi : 13}

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". {Terjemah QS. Ali 'Imran : 102}

"Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". {Terjemah QS. Muhammad : 7}

"Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian diatas sesuatu yang putih bersinar. Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya melainkan dia pasti binasa". {HR. Ibnu Majah}

"Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' ur Rasyidin sesudahku. Berpegang teguhlah dan gigitlah sunnah itu dengan gerahammu. Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama). Karena sesunggguhnya setiap bid'ah adalah kesesatan". {HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi}

Sponsors

25 Mei 2013

Pernah Mengusap Khuf dalam Keadaan Belum Bersuci

Saya pernah suatu saat mengusap khuf (sepatu yang menutupi mata kaki), akan tetapi saya lupa bahwa syarat mengusap memakai khuf harus dalam keadan suci. Setelah itu saya tidak lagi memakai khuf kecuali dalam keadaan suci. Pertanyaannya adalah, apakah wajib bagi saya mengqadha' shalat dan puasa yang saya tinggalkan atau tidak? Juga terhadap shalat yang saya lakukan dengan menggunakan khuf yang dipakai dalam keadaan tidak suci? Padahal saya tidak mengetahui jumlah shalat yang saya lakukan dalam keadaan memakai khuf dalam keadaan tidak suci.

Jawab : 

Alhamdulillah. Syarat dibolehkannya mengusap khuf ada dua; Memakainya dalam keadaan suci, berdasarkan hadits Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu anhu, ketika ia hendak mencopot khuf Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam agar beliau mencuci kakinya, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Biarkan dia, karena saya memakainya dalam keadaan suci." Lalu beliau mengusapnya. (Terjemah HR. al-Bukhari, 206, dan Muslim, 274)

Jika kondisinya seperti yang Anda sampaikan, bahwa Anda memakai kaos kaki dalam keadaan yang belum suci karena tidak mengetahui kewajibannya, maka Anda tidak diharuskan mengqadha berdasarkan pendapat sejumlah ulama. Jika memungkinkan bagi Anda untuk mengqadha, maka hal itu lebih utama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Dengan demikian, seandainya seseorang tidak bersuci karena tidak ada dalil yang sampai kepadanya, seperti, makan daging onta, lalu dia tidak berwudhu lagi, kemudian sampai kepadanya dalil yang menjelaskan bahwa dia wajib berwudhu; atau dia shalat di kandang onta, kemudian sampai kepadanya dalil yang menjelaskan hal itu, apakah dia harus mengulangi shalat yang telah lalu? Dalam masalah ini terdapat dua pendapat. Kedua-duanya diriwayatkan dari Ahmad. 

Masalah yang serupa juga adalah orang yang menyentuh kemaluannya saat shalat, kemudian dia ketahui bahwa orang yang menyentuh kemaluannya wajib berwudhu. 

Pendapat yang shahih dalam masalah ini adalah tidak diwajibkan untuk mengulanginya. Karena Allah memaafkannya. Karena Dia telah berfirman,

وَمَا مُعَذِّبِيْنَ حتىَّ نَبْعَثَ رَسُوْلاً

Kami tidak akan mengazab sebelum Kami utus seorang rasul.

Orang yang tidak sampai kepadanya perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam suatu perkara, maka tidak berlaku baginya hukum wajib. Karena itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan Umar dan Ammar (untuk melakukan hal itu). Ketika keduanya junub, Umar tidak shalat sedangkan Ammar melakukan shalat setelah dia berguling-guling; Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan keduanya untuk mengulangi shalatnya. Begitu pula Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan Abu Dzar untuk mengulangi shalat-shalat yang dia tinggalkan karena dia mengalami junub (karena tidak tahu hukumnya). Begitu pula Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan para shahabat yang tetap makan untuk mengulangi puasanya karena tidak tahu apa yang dimaksud dengan benang putih dari benang hitam dalam masalah puasa. Begitu pula Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan para shahabat yang tetap shalat ke Baitul Maqdis (untuk mengulangi shalatnya) karena belum sampai informasi kepada mereka. 

Termasuk dalam bab ini adalah wanita istihadhah jika dalam waktu sekian lama dia tidak melakukan shalat karena meyakini bahwa orang seperti dia tidak boleh shalat. Maka kewajiban qadha baginya ada dua pendapat. Pertama: Dia tidak wajib mengqadhanya, sebagaimana pendapat Imam Malik dan selainnya. Karena wanita istihadhah yang berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, 'Aku haidh dengan deras sekali sehingga menghalangiku untuk shalat dan puasa.' Beliau memerintahkan kepadanya apa yang wajib, kemudian beliau tidak memerintahkannya untuk mengqadha shalat masa lalu." (Majmu Fatawa, 21/101)

Yang wajib bagi seorang muslim adalah mempelajari sesuatu yang terkait dengan ibadah dan mu'amalahnya. Ini merupakan ilmu yang diwajibkan baginya, meninggalkannya berdosa dan maksiat. Karena itu, yang lebih hati-hati adalah mengqadha shalat-shalat yang telah lalu. Jika Anda tidak tahu jumlah shalatnya, maka shalatnya sesuai jumlah yang Anda perkirakan lebih kuat.   

Jika Anda menginggalkan shalat dan puasa sekian lama setelah usia baligh, maka Anda wajib bertaubat kepada Allah Ta'ala dari hal tersebut dan Anda tidak diwajibkan mengqadhanya. Anda dianjurkan untuk mempebanyak shalat dan puasa sunah. Semoga taubat Anda diterima Allah Ta'ala.

Wallahua'lam.

Sumber : Islam Tanya-Jawab 

20 Mei 2013

Adab-Adab Islam dalam Buang Hajat

Di antara keagungan syariat Islam yang penuh berkah ini adalah tidak tersisa satu kebaikan pun, besar maupun kecil, kecuali telah diperintahkan dan dianjurkan oleh syariat. Dan tidak ada satupun keburukan, yang besar maupun kecil, kecuali dilarang olehnya. Sungguh sebuah syariat yang sangat sempurna dan indah dari segala sisi. Hal itu membuat takjub orang-orang non muslim terhadap Dien ini. Hingga salah seorang kaum musyrikin berkata kepada Salman Al-Farisi radhiyallahu 'anhu: "Nabi kalian telah mengajarkan segala sesuatunya hingga masalah khira'ah (adab buang hajat)." Salman pun berkata: "Benar katamu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang air besar atau kecil." (Terjemah HR At-Tirmidzi no:16, ia berkata: Hadits ini hasan shahih, diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya dan imam-imam lainnya)

Syariat Islam mengajarkan beberapa adab-adab dan hukum-hukum yang mesti diperhatikan saat buang hajat, di antaranya:

1- Tidak menghadap kiblat saat buang air besar atau kecil. Ini merupakan bentuk penghormatan terhadap kiblat dan bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jika salah seorang dari kamu duduk untuk buang hajatnya, janganlah ia menghadap atau membelakangi kiblat." (Terjemah HR. Muslim no:389)

2- Tidak menyentuh kemaluan dengan tangan kanan saat buang air kecil. Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Jika salah seorang dari kamu buang air kecil, janganlah ia menyentuh kemaluannya dan beristinja' dengan tangan kanan. Dan jangan pula ia bernafas dalam gelas (saat minum)." (Terjemah HR. Al-Bukhari no: 150)

3- Janganlah ia menghilangkan najis dengan tangan kanan, namun gunakanlah tangan kiri. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Jika salah seorang kamu membersihkan kotoran janganlah ia gunakan tangan kanannya." (Terjemah HR. Al-Bukhari no:5199)

4- Menurut Sunnah Nabi, hendaklah berusaha duduk serendah mungkin saat membuang hajat. Cara seperti itulah yang lebih menutupi aurat dan lebih aman dari percikan air seni yang dapat mengotori badan dan pakaiannya. Dan boleh membuang hajat sambil berdiri jika aman dari percikan air seni.

5- Menutup diri dari pandangan orang saat buang hajat. Penghalang yang paling sering digunakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika buang hajat adalah dinding atau pagar kebun kurma (yakni dibalik tanah tinggi atau dinding kebun kurma). (HR. Muslim 517)

Jika seorang muslim berada di tanah lapang lalu terdesak buang hajat sementara ia tidak menemukan sesuatu sebagai penghalang, hendaklah ia menjauh dari orang lain. Dalilnya adalah riwayat Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Ketika saya menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah lawatan, beliau terdesak buang hajat. Beliau pun menjauh dari tepi jalan." (Terjemah HR. At-Tirmidzi no:20, ia berkata: Hadits ini hasan shahih)

6- Tidak membuka auratnya kecuali setelah tiba di tempat buang air. Sebab tempat buang air tentunya lebih tertutup. Berdasarkan riwayat Anas radhiyallahu 'anhu ia berkata: "Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hendak buang hajat, beliau tidak akan menyingkap pakaiannya hingga tiba di tempat buang air." (Terjemah HR. At-Tirmidzi no: 14)

Jika ia buang air di toilet, janganlah ia menyingkap pakaiannya kecuali setelah mengunci pintu dan tersembunyi dari pandangan orang lain. Dari poin di atas Anda tentu dapat mengetahui bahwa kebiasaan yang sering dilakukan orang di negera-negara Barat, yaitu buang air kecil sambil berdiri di tempat-tempat terbuka dalam toilet-toilet umum, adalah kebiasaan yang bertentangan dengan norma dan etika, sopan santun dan akhlak yang mulia. Membuat risih setiap orang yang masih memiliki fitrah lurus dan akal sehat. Tega-teganya seseorang membuka auratnya di hadapan manusia, padahal Allah telah meletakkan kemaluannya itu di tempat yang tersembunyi, yaitu di selangkangan antara kedua kakinya! Dan Allah telah memerintahkan manusia supaya menutupnya, bahkan semua orang yang berakal menyepakati perintah Allah tersebut. Dan termasuk kekeliruan juga adalah membangun kamar-kamar kecil dalam bentuk terbuka seperti itu, sehingga masing-masing orang yang buang air di situ bisa melihat orang yang buang hajat di kanan kirinya! Sangat jauh berbeda dengan kebiasaan hewan-hewan ternak yang menabir diri ketika buang kotoran besar atau kecil.

7- Di antara adab-adab yang dituntunkan oleh Syariat Islam kepada kaum muslimin adalah membaca zikir-zikir tertentu ketika memasuki kamar kecil dan keluar darinya. Adab ini sangat sesuai dengan kondisi dan tempat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita doa ketika masuk ke kamar kecil: "Bismillaah, Allaahumma innii a'uudzubika minal khubutsi wal khabaa-its" (Dengan menyebut nama Allah, Yaa Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari segala gangguan setan laki-laki maupun perempuan).

Kita juga diajarkan agar berlindung kepada Allah dari setiap perkara yang buruk dan dari gangguan setan laki-laki maupun perempuan.

Ketika keluar dari WC kita dianjurkan meminta ampun kepada Allah dengan mengucapkan: "Ghufraanaka" (Aku memohon ampunan-Mu!).

8- Bersungguh-sungguh menghilangkan najis setelah selesai buang hajat, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang memberi peringatan keras terhadap orang-orang yang menganggap remeh perkara bersuci ini. Beliau bersabda, "Kebanyakan siksa kubur itu akibat tidak membersihkan air seni" (Terjemah HR. Ibnu Majah no: 342)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu bahwa ia bercerita: Suatu kali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melewati dua kuburan lalu berkata, "Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa, bukanlah karena melakukan dosa besar. Salah seorang dari keduanya karena tidak beristinja' setelah buang air, dan satunya lagi berjalan ke sana kemari untuk mengadu domba." (Terjemah HR. Al-Bukhari no:5592)

9- Hendaklah mencuci kemaluan atau dubur sekurang-kurangnya tiga kali atau ganjil sampai bersih sesuai dengan kebutuhan. Dalilnya adalah riwayat 'Aisyah radhiyallahu 'anha ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membersihkan kemaluannya sebanyak tiga kali. Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu berkata, "Kamipun melakukan petunjuk beliau dan kami dapati hal itu sebagai obat dan kesucian." (Terjemah HR. Ibnu Majah no:350)

10- Tidak beristijmar (bersuci dengan cara mengusap) dengan menggunakan tulang dan kotoran hewan yang telah mengering. Akan tetapi gunakanlah kain, batu dan sejenisnya. Dalilnya adalah riwayat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa ia pernah membawakan tempat air Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk wudhu' dan buang hajat beliau. Ketika Abu Hurairah mengikuti Rasul dengan membawa tempat air itu, Rasulullah berkata, "Siapakah itu?"

"Saya, Abu Hurairah!", jawabnya.

Rasulullah berkata, "Bawakanlah untukku beberapa buah batu untuk beristijmar, namun jangan bawa tulang dan kotoran hewan."

Akupun membawa beberapa buah batu yang letakkan di kantung bajuku kemudian kuletakkan di sisi beliau lalu aku berpaling. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai buang hajat aku bertanya, "Mengapa tidak boleh menggunakan tulang dan kotoran hewan?" beliau menjawab: "Karena keduanya adalah makanan bangsa jin!" (Terjemah HR. Al-Bukhari no:3571)

11- Dilarang buang air pada air yang tergenang (tidak mengalir). Dalilnya hadits Jabir radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang buang air pada air yang tergenang (tidak mengalir). (H.R Muslim no:423)

Karena perbuatan tersebut dapat mengotori air dan mengganggu orang-orang yang menggunakannya.

12- Dilarang buang air di jalan dan di tempat orang-orang berteduh, sebab hal itu dapat mengganggu mereka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Jauhilah dua perkara yang mendatangkan kutukan!" Mereka bertanya, "Apa itu wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Buang hajat di tengah jalan atau ditempat orang-orang berteduh." (Terjemah HR. Abu Dawud no:23)

13- Dilarang mengucapkan salam kepada orang yang sedang buang hajat dan dilarang menjawab salam sementara ia berada di tempat buang hajat. Sebagai bentuk pengagungan kepada Allah agar namaNya tidak disebut di tempat-tempat kotor. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu ia mengisahkan bahwa seorang lelaki berjalan melewati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang ketika itu tengah buang air kecil. Lelaki itu mengucapkan salam kepada beliau. Setelah selesai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya, "Jika engkau melihatku dalam keadaan demikian (sedang buang hajat) janganlah ucapkan salam kepadaku, sebab aku tidak akan menjawab salammu itu." (Terjemah HR. Ibnu Majah no:346)

Jumhur ulama berpendapat makruh berbicara di dalam WC tanpa keperluan.

*****

Itulah beberapa adab dan aspek hukum dalam syariat Islam berkenaan dengan permasalahan yang dilakukan orang setiap hari, yaitu buang hajat. Syariat Islam telah mengatur dan mejelaskannya sedemikian rupa. Bagaimana pula dengan permasalahan-permasalahan yang lebih besar daripadanya! Saudara se-Islam, pernahkah Anda dapatkan agama atau syariat di dunia ini yang menetapkan aturan-aturan seperti itu? Demi Allah, hal itu cukup sebagai bukti penegasan kesempurnaan dan keindahan Dienul Islam serta wajibnya kita mengikutinya. Kita memohon kepada Allah agar memberikan taufiq bagi kita semua kepada kebaikan dan mengkaruniakan hidayah kepada kebenaran. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Muhammad.

____________________

@ Disadur dari jawaban Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid dalam Islam Tanya & Jawab

15 Mei 2013

Puasa di Bulan Rajab dan Sya'ban

Saya melihat orang-orang melakukan puasa secara kontinyu pada bulan Rajab dan Sya'ban, serta melanjutkannya dengan puasa Ramadhan tanpa putus dalam masa tersebut. Apakah ada hadits dalam masalah ini? Kalau ada, bagaimakah redaksinya?

Jawab :

Tidak sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau berpuasa Rajab seluruh harinya, dan tidak pula pada bulan Sya'ban pada seluruh harinya. Dan tidak sah pula hal tersebut dari seorang pun dari para Shahabat radhiyallahu 'anhum. Bahkan, tidak ada yang sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Telah sah riwayat dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa beliau berkata,

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول : لا يفطر ، ويفطر حتى نقول : لا يصوم ، فما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر إلا رمضان وما رأيته أكثر صيامًا منه في شعبان

"Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa sampai-sampai kami mengatakan, 'Beliau tidak berbuka.', dan beliau berbuka (tidak berpuasa) sampai-sampai kami mengatakan, 'Beliau tidak berpuasa.' Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyempurnakan puasa sebulan kecuali bulan Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada bulan Sya'ban." Diriwayatkan al-Bukhary dan Muslim.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata,

ما صام النبي صلى الله عليه وسلم شهرًا كاملاً قط غير رمضان ، وكان يصوم حتى يقول القائل : لا والله لا يفطر ، ويفطر حتى يقول القائل : لا والله لا يصوم

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sama sekali tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan. Beliau berpuasa sampai-sampai seseorang akan berkata, 'Tidak, Demi Allah, beliau tidak akan berbuka!' Dan beliau berbuka (tidak berpuasa) sampai-sampai seseorang berkata, 'Tidak, Demi Allah, beliau tidak berpuasa'." Diriwayatkan al-Bukhary dan Muslim.

Karenanya, berpuasa sunnah pada bulan Rajab seluruh harinya dan berpuasa sunnah pada bulan Sya'ban pada seluruh harinya menyelisihi petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan sunnahnya dalam berpuasa. Dan itu adalah bid'ah yang diada-adakan. Telah sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

"Siapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka hal itu tertolak." Diriwayatkan al-Bukhary dan Muslim.

Wa bi_Llahi at taufiq.

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Mengkhususkan Bulan Rajab dengan Ibadah Tertentu

Seorang pendengar bertanya dan berkata (dalam pertanyaannya itu) :

Di bulan Rajab, banyak bid'ah yang terjadi. Apakah ada nasehat dari Syaikh Yang Mulia untuk orang-orang yang mengadakan bid'ah dan ibadah-ibadah tertentu di bulan ini?

Jawab :

Bulan Rajab tidak memiliki sunnah-sunnah tertentu. Akan tetapi, tidak mengapa melakukan umrah di bulan tersebut. Para ulama Salaf dahulu melakukan umrah di bulan Rajab. Dan telah sah riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma bahwa beliau berkata :

إن النبي صلى الله عليه وسلم اعتمر في رجب

"Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berumrah di bulan Rajab." (HR. al-Bukhary dan Muslim)

Karenanya, umrah di bulan Rajab tidaklah mengapa. Adapun mengkhususkan bulan tersebut dengan ibadah tertentu lainnya maka tidak ada dasarnya (dalam Syari'at). Bulan itu sama dengan bulan-bulan lainnya, jika dia melakukan shalat padanya, atau puasa tiga hari pada setiap bulan, atau puasa pada hari Senin dan Kamis, seperti di bulan-bulan lainnya, tidak mengkhususkan sesuatu darinya. Kecuali jika dia melakukan umrah, maka hal itu tidak mengapa.

Fatawa Nur 'ala ad-Darb, pertanyaan ke 8 dari rekaman no. 428.