"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda (fityah) yg beriman kepada Rabb mereka. Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk". {Terjemah QS. Al-Kahfi : 13}

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". {Terjemah QS. Ali 'Imran : 102}

"Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". {Terjemah QS. Muhammad : 7}

"Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian diatas sesuatu yang putih bersinar. Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya melainkan dia pasti binasa". {HR. Ibnu Majah}

"Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' ur Rasyidin sesudahku. Berpegang teguhlah dan gigitlah sunnah itu dengan gerahammu. Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama). Karena sesunggguhnya setiap bid'ah adalah kesesatan". {HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi}

Sponsors

28 Oktober 2013

Sekilas tentang Tabarruk

Definisi

Tabarruk (at-tabarruk) adalah meminta keberkahan berupa tambahan kebaikan dan pahala, dan setiap apa yang dibutuhkan oleh seorang hamba dalam urusan agama maupun dunianya. Keberkahan tersebut diperoleh dengan sebab materinya yang penuh keberkahan, atau masa dan tempat yang berkah, dan keberkahan itu diketahui dengan dalil syar'i yang jelas atau diperoleh dengan cara yang benar dari petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Kaedah Umum dalam Persoalan Tabarruk
  1. Keberkahan seluruhnya berasal dari Allah, sebagaimana rezki, kemenangan dan keafiatan berasal dari Allah. Karenanya, keberkahan tidak diminta kecuali dari Allah, dan mengharapkan keberkahan dari selain-Nya adalah kesyirikan.
  2. Apa yang disebutkan oleh Syari'at bahwa padanya ada keberkahan, baik itu orang, materi, ucapan ataupun perbuatan, maka semuanya itu semata-mata sebab untuk didapatkannya keberkahan dan bukan sumber dari keberkahan tersebut.
  3. Yang menunjukkan ada atau tidaknya keberkahan dengan sebab sesuatu atau pada sesuatu, maka itu adalah dalil syar'i, bukan yang selainnya.

Contoh untuk Tabarruk yang Masyru' (Disyari'atkan)
  1. Bertabarruk dengan diri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan peninggalan yang berasal dari diri/jasad beliau.
  2. Bertabarruk dengan perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan serta bentuk-bentuk yang disyari'atkan. Jika seorang muslim melakukan salah satunya untuk mencari kebaikan dengan sebabnya, mengikuti Sunnah dalam melakukannya, maka dia akan memperoleh kebaikan dan keberkahan sesuai dengan kadar niat dan usahanya. Diantaranya adalah dengan dzikir kepada Allah, membaca Al-Quran, termasuk juga diantaranya berkumpul saat makan, maka dari pinggiran nampan dan menjilat jari selesai makan.
  3. Tabarruk masyru' dengan tempat, seperti bertabarruk dengan masjid-masjid secara umum, dengan Al-Masjid Al-Haram, Al-Masjid An-Nabawi, Al-Masjid Al-Aqsha dan Masjid Quba' secara khusus karena keempat masjid ini memiliki keistimewaan tersendiri. Keberkahan tersebut diperoleh dengan shalat, beribadah dan beramal shalih di dalamnya, bukan dengan mengusap-usap dinding atau tempat-tempat tertentu dari masjid-masjid tersebut. Diantara tempat-tempat yang diberkahi adalah kota-kota Makkah dan Madinah serta negeri Syam.
  4. Tabarruk dengan zaman/masa, seperti bulan Ramadhan, Lailatul Qadr, sepertiga malam terakhir, hari Jum'at dan sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah.
  5. Tabarruk dengan beberapa jenis makanan atau minuman yang disebutkan dalil tentang keberkahannya seperti minyak zaitun, susu, kurma, habbah sauda' (jinten hitam), makan sahur, demikian juga seperti halnya madu dan air zam-zam.
Secara umum, sebab terbesar untuk keberkahan ini adalah iman dan ketakwaan. Allah Ta'ala berfirman,

وَلَوْ أنَّ أهْلَ القُرَى ءَامَنُوْا وَاتَقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَمَاءِ وَالأرْضِ

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (QS. Al-A'raf ayat 96)

Tabarruk yang Terlarang

Yaitu bertabarruk dengan sesuatu yang tidak memiliki dalil syar'i dalam Al-Quran maupun Sunnah, atau ada dalil yang melarang untuk bertabarruk dengannya, seperti bertabarruk dengan berthawaf di kuburan, berdoa kepada orang-orang yang sudah wafat atau orang yang tidak berada di tempat, bertabarruk dengan pohon-pohon, batu-batu, lautan, gunung, tanah atau dinding kuburan (yang diklaim sebagai milik) para nabi dan orang-orang shalih, demikian juga bertabarruk dengan diri/jasad orang-orang alim dan shalih; yang seperti ini tidak boleh dilakukan, karena keberkahan itu diambil dengan mengambil ilmu dari mereka dan mengambil faedah dari petunjuk dan akhlak mereka.

(Disadur dari "Kalimat fi Asy-Syafa'ah wa Ath-Thiyarah wa At-Tabarruk wa At-Tama'im", Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd)

16 Oktober 2013

Mengubah Nama Selesai Melaksanakan Haji

Apa hukumnya mengubah nama sebagaimana umumnya para jamaah haji Indonesia, karena mereka mengubah nama di Makkah al-Mukarramah atau al-Madinah al-Munawwarah. Apakah hal itu sunnah atau bukan?

Jawab :

Dahulu Nabi shallallahu 'alahi wasallam mengubah nama-nama yang buruk menjadi nama-nama yang baik. Jika mengubah nama-nama jamaah haji Indonesia itu untuk alasan tersebut, bukan karena selesainya mereka dari haji atau karena ziarah ke Masjid Nabawi untuk shalat di dalamnya, maka hal itu dibolehkan. Adapun jika itu dilakukan karena keberadaan mereka di Makkah atau Madinah, atau selesainya mereka dari haji -misalkan- maka perkara itu adalah bid'ah, bukan sunnah. Wa bi_llahi at-taufiq.

وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم

Al-Lajnah ad-Da'imah li al-Buhuts al-'Ilmiyyah wa al-Ifta'

Ketua :
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Wakil :
Abdul Razzaq Afifi

Anggota :
Abdullah bin Ghudayyan
Abdullah bin Qu'ud


Sumber :

Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah, II/515 fatwa no. 3323

12 Oktober 2013

Adakah Puasa Hari Tarwiyah?

Sebagian orang berkeyakinan bahwa termasuk sunnah berpuasa secara khusus pada tanggal 8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah) dan tanggal 9 Dzulhijjah (Hari Arafah). Keyakinan seperti sama sekali tidak memiliki landasan dalil yang shahih.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya, "Syaikh yang mulia, banyak orang berkeyakinan bahwa puasa Hari Arafah harus bergandengan dengan puasa pada hari kedelapan, apa nasehat Anda tentang masalah ini?"

Beliau -rahimahullahu- menjawab :

"Puasa hari Arafah berdiri sendiri. Puasa hari itu memiliki keutamaan yang sangat besar, yang dengannya Allah mengampuni dosa setahun sebelumnya dan dosa setahun setelahnya. Adapun orang yang melaksanakan haji maka dia tidak boleh melakukan puasa Arafah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam wuquf pada hari itu dalam keadaan berbuka (tidak puasa)." (dari fatwa-fatwa Syaikh Bin Baz rahimahullahu)

Demikian penjelasan Syaikh,dan bagi orang yang ingin berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah maka dia boleh melakukannya tanpa meyakini kekhususannya, tapi semata-mata untuk mencari keutamaan amal shalih pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah.

Wallahu a'lam.

06 Oktober 2013

Berqurban Hukumnya Sunnah, Tidak Wajib

Pertanyaan :

Saya ingin menyebutkan kepada Anda bahwa saya telah menikah, alhamdulillah, dan memiliki anak. Saya tinggal di kota lain, bukan kota tempat bermukim keluarga saya. Pada saat liburan, kami selalu pulang ke kota tempat bermukim keluarga saya itu. Pada Idul Adha kali ini, saya dan anak-anak pulang ke keluarga 5 hari sebelum 'Id akan tetapi kami tidak berqurban walaupun sebenarnya saya memiliki kemampuan untuk itu, alhamdulillah. Bolehkah saya berqurban? Apakah qurban orang tua telah mencukupi untuk saya, istri dan anak-anak? Apa hukumnya berqurban bagi orang yang mampu? Bolehkah mengambil hewan qurban dalam bentuk hutang dengan jaminan gaji bulanan?

(AAS-Saudi Arabia)

Jawab :

Qurban hukumnya sunnah dan tidak wajib. Seekor kambing mencukupi bagi seorang laki-laki dan keluarganya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada setiap tahunnya berqurban dengan 2 ekor domba putih bertanduk, beliau menyembelih salah satunya untuk diri beliau dan keluarganya, dan yang satunya lagi untuk orang yang mentauhidkan Allah dari umatnya -shallallahu 'alaihi wasallam. Jika Anda -si penanya- berada di rumah tersendiri, disyari'atkan bagi Anda berqurban untuk diri dan keluarga Anda, dan tidaklah mencukupi qurban orang tua Anda yang dia niatkan untuk dirinya dan keluarganya. Karena Anda tidak bersama mereka tinggal dalam rumah itu. Dan tidak mengapa bagi seorang muslim berhutang untuk bisa berqurban jika dia memiliki kemampuan untuk membayarnya. Semoga Allah memberikan taufiq untuk semua.

01 Oktober 2013

Wanita-Wanita yang penah Menyusukan Nabi ﷺ

Riwayat yang shahih menyebutkan bahwa diantara wanita-wanita yang pernah menyusukan Nabi selain ibunya adalah Tsuwaibah, bekas budak Abu Lahab. Dan paman beliau, Hamzah bin Abdul Muththalib adalah saudara sesusuan beliau.

Adapun berita tentang penyusuan beliau pada Halimah As-Sa'diyah di perkampungan Bani Sa'ad dengan segala keberkahan dan keajaiban yang muncul dari penyusuan itu, maka kisahnya sangat masyhur dalam kitab-kitab Sirah terdahulu dan yang datang kemudian. Yang dikenali pertama kali menyebutkannya adalah Imam Ibnu Ishaq (wafat tahun 151 H).

Walaupun riwayat-riwayat tentang kisah-kisah tersebut tidak dishahihkan oleh para ulama hadits karena cacat yang ada pada sanad-sanad periwayatan, namun riwayat tentang penyusuan beliau di perkampungan Bani Sa'ad oleh Halimah As-Sa'diyah adalah riwayat yang dikuatkan oleh sebagian ulama.

Wallahu a'lam.

(Disadur dari : As-Sirah An-Nabawiyyah ASh-Shahihah, oleh Dr. Akram Dhiya' Al-Umari)