Sponsors

06 Desember 2016

Inilah Alasan Penyelenggaraan Maulid Nabawi

Orang-orang yang merayakan Maulid Nabi telah melegalkan perbuatan mereka tersebut dengan alasan-alasan berikut ini,

1. Penyelenggaraan Maulid yang dilakukan setiap tahunnya, dengannya kaum muslimin akan kembali mengingat Nabi-nya ﷺ, sehingga bertambahlah kecintaan dan pengagungan mereka terhadap beliau.

2. Mendengarkan asy-Syama’il al-Muhammadiyyah (adab dan akhlak Nabi ﷺ) dan mengenal nasab beliau yang mulia.

3. Menampakkan kegembiraan dengan kelahiran Rasulullah ﷺ yang menunjukkan akan kecintaan terhadap diri beliau dan kesempurnaan iman terhadapnya.

4. Memberi makan, dan ini adalah perkara yang diperintahkan. Padanya ada ganjaran yang besar terutama dengan niat syukur kepada Allah Ta’ala.

5. Berkumpul untuk berzikir kepada Allah dengan membaca Al-Quran dan bershalawat kepada Nabi ﷺ.

Ini lima perkara yang dijadikan alasan pembenaran untuk merayakan Maulid oleh sebagian pendukungnya. Alasan-alasan ini tidaklah memuaskan dan sangat nampak kebatilannya karena kelancangan terhadap Syari’at dengan membuat sesuatu yang tidak pernah disyari’atkan walaupun ada hajat kepada hal tersebut.

Berikut ini adalah penjelasan tentang kebatilan alasan-alasan tersebut,


Pertama; 

Perkara Maulid yang dijadikan sebagai peringatan tahunan; hal ini layak untuk dijadikan alasan jika seorang muslim tidak menyebut dan mengingat Nabi ﷺ puluhan kali pada setiap harinya, sehingga dibuatkanlah peringatan tahunan atau bulanan untuk mengingatnya yang dengan itu akan bertambahlah iman dan kecintaan muslim tersebut terhadap diri beliau.


Adapun seorang muslim; tidaklah dia shalat pada malam dan siang kecuali dia akan menyebut padanya nama Rasul ﷺ, dan tidak masuk waktu shalat dan tidak pula ditegakkan shalat tersebut kecuali akan disebut nama Rasul ﷺ dan dibacakan shalawat untuknya.

Yang pantas untuk dibuatkan perayaan karena khawatir akan dilupakan adalah orang-orang yang tidak menyebut dan mengingatnya. Adapun orang yang selalu menyebut, mengingat dan tidak lupa, apa pentingnya dibuatkan acara tersebut agar dia tidak lupa? Bukankah hal ini mencari sesuatu yang sebenarnya sudah ada pada diri setiap muslim?

Kedua; 

Mendengarkan sebagian dari asy-Syama’il al-Muhammadiyyah dan nasabnya yang mulia; ini juga adalah alasan yang tidak kuat. Karena mengenal asy-Syama’il al-Muhammadiyah dan nasab beliau yang mulia tidaklah cukup hanya untuk didengarkan setahun sekali. Apa yang bisa mencukupi seorang muslim dengan hanya mendengarkannya sekali dalam setahun sementara hal itu adalah bagian dari aqidah Islam?!

Yang wajib bagi setiap muslim dan muslimah adalah mengenal nasab Nabinya ﷺ dan sifat-sifatnya sebagaimana dia mengenal Allah Ta’ala dengan nama-nama dan sifat-sifatNya. Yang seperti ini mesti dengan pengajaran, tidak cukup hanya dengan mendengarkan bacaan kisahnya setahun sekali.

Ketiga; 

Menunjukkan kegembiraan adalah alasan yang sangat-sangat lemah, karena kegembiraan itu entah karena pribadi Rasul ﷺ atau karena hari yang beliau dilahirkan padanya. Kalau memang karena pribadinya, maka itu harus berlangsung kontinyu pada setiap kali disebutkan Rasul ﷺ dan tidak khusus pada waktu-waktu tertentu saja. Jika kegembiraan itu karena hari yang beliau dilahirkan padanya, maka sungguh, hari itu adalah juga adalah hari wafatnya beliau –ﷺ. Saya tidak mengira seorang yang berakal akan mengadakan perayaan kegembiraan di satu hari yang pada hari itu telah meninggal dunia kekasih yang dicintainya. Kematian beliau –ﷺ– adalah musibah terbesar yang pernah menimpa umat ini.

Keempat; 

Memberi makan adalah alasan yang jauh lebih lemah dari alasan-alasan yang sebelumnya. Karena memberi makan adalah perkara yang sunnah dan sangat dianjurkan pada setiap kali ada kebutuhan untuk hal itu. Seorang muslim akan selalu menjamu tamu, memberi makan orang yang lapar dan bersedekah sepanjang tahun, dan tidak perlu kepada satu hari tertentu pada satu tahunnya untuk memberi makan. Karenanya, perkara ini bukanlah alasan yang layak untuk bolehnya membuat bid’ah dalam agama.

Kelima; 

Berkumpul untuk zikir; ini adalah alasan yang rusak dan batil, karena berkumpul untuk berzikir dengan satu suara tidaklah dikenal di kalangan para Salaf. Adapun puji-pujian dengan paduan satu suara, maka ini adalah bid’ah yang buruk dan tidak dilakukan kecuali orang yang bingung dalam agamanya, wal ‘iyadzu bi_Llahi.

Walaupun sebenarnya juga, kaum muslimin telah (dan akan selalu) berkumpul pada setiap malam dan siang sepanjang tahunnya untuk shalat-shalat berjamaah di masjid-masjid dan juga menghadiri majelis-majelis ilmu. Karenanya, mereka tidak butuh kepada majelis tahunan untuk mendengarkan tabuhan-tabuhan dan menyantap makanan dan minuman yang umumnya faktor pendorongnya adalah keinginan-keinginan jiwa dan syahwat.

(Sumber: Al-Inshâf fî mâ Qîla fî al-Maulid min al-Ghuluww wa al-Ijhâf, Syaikh Abû Bakr bin Jâbir al-Jazâ’irî)

1 tanggapan:

Posting Komentar