Sponsors

23 Juli 2016

Operasi Bedah Mayat

Berdasarkan atas kondisi darurat yang dibutuhkan dalam pembedahan jasad orang yang telah meninggal dunia dan konsekuensi dari hal tersebut adalah maslahat yang dibangun diatas mafsadat rusaknya kehormatan seorang manusia yang telah meninggal dunia, maka Majelis al-Majma’ al-Fiqhi di bawah naungan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim se-dunia) menetapkan hal-hal berikut :

Pertama : Pembedahan jasad mayat dibolehkan untuk salah satu dari tujuan-tujuan berikut ini:
  1. Proses otopsi dalam perkara pidana untuk mengetahui sebab-sebab kematian atau kejahatan yang dilakukan ketika hakim memiliki masalah untuk mengetahui sebab-sebab kematian dan otopsi merupakan jalan untuk mengetahui perkara tersebut.
  2. Untuk mengenali penyakit yang dengan pembedahan itu bisa dilakukan tindakan pencegahan atau pengobatan yang semestinya terhadap penyakit tersebut.
  3. Studi kedokteran sebagaimana yang ada di fakultas-fakultas kedokteran.
Kedua : Dalam pembedahan untuk kepentingan pembelajaran maka wajib diperhatikan aturan-aturan berikut :
  1. Jika jasad tersebut adalah milik orang yang dikenali (memiliki identitas) maka disyaratkan bahwa orang tersebut telah memberi izin pembedahan jasadnya sebelum kematiannya, atau diizinkan oleh ahli warisnya setelah kematiannya. Dan tidak dibenarkan pembedahan terhadap jasad orang yang ma’shum (terpelihara) darahnya (dalam pandangan Syari’at) kecuali untuk sebuah kondisi darurat.
  2. Dalam pembedahan, wajib membatasinya pada hal yang diperlukan agar jangan sampai membawa pada tindakan pelecehan terhadap jasad orang yang telah meninggal.
  3. Jasad seorang wanita tidak boleh ditangani pembedahannya selain dokter-dokter wanita kecuali jika mereka tidak didapatkan.
Ketiga : Dalam semua kasus diatas, wajib menguburkan bagian-bagian tubuh yang dibedah.

وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليمًا كثيرًا والحمد لله رب العالمين

Ketua :
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Wakil Ketua :
Abdullah Umar Nashif

Keanggotaan :

Muhammad bin Jubair

Dr. Bakr bin Abdullah Abu Zaid (Menyelisihi. Saya tidak sepakat terhadap bolehnya pembedahan jasad seorang muslim untuk tujuan pendidikan dan penelitian penyakit)

Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam

Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan (Saya tidak sepakat tentang pembedahan jasad seorang muslim untuk tujuan studi kedokteran dan saya memiliki penjelasan rinci mengenai persoalan ini)

Muhammad bin Abdullah bin Subail (Bersikap hati-hati tentang pembedahan jasad muslim pada poin C pasal pertama)

Mushtafa Ahmad az-Zarqa’

Muhammad Mahmud ash-Shawwaf

Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi

Muhammad Rasyid Raghib Qabbani

Muhammad Syadzili an-Naifar

Abu Bakr Joumi

Dr. Ahmad Fahmi Abu Sinnah

Muhammad al-Habib bin al-Khoujah

Muhammad Salim bin Abdul Wadood

Dr. Thalal Umar Bafaqih

Sumber : Qararat Majelis al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami, Simposium X di Makkah, Shafar 1408 H/Oktober 1987 M.

0 tanggapan:

Posting Komentar