"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda (fityah) yg beriman kepada Rabb mereka. Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk". {Terjemah QS. Al-Kahfi : 13}

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". {Terjemah QS. Ali 'Imran : 102}

"Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". {Terjemah QS. Muhammad : 7}

"Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian diatas sesuatu yang putih bersinar. Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya melainkan dia pasti binasa". {HR. Ibnu Majah}

"Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' ur Rasyidin sesudahku. Berpegang teguhlah dan gigitlah sunnah itu dengan gerahammu. Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama). Karena sesunggguhnya setiap bid'ah adalah kesesatan". {HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi}

Sponsors

29 Juni 2014

Yang Menjadi Rujukan adalah Munculnya Hilal, Bukan Hisab

Apakah seorang muslim boleh berpatokan kepada perhitungan ilmu falak dalam menetapkan awal Ramadhan ataukah harus melalui ru'yat hilal?

Jawab :

Syariat Islam adalah syariat yang mudah dan hukumnya universal berlaku bagi seluruh makhluk, manusia mapun jin, seusai dengan tingkatan mereka masing-masing, ada yang berpengetahuan ada pula yang awam, ada yang badui ada pula yang modern. Oleh karena itu Allah memudahkan jalan untuk mengetahui waktu-waktu ibadah. Allah telah menetapkan waktu memulai dan mengakhiri sebuah ibadah dengan tanda-tanda yang dapat diketahui semua tingkatan. Terbenamnya matahari merupakan pertanda masuknya waktu shalat Maghrib dan berakhirnya waktu shalat Ashar. Hilangnya cahaya kemerah-merahan di ufuk merupakan pertanda masuknya waktu shalat Isya'. Munculnya hilal setelah menghilang di akhir bulan sebagai pertanda dimulainya perhitungan bulan qamariyah yang baru dan berakhirnya perhitungan bulan sebelumnya. Allah Ta'ala tidaklah mengharuskan kita mengetahui awal bulan dengan cara yang hanya diketahui segelintir orang saja, yaitu ilmu nujum atau ilmu falak. Oleh sebab itu dalam nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah menjadikan ru'yah hilal sebagai pertanda dimulainya puasa bulan Ramadhan bagi kaum muslimin dan berhari raya dengan melihat hilal Syawal. Demikian pula dalam menetapkan Hari Raya 'Iedul Adha dan hari Arafah. Allah berfirman,

 فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَهْرَ فَلْيَصُمْهُ

"Barangsiapa di antara kamu ada yang melihat hilal maka berpuasalah." (QS. 2:185)

Dalam ayat lain Allah berfirman,

يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الأهِلَّةَ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالحَجِّ

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah :"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;. (QS. 2:189)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غمّ عليكم فأكملوا العدة ثلاثين

"Jika kamu lihat melihat hilal (Ramadhan), maka berpuasalah kamu, jika kamu melihat hilal (Syawal), maka berhari rayalah kamu. Jika terhalang olehmu genapkanlah bilangan bulan tiga puluh hari." (HR. Al-Bukhary)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menetapkan awal puasa Ramadhan dengan ru'yah hilal Ramadhan. Dan menetapkan 'Iedul Fitri dengan ru'yat hilal Syawal. Beliau sama sekali tidak mengaitkannya dengan ilmu astronomi ataupun peredaran bintang. Itulah yang diamalkan pada zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, zaman Khulafaur Rasyidin, imam yang empat dan masa tiga generasi yang ditetapkan Nabi sebagai generasi yang paling baik dan utama. Merujuk penetapan bulan Qamariyah kepada ilmu perbintangan sebagai pertanda dimulainya dan berakhirnya sebuah ibadah - bukan dengan ru'yah- merupakan bid'ah yang tidak ada kebaikan di dalamnya. Sama sekali tidak ada sandaran dalil syar'inya. Sementara kebaikan hanya dapat di raih dengan meniti sunnah kaum Salaf dalam hal-hal agama, adapun keburukan adalah akibat perbuatan bid'ah yang diada-adakan dalam agama. Semoga Allah melindungi kita semua dari segala bentuk fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi.

(Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah, X/106)

26 Juni 2014

Apakah Disyaratkan Batas Waktu Tertentu Bagi Hilal Baru Yang Muncul Di Langit?

Bagaimanakah caranya menetapkan awal bulan qamariyah? Apakah disyaratkan batas waktu tertentu bagi bulan baru di atas ufuk?

Jawab :

Hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa bilamana hilal telah terlihat oleh seorang yang terpercaya setelah terbenamnya matahari pada malam 30 Sya'ban atau malam 30 Ramadhan, maka ru'yahnya dianggap sah. Dengan cara tersebut dapat ditetapkan awal setiap bulan Qamariyah tanpa perlu mengetahui batas waktu terbitnya hilal setelah terbenam matahari, baik hanya selama dua puluh detik atau lebih kurang dari itu. Karena belum diketahui satupun hadits yang menjelaskan batasan waktu tertentu munculnya bulan sabit baru setelah terbenamnya matahari.

Wallahu a'lam.

(Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah, X/91)

18 Juni 2014

Sisi Perbedaan Manhaj Salafy dengan Manhaj-manhaj Lainnya

Apakah sisi-sisi perbedaan manhaj salafy dengan manhaj-manhaj lainnya?

Jawab :

Amma ba'du. Yang dimaksud dengan manhaj salafy adalah manhaj yang tegak diatas (landasan) mengikuti jalannya orang-orang mukmin dari kalangan as-Salaf ash-Shalih, dan mereka itu adalah para shahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam serta orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga Hari Kiamat. Mereka itu pada setiap masa adalah kelompok yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,

 لا تزال طائفةٌ من أمتي على الحقّ لا يضرّهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك

"Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berada diatas al-haq (kebenaran). Tidak membahayakan mereka orang yang menghinakannya hingga datang perintah Allah sementara mereka dalam keadaan demikian." Diriwayatkan oleh Muslim.

Manhaj salafy maksudnya adalah orang yang menisbatkan diri kepadanya dan menempuh jalannya, dia bukanlah seorang Khawarij yang menghalalkan darah muslim dengan perbuatan maksiat, bukanlah seorang Rafidhah yang mengkafirkan para Shahabat, bukanlah seorang ahli tahrif[1] yang menta'wil dengan kebatilan dari (kalangan) orang yang menafikan (menolak) sifat-sifat Allah dan menafikan makna-maknanya, bukanlah orang yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya, bukan seorang hululi[2] yang meyakini aqidah wihdatul wujud[3] atau (meyakini) Allah menitis pada makhlukNya, atau seorang sufi dari kalangan orang-orang yang menyembah kuburan dan mempersembahkan nazar-nazar untuknya. Manhaj ini -yaitu manhaj salafy- adalah jalan dan metode yang berjalan diatasnya para Shahabat dan Khulafa' Rasyidun.

Adapun manhaj-manhaj lainnya, telah menyimpang dari jalan ini. Benar dalam beberapa persoalan, namun keliru dalam hal-hal lainnya. Akan berbeda-beda (pemahaman) antar mereka dari manhaj Salaf -dekat atau jauhnya-, sesuai dengan kadar keselarasannya terhadap kebenaran yang terkandung dalam manhaj para Salaf, atau penyimpangannya darinya.

Wallahu ta'ala a'lam.


---------------------------

[1] Tahrif adalah merubah makna sifat-sifat Allah kepada yang bukan makna sebenarnya
[2] Hulul adalah aqidah sesat yang mengatakan bahwa Allah Ta'ala bersemayam dalam makhlukNya
[3] Wihdatul Wujud adalah keyakinan sesat yang mengatakan bahwa seluruh alam ini adalah wujud Allah, yang tidak terpisah dari Dzat-Nya

12 Juni 2014

Nonton Bola itu Boleh, Tapi...

Apa hukumnya menyaksikan pertandingan-pertandingan sepak bola?

Jawab :

Wajib bagi seorang muslim untuk menjaga waktunya dan menyibukkan dirinya dengan perkara yang bermanfaat bagi dirinya di dunia dan akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس الصحة والفراغ

Dua nikmat yang banyak manusia tertipu padanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” HR. Al-Bukhary.

Seorang muslim akan ditanya pada hari Kiamat tentang perkara tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يٍسأل عن أربع .. ومنها: “وعن شبابه فيما أبلاه وعن عمره فيما أفناه

Tidak akan bergeser dua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga dia ditanya tentang empat perkara…”, diantaranya, “Tentang masa mudanya dalam hal apa dia pergunakan dan umurnya dalam hal apa dia habiskan.” HR. At-Tirmidzi.

Seorang hamba akan ditanya tentang umurnya secara umum, dan tentang masa mudanya secara khusus. Dan ini berlaku untuk segala hal yang mungkin dilakukan seorang manusia dalam kehidupannya.

Hanya saja, manusia boleh mengambil relaksasi bagi dirinya dalam perkara yang mubah, baik itu dilakukan dengan dirinya sendiri atau disaksikan oleh pandangannya. Diantaranya adalah menyaksikan pertandingan-pertandingan jika apa yang ditonton itu selaras dengan beberapa aturan berikut, yaitu :

1. Yang melakukan perlombaan adalah laki-laki jika yang menyaksikannya itu laki-laki, atau para wanita jika yang menyaksikannya seorang wanita

2. Mereka menutup aurat-auratnya

3. Pertandingan itu tidak menyibukkannya dari kewajiban atau berbakti kepada orang tua, atau suatu bentuk ketaatan jika telah tiba waktunya.

4. Hal itu tidak membawa kepada sikap fanatisme kepada klub tertentu yang mengantarkan pada kebencian atau permusuhan terhadap klub lainnya

5. Tidak membawanya kepada perkataan yang mengundang murka Allah seperti cacian, fitnah dan yang semacamnya

6. Hal itu tidak berubah kepada sebuah bentuk kesia-siaan, yang dia habiskan umurnya untuk perkara tersebut. Karena hal itu akan merusak hati seseorang, akalnya dan menurunkan derajatnya di sisi orang-orang yang berakal.

Tidak diragukan bahwa Syari’at ini adalah keringanan (rukhshah) dan juga kewajiban (‘azîmah). Pernah dikatakan : “Berilah istirahat untuk hati, niscaya dia akan memahami zikir”. Bersenang-senang termasuk keringanan-keringanan syar’i, selama dia tidak berbalik dan menjadi perkara utama dalam tujuannya.

Wallahu a’lam.


Sumber : fatwa-fatwa Islamweb

09 Juni 2014

Hukum Menyaksikan Pertandingan Sepak Bola

Apa hukumnya menyaksikan pertandingan olah raga, semisal pertandingan Piala Dunia dan yang yang selainnya?

Jawab :

Pertandingan-pertandingan sepak bola dengan taruhan uang atau lainnya dari berbagai macam hadiah adalah haram, karena itu adalah judi. Tidak boleh mengambil hadiah (taruhan) perlombaan yaitu imbalan kecuali apa yang diizinkan Syari'at, yaitu pacuan kuda, onta dan memanah. Karenanya, menghadiri pertandingan-pertandingan itu haram, demikian pula menyaksikannya, bagi yang mengetahui bahwa pertandingan tersebut diadakan dengan taruhan, karena menghadirinya adalah pembenaran terhadap hal tersebut.

Adapun jika pertandingan itu tanpa adanya taruhan, dan tidak menyibukkan dari apa yang Allah wajibkan seperti shalat dan lain-lain, tidak mengandung hal-hal yang diharamkan seperti membuka aurat, atau bercampurnya laki-laki dan wanita, atau adanya alat-alat musik, tidak mengapa dengan pertandingan tersebut dan tidak mengapa pula menyaksikannya.

Wa billahi at-taufiq.

Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah li al-Buhuts al-'Ilmiyyah wa al-Ifta' (XV/238)

05 Juni 2014

Hadits tentang Mengkhususkan Ibadah Tertentu di Bulan Sya'ban

Sebagian kaum muslimin "merayakan" bulan Sya'ban dengan ibadah-ibadah tertentu pada malam Nishfu Sya'ban yang mereka yakini sebagai perintah Syari'at dan pantas untuk diamalkan.

Diantara dalil yang menyebabkan jatuhnya mereka kepada bid'ah tercela ini adalah hadits-hadits berikut ini :

1. Dari Ali radhiyallahu 'anhu secara marfu',

إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها

"Jika tiba malam pertengahan dari bulan Sya'ban, maka shalatlah pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya."

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam as-Sunan (no. 1388), dan hadits ini maudhu' (palsu).

2. Hadits,

إن الله تعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد غنم بني كَلْب

"Allah Ta'ala turun pada malam pertengahan Sya'ban ke langit dunia, dan mengampuni (orang) yang lebih banyak daripada jumlah kambing Bani Kalb."

Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah (no. 1389) dan haditsnya dha'if (lemah).

Kesimpulannya, tidak ada dalil tentang keutamaan mengkhususkan ibadah tertentu pada malam Nishfu Sya'ban selain hadits-hadits yang lemah atau palsu.

Berkata al-Hafidz Ibnu Dihyah, "Berkata para pakar ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil : Tidak ada pada hadits tentang Nishfu Sya'ban satu hadits shahih pun. Maka berhati-hatilah, wahai hamba Allah, dari pendusta yang meriwayatkan untuk kalian sebuah hadits dalam bentuk anjuran kebaikan. Melakukan kebaikan sepatutnya dalam kerangka yang disyari'atkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Jika benar bahwa dia berdusta, maka hal itu keluar dari aturan pensyari'atan. Orang yang mengamalkannya adalah termasuk pelayan-pelayan syaitan karena dia menggunakan hadits yang mengatasnamakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang Allah tidak pernah menurunkan hujjah (dalil) padanya." (Al-Ba'its 'ala Inkar al-Bida' wa al-Hawadits, Abu Syamah al-Maqdisi, hal. 127)

www.saaid.net