"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda (fityah) yg beriman kepada Rabb mereka. Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk". {Terjemah QS. Al-Kahfi : 13}

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". {Terjemah QS. Ali 'Imran : 102}

"Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". {Terjemah QS. Muhammad : 7}

"Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian diatas sesuatu yang putih bersinar. Malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya melainkan dia pasti binasa". {HR. Ibnu Majah}

"Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para Khulafa' ur Rasyidin sesudahku. Berpegang teguhlah dan gigitlah sunnah itu dengan gerahammu. Jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama). Karena sesunggguhnya setiap bid'ah adalah kesesatan". {HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi}

Sponsors

31 Maret 2012

Pemilihan Umum dan Partai Politik

Pertanyaan kelima dari fatwa no. 4029

Apakah dibolehkan pemungutan suara dalam sebuah pemilihan umum dan pencalonan dalam pemilihan tersebut? Dan perlu diketahui bahwa negara kami berhukum dengan (hukum) selain apa yang diturunkan Allah (al Quran).


Jawab :

Tidak boleh bagi seorang muslim mencalonkan dirinya dengan harapan bisa masuk dalam sebuah pemerintahan yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah dan beramal dengan selain Syariat Islam.


Tidak boleh bagi muslim lainnya memilihnya atau yang selain dia, yang bekerja dalam pemerintahan semacam itu. Kecuali jika orang yang mencalonkan diri itu dari kaum muslimin dan orang-orang yang ikut memilih berharap dengan masuknya (mereka ke pemerintahan), mereka akan mampu merubah hukum negara kepada penerapan Syariat Islam. Mereka menjadikan hal itu sebagai sarana untuk memegang tampuk kekuasaan. Dengan syarat bahwa orang yang mencalonkan diri tersebut jika telah masuk ke dalam pemerintahan, dia tidak akan bekerja kecuali dalam jabatan yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam.

Al Lajnah ad Da-imah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta’, Kerajaan Saudi Arabia

Ketua
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Wakil Ketua
Abdul Razzaq Afifi

Anggota
Abdullah bin Ghudayyan
Abdullah bin Qu’ud

(Fatawa al Lajnah ad Da-imah, XXIII/ 407-408)

---ooooo---

Pertanyaan keempat dari fatwa no. 6290
 
Sebagian orang, yang mereka itu adalah kaum muslimin, akan tetapi mereka ikut bergabung dalam partai-partai politik. Sebagian partai itu berafiliasi kepada Rusia atau mengikuti Amerika. Partai-partai ini sangat banyak seperti partai at-Taqaddum wal-Isytirakiyah, partai al-Istiqlal, partai al-Ahrar, partai al-Ummah, partai asy-Syabibah al-Istiqlaliyah, partai ad-Demoqrathiyah, dan lain-lain dari partai-partai yang memiliki kemiripan (dalam ideology). Bagaimana pandangan Islam tentang partai-partai tersebut dan juga tentang orang yang bergabung di dalamnya? Apakah Islamnya benar?


Jawab :

Siapa yang memiliki bashirah (pandangan yang benar) tentang Islam, kekuatan iman, komitmen keislaman, pandangan yang jauh ke depan tentang segala konsekuensinya dan kefasihan dalam berbicara; bersama dengan itu dia juga mampu untuk memberikan pengaruh terhadap perjalanan partai dan mengarahkannya dengan arahan yang Islami, maka dia boleh bergabung dalam partai-partai itu, atau partai yang sangat besar harapan bisa menerima kebenaran.

Barangkali saja Allah memberikan manfaat dengannya dan memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya melalui perantarannya. Sehingga orang (yang mendapat petunjuk) itu dapat meninggalkan garis politik yang menyimpang dan beralih kepada siyasah syar’iyyah yang adil, yang mampu menyatukan kekuatan umat, sehingga partai tersebut akan menempuh tujuan yang baik dan jalan yang lurus. Akan tetapi, tidak boleh dia berpegang dengan prinsip-prinsip mereka yang menyimpang.

Siapa yang tidak memiliki iman tersebut ( seperti yang diharapkan), tidak pula komitmen keislaman (yang kuat) dan dikhawatirkan dia akan terpengaruh dan tidak mampu memberikan pengaruh, maka dia harus menjauhi partai-partai tersebut. Untuk menghindarkan dirinya dari fitnah dan menjaga agamanya agar tidak menimpanya apa yang menimpa mereka, dan dia tidak mendapatkan ujian sebagaimana ujian yang mereka dapatkan dari berbagai bentuk penyimpangan dan kerusakan.

Al Lajnah ad Da-imah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta’, Kerajaan Saudi Arabia

Ketua
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Wakil Ketua
Abdul Razzaq Afifi

Anggota
Abdullah bin Ghudayyan
Abdullah bin Qu’ud

(Fatawa al Lajnah ad Da-imah, XII/ 385-386)
 

Membeli Barang dari Orang Kafir

Pertanyaan :

Apa hukumnya seorang muslim yang tidak bekerjasama dengan sesama muslim, yakni tidak merasa senang dan tidak suka membeli sesuatu dari sesama muslim, tetapi justeru senang membeli barang dari toko-toko orang kafir. Hukumnya halal atau haram?



Jawab :

Pada asalnya seorang muslim boleh saja membeli apa yang diperlukan tentunya yang dihalalkan oleh Allah, dari orang muslim atau kafir. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sendiri juga terkadang membeli sesuatu dari orang Yahudi. Akan tetapi kalau seorang muslim enggan membeli dari sesama muslim tanpa sebab tertentu, misalnya karena si muslim itu suka menipu, atau terlalu melambungkan harga, atau karena barangnya jelek dan sejenisnya, maka itu adalah haram karena akan menurunkan harga barang muslim, dan akan berubah menjadi simpati untuk membeli barang dari orang kafir, lebih mengutamakannya dari sesama muslim tanpa alasan bisnis, sehingga menyebabkan kebangkrutan sesama muslim atau menyebabkan barang mereka menjadi tidak laku. Yang demikian tidak boleh, bila dijadikan kebiasaan oleh si muslim tadi.

Akan tetapi kalau alasan ia tidak membeli dari sesama muslim itu sebagaimana yang kami paparkan di atas, hendaknya ia menasihati saudaranya sesama muslim tadi untuk meninggalkan kekurangan-kekurangan yang dia miliki. Kalau ia mau merubahnya, alhamdulillah. Tetapi kalau tidak, maka ia bisa beralih kepada pedagang yang lain, meskipun ia orang kafir, namun memiliki cara berjual beli yang baik dan dapat dipercaya dalam pergaulannya.


Sumber : Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa-imah, XIII : 18

30 Maret 2012

Zakat Penghasilan

Saya adalah seorang pegawai yang mendapat gaji bulanan 2000 Riyal Saudi. Semua kerabat sangat bergantung kepadaku dan penghidupan mereka pun menjadi tanggunganku dari hasil gajiku tersebut. Aku sendiri memiliki seorang istri, seorang anak perempuan, orang tua, saudara laki-laki dan beberapa saudara perempuan, yang kesemuanya nafkah mereka dalam tanggunganku.

Lantas pertanyaannya, bagaimana aku bisa mengeluarkan zakat dari hartaku sedangkan sumber penghasilanku hanya dari gaji, akan tetapi semua gajiku tadi untuk penghidupan keluargaku. Kapan seharusnya aku mengeluarkan zakat? Sebagian orang mengatakan bahwa gaji itu sebagaimana tanaman. Jadi tidak ada patokan haul (menunggu masa satu tahun). Kapan saja seseorang mendapati gaji, maka ia wajib zakat.


Dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid hafidzhahullahu ta'ala :


Siapa saja yang memiliki gaji bulanan, namun gaji itu sudah dihabiskan untuk memenuhi kebutuhannya dan di akhir bulan gajinya pun telah habis, maka tidak ada kewajiban zakat baginya. Karena yang namanya zakat haruslah melewati haul (yaitu telah genap masa satu tahun dan hartanya masih di atas nishab).


Berdasarkan hal tersebut, maka Anda tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali jika memang ada harta yang Anda simpan dan harta tersebut telah mencapai nishab (batasan minimal dikenai zakat) serta harta tadi bertahan selama haul (masa satu tahun).


Adapun ada yang mengatakan bahwa zakat penghasilan itu sebagaimana zakat tanaman (artinya dikeluarkan setiap kali gajian pada setiap bulan sebagaimana tanaman pada setiap kali panen), sehingga tidak ada ketentuan haul (yaitu menunggu selama satu tahun), maka ini adalah pendapat yang tidak tepat.



Karena semakin banyaknya orang yang memiliki penghasilan dari gaji, sangat baik sekali kami menjelaskan bagaimanakah cara pengeluaran zakat tersebut.


Pekerja itu ada dua kondisi dalam hal penghasilannya (gaji) :


Pertama: Orang yang menghabiskan gajinya seluruhnya (setiap bulan) untuk kebutuhannya dan tidak ada sedikit pun harta yang disimpan, maka kondisi semacam ini tidak ada zakat sebagaimana keadaan dari penanya.


Kedua: Ada harta yang masih disimpan, kadang harta tersebut bertambah dan kadang berkurang. Bagaimana menghitung zakat pada kondisi semacam ini?



Jawabnya, jika orang tersebut antusias untuk menghitung kewajiban zakat secara lebih mendetail , maka zakat tersebut tidak dikeluarkan pada orang yang berhak kecuali dari bagian harta yang kena wajib zakat. Oleh karena itu ia harus mengetahui jadwal kapan penghasilannya diperoleh. (Jika ia menyimpan gaji beberapa bulan), maka setiap gaji tersebut dikhususkan dengan satu haul (maksudnya gaji bulan pertama dihitung haulnya sendiri, gaji bulan kedua dan seterusnya). Perhitungan haul tadi dimulai dari kapan harta tersebut dimiliki. Setiap bagian gaji penghasilan tersebut dikeluarkan sesuai dengan kapan jatuh haulnya. Lalu setelah itu zakat tersebut dikeluarkan.


Jika dia ingin menempuh jalan yang mudah, lebih nyaman, dan lebih memberi kebaikan untuk orang miskin dan orang yang berhak menerima zakat lainnya, maka semua penghasilan yang ia miliki dizakati (tidak dihitung haul tiap bulan). Perhitungan haulnya adalah dari hartanya yang pertama kali mencapai nishab. Cara penunaian zakat seperti ini akan mendapatkan pahala besar dan meninggikan derajatnya. Zakat tersebut lebih menyenangkan jiwa dan lebih membahagiakan fakir miskin dan penerima zakat lainnya. Adapun bagian penghasilan yang pertama mencapai haul, maka dibayarkan ketika itu juga. Sedangkan yang belum mencapai haul dianggap sebagai zakat yang disegerakan. [Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah, IX/280] 



Contoh cara perhitungan zakat dengan cara kedua di atas:

Gaji diterima pada bulan Muharram dan ketika itu ia sisihkan untuk disimpan sebanyak 1000 Riyal. Kemudian bulan Shafar dan bulan selanjutnya ia lakukan seperti itu. Ketika sampai Muharram tahun berikutnya, maka seluruh penghasilannya yang ia simpan dikeluarkan zakatnya.

---------------------

Sumber :

Fatwa no. 26113
http://islamqa.com

26 Maret 2012

Hukum Bayi Tabung

Pertanyaan : Apakah hukumnya bayi tabung?

---ooo---
Alhamdulillah, persoalan ini telah dibahas tuntas oleh majelis Majma' al-Fiqh al-Islami. Majelis menetapkan sebagai berikut :

  
Pertama : Lima perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali, karena dapat mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat ;
  1. Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
  2. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
  3. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
  4. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
  5. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.

Kedua : Dua perkara berikut ini boleh dilakukan jika memang sangat dibutuhkan dan setelah memastikan keamanan dan keselamatan yang harus dilakukan, sebagai berikut ;

  1. Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
  2. Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan. 

Secara umum beberapa perkara yang sangat perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah aurat vital si wanita harus tetap terjaga (tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan proses operasi persemaian sperma dan indung telur itu sangat perlu diperhitungkan.

Demikian pula perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran amanah dari orang-orang yang lemah iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti sperma ataupun indung telur supaya operasi tersebut berhasil demi mendapatkan materi dunia. Oleh sebab itu dalam melakukannya perlu kewaspadaan yang ekstra ketat. Wallahu a'lam.


Silakan lihat Majma' Fiqih hal 34.

----------------------------------------

Sumber ; http://islamqa.com/id/ref/3474

25 Maret 2012

Sujud Syukur


1. Definisi Sujud Syukur

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan saat mendapatkan kenikmatan atau terhindarkan dari keburukan.


2. Dalil Pensyariatan Sujud Syukur


Telah sah riwayat yang menyebutkan tentang sujudnya Ka’ab bin Malik saat datang kepadanya kabar gembira diterimanya taubatnya oleh Allah Ta’ala. (Hadits yang panjang diriwayatkan oleh Imam al Bukhary dan Imam Muslim).

Dan telah diriwayatkan pula beberapa hadits –yang tidak luput dari pembicaraan ulama tentang kekuatan sanadnya- dari 12 orang sahabat; seluruhnya memastikan tentang sujudnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bentuk syukur kepada Allah Ta’ala.


Inilah pendapat Jumhur ulama; asy Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Ibnul Mundzir dan dua sahabat Abu Hanifah, semoga Allah merahmati mereka.


Sujud syukur sama dengan sujud lainnya dan dilakukan dengan sekali sujud. Tidak disyaratkan harus dalam keadaan suci dan menghadap kiblat karena sujud ini bukanlah shalat, walaupun kedua hal tersebut tetap dianjurkan. Demikian juga tidak terlarang bersujud di waktu-waktu terlarang untuk melakukan shalat.




3. Apakah Disyariatkan Sujud Syukur dalam Shalat?


Tidak disyariatkan bersujud syukur dalam shalat, karena sebab sujud tersebut tidak berkaitan dengan shalat. Jika seseorang melakukannya maka shalatnya batal, kecuali jika dia melakukannya karena kejahilan atau lupa.

Wallahu a’lam bi ash shawab.

-----------------------------

Sumber : Shahîh Fiqh as Sunnah wa Adillatuhu, oleh Kamâl as Sayyid Sâlim

19 Maret 2012

Untuk Para Pemuda... Marilah Kita Saling Mengingatkan

Kepada para pemuda negeri ini. Kepada generasi harapan umat. Kepada generasi yang kami nantikan akan menjadi prajurit-prajurit pelindung Islam, negeri-negeri kaum muslimin dan tempat-tempat suci mereka. Untuk Anda aku tuliskan kata-kata ini dengan bersumpah atas nama Allah yang tiada ilaah selain Dia, aku bertanggung jawab kepada Allah dalam setiap huruf yang aku tuliskan dan setiap hukum yang aku nukilkan; sungguh aku sangat memahami bahwa kalian merupakan target utama para musuh. Bukan untuk membinasakan kalian, akan tetapi untuk memperalat kalian demi menghancurkan masyarakat dengan menyalakan api fitnah dan menyibukkannya dengan persoalan-persoalan internal, agar umat tidak bisa tampil ke pentas dunia. Hingga akhirnya Yahudi mampu berkuasa dengan mudah, dakwah Islam tidak sampai ke Barat, dan mereka menjadikan perbuatan sebagian orang sebagai sarana untuk merusak citra Islam, yang kalau seandainya mereka menyumbangkan berjuta-juta harta untuk memperoleh kesempatan tersebut, niscaya mereka tidak akan mampu untuk memalingkan manusia dari jalan Allah. Apakah seorang pemuda muslim yang memiliki ghirah akan berada dalam jebakan musuh sementara dia tidak menyadarinya ?


Sesungguhnya syaitan yang terkutuk akan berkata –sebagaimana yang dinukil dari Imam al Auza’iy dalam Sunan ad Darimy- : “Aku membinasakan manusia dengan dosa-dosa, namun mereka membinasakan aku dengan laa ilaaha illa_llaah dan istighfar. Ketika aku melihat perkara ini, maka aku hancurkan mereka dengan hawa nafsu, sehingga mereka mengira berada diatas petunjuk”. Alangkah dahsyatnya makar dan syubhatnya. Dia ingin menyesatkan manusia agar mereka menjadi pengikutnya, dan masuk bersamanya kedalam neraka. Alangkah buruknya senjata pembunuh ini! Alangkah buruknya penyakit yang membunuh secara diam-diam ini! Dengan apa syaitan membinasakan para hamba? Dengan penyakit hawa nafsu yang bila telah bercampur dalam hati maka akan membutakannya, menutupinya, dan menjadi pincanglah timbangan dalam pandangannya. Hingga dia akan melihat kebatilan sebagai kebenaran dan kebenaran sebagai kebatilan, dia melihat bid’ah sebagai sunnah dan sunnah sebagai bid’ah. Fase penyesatan inilah yang aku khawatirkan akan disampaikan oleh syaitan-syaitan jin dan manusia kepada kalian para pemuda, harapan umat ini. Hingga akhirnya mereka merugikan umatnya sendiri, dan yang beruntung adalah si musuh yang nyata.

                Khalifah Utsman bin ‘Affan telah terbunuh di tangan para pemuda yang telah diperdaya oleh hawa nafsu dan  masuk dalam perangkap musuh dengan alasan-alasan pembenaran yang sangat lemah dan persangkaan yang keliru. Apa akibatnya? Sungguh itu adalah luka di jantung umat yang melemahkan persatuan kaum muslimin. Ini adalah khidmah yang diberikan secara cuma-cuma untuk Iblis dan balatentaranya yang senantiasa menantikan kehancuran umat ini. Setelah terjadinya peristiwa tersebut, muncul perpecahan diantara umat, darah tertumpah, jihad fi sabilillah terhenti karena sibuknya umat dengan perselisihan internal, dan datanglah musibah besar lainnya dengan terbunuhnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Demikianlah silih berganti harga besar yang mesti dibayarkan umat disebabkan pemikiran menyimpang, mazhab yang buruk dan ketamakan duniawi. Sungguh celaka orang yang menanggung keburukannya. Dosanya senantiasa tertulis sampai hari ini dalam buku amalannya dan sungguh buruklah tempat kembalinya.


Saudaraku ...


Mereka yang berafiliasi kepada Tanzhim al Qaedah telah bertolak dari syubhat-syubhat yang sangat rapuh. Mereka bangun diatasnya apa yang Anda saksikan dan dengarkan tentang pemboman bunuh diri di negeri Islam, di kota Riyadh. Tidakkah muncul dalam dirimu pertanyaan tentang peristiwa ini : apakah perbuatan mereka tersebut sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah bersabda :

       من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami padanya, maka dia tertolak, diriwayatkan Imam Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha?

Mereka menyatakan bahwa pemerintah (Saudi) ini tidak memiliki kekuasaan yang syar’i dan bai’atnya tidak sah. Tidakkah Anda katakan pada mereka: Siapakah yang memberikan rekomendasi kepada kalian untuk melakukan perbuatan ini? Dari mana kalian bisa mendapatkan pembenaran syar’i terhadap aksi tersebut? Seluruh ulama para ahli kebaikan telah berfatwa tentang sahnya kedaulatan Pemerintah Saudi. Bacalah perkataan Syaikh Abdullah bin Abdul Latief Aalu Syaikh, Syaikh Sa’ad bin Atieq, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh, Syaikh Abdullah al Anqary, Syaikh Umar bin Sulaim, Syaikh Sulaiman bin Sahman, Syaikh Abdurrahman as Sa’di, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdullah bin Humaid, dan Syaikh Muhammad al Utsaimin. Mereka seluruhnya mengatakan dengan perkataan yang sangat jelas, bertanda-tangan atas nama Rabb semesta alam bahwa Negara Saudi ini adalah negara yang syar’i, bai’atnya sah dan mengikat, pemberontakan terhadapnya adalah pembangkangan terhadap jama’ah kaum muslimin. Apakah para ulama senior tersebut bersatu diatas kesesatan dan bersepakat diatas kemungkaran? Subhaanaka, haadza buhtaanun ‘adzhiim (Maha Suci Engkau ya Allah, ini adalah kedustaan yang sangat besar!)
 
Jagalah agamamu. Janganlah Anda mencampakkan perkataan para ulama yang berlandaskan dalil-dalil syar’i yang sangat jelas ke dinding, lalu mengambil perkataan fulan dan fulan, orang-orang yang tidak dikenal dengan ilmu, atau condong berkhidmat kepada suatu pemikiran dengan merubah-rubah dalil dan berdusta atas nama agama. Ambillah pelajaran. Jangan mendahului Allah sementara musuhmu adalah para ulama senior tersebut.
Dengan berlandaskan kebatilan dalam mengikuti Tanzhim al Qaedah, yang mengklaim bahwa merekalah pihak yang syar’i yang mewakili umat Islam, dan kekuasaan negeri ini tidak sah, maka mereka melakukan aksi pembunuhan terhadap warga negara asing non muslim yang masuk ke negeri kita dengan jaminan keamanan. Mereka mengklaim : masuknya orang kafir ke Jazirah Arab hukumnya haram, maka membunuh mereka adalah jihad fi sabilillah (?!)

                 
                Perbuatan ini sangat bertentangan dengan dalil-dalil yang muhkam dalam al Kitab dan Sunnah yang sudah dipahami oleh para penuntut ilmu, dan diketahui oleh masyarakat awam :

  1. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melindungi dua orang musyrik harby yang telah diberikan perlindungan oleh Ummu Hani’. Beliau bersabda : Kami telah lindungi orang yang telah engkau berikan perlindungan”, riwayat al Bukhari dan Muslim dalam ash Shahiihain. Ulama menyimpulkan dari hadits ini bahwa jika seorang wanita muslimah memberikan jaminan perlindungan kepada seorang kafir, maka jaminannya sah dan wajib bagi setiap muslim melindunginya, karena ; Dzimmah (perlindungan) kaum muslimin adalah satu, diberikan oleh orang yang paling rendah sekalipun diantara mereka.
  2. Kaum muslimin telah ber-ijma’ tentang haramnya membunuh orang kafir mu’ahad tanpa hak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Barangsiapa membunuh seorang mu’ahad, dia tidak akan mencium bau surga. Dan sesungguhnya bau surga tercium dari jarak empat puluh tahun.
  3. Dari Rifa’ah bin Syaddad, ia berkata : Dahulu saya adalah pengawal al Mukhtar (yaitu al Mukhtar bin Abi Ubaid al Kadzdzab, yang mendakwakan kenabian). Ketika telah jelas kedustaannya, demi Allah aku sangat ingin menghunus pedangku dan memenggal lehernya, sampai aku teringat kepada sebuah hadits yang telah diceritakan kepadaku oleh ‘Amr ibnul Hamaq, ia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang memberi jaminan keamanan kepada seseorang, lalu dia membunuhnya, maka dia akan diberikan bendera pengkhianatan pada hari Kiamat. HR. Ahmad, an Nasa’i dan ath Thahawy dengan sanad yang shahih. Dalam redaksi lain yang diriwayatkan Imam Ahmad dan ath Thahawy dengan sanad yang hasan : Siapa yang diberikan kepercayaan oleh seseorang untuk menjaga darahnya, kemudian dia membunuh orang tersebut, maka aku berlepas diri dari pembunuhnya, walaupun yang terbunuh adalah seorang kafir. Dalam redaksi lain yang diriwayatkan Imam Abdurrazzaq dalam al Mushannaf : Siapa saja yang memberikan jaminan keamanan atas darah seseorang, lalu dia membunuhnya, maka sungguh telah terlepas dzimmah Allah dari pembunuh tersebut, walaupun yang terbunuh adalah seorang kafir 

               Barangkali saja Anda wahai pemuda yang mencintai Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bisa memahami hanya dengan melihat hadits-hadits diatas bahwa perbuatan orang-orang itu jelas-jelas menyelisihi dalil, menyelisihi amalan para Salaf. Orang yang mendakwakan kenabian al Mukhtar bin Abi Ubaid yang telah disepakati akan kekufuran dan murtadnya orang tersebut, namun seorang pembesar Tabi’in tidak berani membunuhnya walaupun dia memiliki kesempatan tersebut, dikarenakan dia telah tertarbiyah untuk selalu berhukum dengan dalil-dalil syar’i bukan dengan perasaan, tertarbiyah untuk menjauhi pengkhianatan. Jika saja seorang anggota al Qaedah menjadi pengawal al Mukhtar, niscaya dia akan langsung membunuhnya tanpa peduli, wal ‘iyaadzu billaah, sebagaimana yang mereka lakukan di Riyadh dengan membunuh orang yang memasuki negeri kita dengan jaminan keamanan atas diri dan hartanya. Apa yang akan kita ucapkan dihadapan Allah nanti? Apa yang akan kita ucapkan dihadapan sejarah ketika dia mencatat kita kaum muslimin dalam barisan pengkhianat? Maafkan kami. Siapa saja yang melakukan perbuatan tersebut, maka kami berlepas diri kepada Allah dan kepada seluruh manusia dari orang tersebut dan perbuatan buruknya.

Saudaraku... Anda bisa melihat bagaimana mereka meninggalkan dalil-dalil yang muhkam dan bersandar kepada dalil mutasyabih, bahkan kepada persangkaan! Apa kaitannya antara keadaan orang-orang musyrik yang tidak boleh menetap di Jazirah Arab dengan membunuh mereka dengan cara keji seperti itu? Hak apa yang membolehkan membunuh orang yang diberikan jaminan keamanan oleh kaum muslimin atau seorang dari kaum muslimin? Hak apa yang membolehkan membunuh dengan pengkhianatan? Sesungguhnya orang-orang Arab yang bodoh dalam kejahiliyahannya ternyata lebih baik dalam adabnya dan lebih setia dalam perjanjiannya daripada orang-orang tersebut, wa_llaahul_must’aan.

Aku mengajakmu untuk membaca tafsir Firman Allah :

إن الله يدافع عن الذين آمنوا إن الله لا يحب كل خوانٍ كفورٍ

“Sesungguhnya Allah akan membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat” [al Hajj : 38], dalam kitab al Jaami’ li Ahkaam al Qur’aan (XII/67) oleh Imam al Qurthuby (w. 671 H). 

Beliau berkata : ”Diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang mukmin ketika jumlah mereka bertambah banyak di Mekkah, orang-orang kafir semakin keras siksanya, dan telah berhijrah orang-orang yang berhijrah ke Habasyah; ada sebagian orang mukmin di Mekkah yang ingin membunuh siapa saja yang memungkinkan untuk dibunuh dari orang-orang kafir secara diam-diam, dengan menggunakan tipu daya dan pengkhianatan. Maka turunlah ayat ini. Allah menjanjikan pembelaan dan melarang dengan pelarangan yang sangat jelas terhadap pengkhianatan”.



Bacalah ini wahai para pemuda, dan pereratlah hubungan kalian dengan para ulama senior dan orang-orang yang semisal mereka dari kalangan para penuntut ilmu pilihan. Jumlah mereka banyak alhamdulillah; Mufti Kerajaan Syaikh Abdul Aziz Aalu Syaikh, Syaikh Abdullah al Ghudayyan, Syaikh Muhammad as Subail, Syaikh Shalih al Fauzan, Syaikh Shalih Aalu Syaikh, Syaikh Abdul Muhsin al Obeikan, Syaikh Muhammad bin Hasan Aalu Syaikh, Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad, putranya Syaikh Abdurrazzaq, Syaikh Abdullah al Qar’awy, Syaikh Abdullah ar Rukban, dan masih banyak yang selain mereka. Berilah perhatian dengan penuh kesungguhan apa yang baik untuk diri kalian. Siapa yang obsesinya ibadah, maka bersungguh-sungguhlah dalam ibadah. Siapa yang obsesinya menuntut ilmu, maka bersungguh-sungguhlah padanya. Siapa yang obsesinya berdagang atau pekerjaan lainnya, maka jadilah profesional dalam pekerjaan tersebut.

Kaedah syar’i dalam akhlak mengatakan :  من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه    Termasuk kebaikan Islam seseorang, dia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya.

Kaedah ini wajib menjadi perhatian kalian. Siapa yang sibuk dengan apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan terjatuh kepada bencana dan keburukan. Orang yang ikut campur dalam urusan para ulama sementara dia bukan seorang ulama, akan sangat banyak merusak. Demikian juga orang ikut campur dalam perkara memberi nasehat dan petunjuk kepada umat sementara dia bukan ahli dalam bidangnya. Orang yang ikut campur dalam perkara kepemimpinan dan kekuasaan sementara dia bukan seorang penguasa, maka dia akan merusak dan menghancurkan. Berkata al Hasan al Bashri : ”Termasuk tanda berpalingnya Allah dari seorang hamba ketika Dia menjadikan kesibukannya dalam perkara yang tidak bermanfaat bagi dirinya”. Dan berkata Sahl bin Abdillah at Tustury : ”Barangsiapa yang sibuk dengan apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya, maka musuhnya telah mendapatkan apa yang dia inginkan dari orang tersebut”.


Wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin.


Oleh :  Syaikh Abdusalam bin Barjas Alu Abdil Karim rahimahullahu
 

[Artikel yang ditulis dalam surat kabar “al Jazeerah”, Ahad, 17 Rabi’ul Awwal 1424, no. 11189. Diterjemahkan dengan sedikit ringkasan tanpa merubah makna dan maksud dari tulisan dalam situs www.islamspirit.com]

Hadits-Hadits Lemah tentang Keutamaan Surat Yasin

 
Tidak diragukan lagi bahwa munculnya bid’ah di tengah-tengah masyarakat serta perbuatan-perbuatan yang berbau syirik dan khurafat salah satunya disebabkan mereka tidak bisa membedakan mana yang bid’ah dan mana yang masuk dalam ranah khilafiyah (perbedaan pendapat). Umumnya dikarenakan sikap fanatisme mazhab dan taklid buta yang berlebihan serta ketidak-pahaman terhadap hadits-hadits yang dha’if (lemah) maupun maudhu’ (palsu).
Termasuk dalam permasalahan ini adalah apa yang berkembang di tengah masyarakat kita yang begitu mengagungkan pembacaan surat Yasin pada malam-malam atau perayaan-perayaan tertentu. Berikut ini kami akan uraikan kelemahan hadits-hadits yang berbicara tentang fadhilah (keutamaan) surat Yasin.

******

Hadits Pertama

من قرأ يس كل ليلة غفر له

Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada setiap malam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi dalam kitab Syu’ab al Îmân dan tidak ada seorang pun dari ulama ahli hadits yang menshahihkannya. Silahkan lihat kitab Jâmi’ ash Shaghîr oleh Imam as Suyuthi, jilid II bagian huruf (mim) halaman 178, dan juga kitab Dha’îf Jâmi’ ash Shaghîr wa Ziyâdatihi oleh Syaikh Nashiruddin al Albani di bagian huruf (mim)



Hadits Kedua

من قرأ يس فى ليلة أصبح مغفورًا له

Barangsiapa membaca surat Yasin pada malam hari, maka dia berpagi-pagi dalam keadaan diampuni (dosa-dosanya)”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi dan Abu Nu’aim dalam kitab al Hilyah. Menurut Imam Ibnul Jauzi, “Hadits ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya”. Berkata Imam ad Daruquthni, “Muhammad bin Zakaria yang ada di sanad hadits ini adalah pemalsu hadits”.

Ringkasnya, hadits ini maudhu’ (palsu). Lihat kitab al Maudhû’ât jilid I halaman 246 dan 247 oleh Imam Ibnul Jauzi rahimahullahu.



Hadits Ketiga

من قرأ يس مرةً فكأنما قرأ القرآن مرتين

Barangsiapa membaca surat Yasin sekali saja, maka seolah-olah dia membaca al Quran dua kali”.

Hadits ini diriwayatkan oleh al Baihaqi dalam Syu’ab al Îmân. Hadits ini maudhu’ yang tidak diketahui asal usulnya.



Hadits Keempat

من قرأ يس مرةً فكأنما قرأ القرآن عشر مرات

Barangsiapa yang membaca surat Yasin sekali, maka seolah-olah dia membaca al Quran sepuluh kali”.

Hadits ini juga hadits maudhu’ yang diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi rahimahullahu yang tidak diketahui asal usulnya. Selain itu, hadits ketiga dan keempat diatas saling bertentangan. Silahkan dilihat pada kitab Jâmi’ ash Shaghîr jilid II halaman 178 pada bagian huruf (mim) dan kitab Dha’îf Jâmi’ ash Shaghîr wa Ziyâdatihi juga pada bagian huruf (mim).



Hadits Kelima

إن لكل شيئ قلبًا وقلب القرآن يس، ومن قرأ يس كتب الله له بقراءتها قراءة القرآن عشر مرات

Sesungguhnya bagi setiap sesuatu itu mempunyai hati, dan hati al Quran adalah surat Yasin. Oleh karena itu, barangsiapa membaca surat Yasin, maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu sama seperti pahala membaca al Quran sepuluh kali”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam at Tirmidzi dalam Sunan-nya jilid IV hadits no. 3048, halaman 337. Setelah meriwayatkan hadits ini beliau berkata, “Harun Abu Muhammad yang ada dalam sanad hadits ini adalah majhul (tidak dikenal sifat dan keadaan dirinya)”.

Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang majhul termasuk kategori hadits yang dha’if (lemah) yang riwayatnya tidak bisa diterima dan diamalkan. Menurut Imam Abu Hatim, seorang rawi dalam hadits ini yang bernama Muqatil bukanlah Muqatil bin Hayyan, akan tetapi Muqatil bin Sulaiman, salah seorang pendusta. Jika hal ini benar, maka tidak diragukan lagi bahwa hadits ini adalah maudhu’.

Lihat Silsilah al Ahâdits adh Dha’îfah wal Maudhû’ah oleh Syaikh al Albani, jilid I halaman 202 hadits no. 169.



Hadits Keenam

اقرأوا يس على موتاكم

Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan mati diantara kalian”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, an Nasa’i dan Ibnu Majah. Menurut Imam an Nawawi, isnad hadits ini dha’if. Di dalamnya terdapat dua perawi yang majhul.

Pertama; Abu Utsman; berkata Imam Ibnul Mundzir, “Abu Utsman dan bapaknya bukan orang yang masyhur (terkenal di kalangan ahli hadits)”. Lihat dalam ‘Aun al Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwûd jilid VIII halaman 390. Imam Ibnu Al Qaththan berkata, “Hadits ini memiliki ‘illah (penyakit tersembunyi) serta mudhtharib (goncang) karena Abu Utsman dan bapaknya majhul”.

Kedua; bapaknya Abu Utsman selain majhul, ia juga seorang rawi yang mubham (rawi yang tidak disebut namanya dalam sebuah sanad). Maka dengan sendirinya, gugurlah hadits ini ke derajat dha’if yang tidak boleh diamalkan.



Hadits Ketujuh

يس قلب القرآن، لا يقرأها رجل يريد الله والدار الآخرة إلا غفر له، واقرأوها على موتاكم

Yasin adalah hatinya al Quran. Tidaklah seseorang membacanya karena Allah dan mengharapkan negeri akhirat melainkan dia akan diampuni. Dan bacakanlah dia untuk orang-orang yang akan mati diantara kalian”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullahu. Derajat hadits ini juga dha’if disebabkan oleh Abu Utsman dan bapaknya. Lihat Nail al Authâr IV/ 52, Subul as Salâm II/ 90 dan Tafsîr Ibnu Katsîr I/ 32, III/ 562.

Hadits keenam dan ketujuh ini dijadikan dalil oleh mereka yang membolehkan membaca surat Yasin di sisi orang yang telah meninggal. Sebenarnya kalimat ( موتاكم ) yang dimaksudkan dalam kedua hadits tersebut bukanlah orang yang telah meninggal tapi orang yang hampir meninggal. Perhatikanlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam;

لقنوا موتاكم لا إله إلا الله

Tuntunlah olehmu orang-orang yang hampir mati diantara kalian ucapan La ilaha illa_Llahu!”. [HR. Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad]

Hadits ini bukanlah perintah untuk mentalqin orang yang sudah mati seperti kebiasaan yang ada di masyarakat kita. Karena yang dimaksud beliau adalah orang yang hampir mati agar akhir perkataannya dalam kehidupan dunia ini adalah kaliamt tauhid. Ini sesuai denga sabda beliau yang mengatakan,

من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة

Barangsiapa yang akhir ucapannya La ilaha illa_Llahu, niscaya dia akan masuk surga”. [HR. Ahmad, al Hakim dan lain-lain]

Akan tetapi, karena hadits keenam dan ketujuh dha’if, maka membaca Yasin di sisi orang yang akan meninggal maupun yang sudah meninggal tidak boleh dikerjakan karena tidak ada contoh dan perintahnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

******
 
Dari uraian ringkas ini, hendaknya kaum muslimin mau menyadari bahwa apa yang mereka kerjakan beramai-ramai di sisi orang yang sudah meninggal atau di sisi kuburan dengan membaca surat Yasin atau surat-surat lainnya dalam al Quran bukanlah sunnah, bahkan termasuk perbuatan bid’ah yang tercela. Hendaknya mereka mau memikirkan salah satu ayat yang dalam surat Yasin itu sendiri yang mengatakan :

إن هو إلا ذكرٌ وقرْآنٌ مبينٌ، لينْذرَ منْ كانَ حيًّا ...

Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. Supaya dia (al Quran) memberi peringatan kepada orang yang hidup”. [QS. Yasin ayat 69 dan 70]

Ya,,, Allah menegaskan bahwa al Quran ini untuk orang-orang yang hidup, sementara mereka justru menjadikannya untuk orang yang sudah mati dan tidak mampu berbuat apa-apa. Subhanallah!!

******

Peringatan

Tulisan ini bukanlah larangan untuk membaca surat Yasin, karena semua surat dalam al Quran adalah baik dan disyariatkan untuk dibaca. Akan tetapi tidak boleh mengkhususkan surat-surat tertentu atau mengutamakannya dari surat-surat yang lain tanpa disertai dalil yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Wallahu a’lam.

 

(Disarikan dari buku “25 Masalah Penting dalam Islam” oleh Ust. Abdul Hakim bin Amir Abdat)

18 Maret 2012

Adab Bersin dan Menguap


Allah Yang Maha Sempurna telah menyempurnakan Islam ini untuk kita. Segala bentuk syariat yang ditetapkan-Nya adalah bukti nyata akan kesempurnaan agama ini. Diantara syariat-Nya tersebut adalah adab bersin dan menguap yang sering dilupakan dan diabaikan oleh banyak orang.

Betapa seringnya kita bersin dan menguap, tapi kita tidak pernah menyadari bahwa itulah kesempatan untuk meraih pahala dengan mengamalkan adab-adabnya. Dahulu, orang-orang Yahudi berpura-pura bersin di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan harapan mendapatkan karunia yang besar melalui doa beliau. Maka bagaimanakah dengan diri kita?

Alangkah sayangnya kita umat Islam, tidak bisa meraih pahala dari dua perkara ini, padahal umat lain saja merasa iri dan sangat mengharapkan kebaikan darinya.

---00000---


1. Disukainya Bersin, Dibencinya Menguap

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Jika salah seorang dari kalian bersin dan memuji Allah, maka hak atas setiap muslim yang mendengarkannya untuk mendoakannya :

يرحمك الله
yarhamuka_Llâhu’ (semoga Allah merahmatimu).

Adapun menguap, maka dia berasal dari syaitan. Jika salah seorang dari kalian menguap, hendaknya dia menolaknya semampunya. Karena sesungguhnya, jika dia menguap, syaitan akan tertawa darinya”. [Terjemah HR. Al Bukhary]

---00000---


2. Apa yang Mesti Dilakukan dan Diucapkan Saat Bersin?

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Jika salah seorang dari kalian bersin, ucapkanlah : ‘alhamduli_Llâhi’. Saudara atau sahabatnya mengucapkan untuknya : ‘yarhamuka_Llâhu’.
Jika orang tersebut mengucapkan ‘yarhamuka_Llahu’, hendaknya dia (yang bersin) mengucapkan ;

يهديكم الله ويصلح بالكم
yahdikumu_Llâhu wa yushlih bâlakum’ (Semoga Allah memberi petunjuk kepada kalian dan memperbaiki keadaan kalian)”. [Terjemah HR. Al Bukhary]


Beliau juga bersabda : “Jika salah seorang dari kalian bersin dan dia memuji Allah, hendaknya kalian mendoakan dia (tasymit). Jika dia tidak memuji Allah, jangan kalian mendoakan dia”. [Terjemah HR. Muslim]

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jika bersin, maka beliau akan menutup wajahnya dengan tangannya atau kainnya, serta merendahkan suaranya. [HR. at Tirmidzi dan beliau berkata : “Hadits hasan shahih]

Jika orang tersebut bersin lebih dari tiga kali, maka tidak perlu men-tasymit untuk dia (mendoakannya dengan ucapan ‘yarhamuka_Llahu), akan tetapi doakan dia agar segera sembuh. Dalam hadits disebutkan :

“Tasymitkan saudaramu tiga kali. Yang lebih dari itu, maka itu adalah selesma atau influenza”. [Dihasankan oleh Al Albani rahimahullahu]

---00000---


3. Apa Yang Mesti Dilakukan Saat Menguap?

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Jika salah seorang dari kalian menguap, hendaknya dia menaruh/ menutup tangannya di mulutnya, karena syaitan akan masuk”. [Terjemah HR. Muslim]

---00000---


4. Bolehkah Membuat Bacaan Doa Tertentu dalam Bersin dan Menguap?

Disebutkan dari Nafi rahimahullahu, bahwa seorang laki-laki bersin di sisi Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu dan dia mengucapkan :

الحمد لله والسلام على رسول الله
“Segala puji bagi Allah dan salam untuk Rasulullah!”

Ibnu Umar berkata : “Aku juga mengucapkan ‘Segala puji bagi Allah dan salam untuk Rasulullah’, namun bukan demikian (caranya). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kami untuk mengucapkan (saat bersin);

الحمد لله على كل حال
Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan’!”

[Diriwayatkan oleh At Tirmidzi, dan berkata Al Albani : “Hadits hasan”]
Maksud hadits ini adalah  wajibnya kita membatasi diri dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Wallâhu a’lam bish shawâb.