Sponsors

02 April 2015

Bilakah Sesuatu yang Ditinggalkan Nabi ﷺ Disebut sebagai Sunnah?

Perkara-perkara yang ditinggalkan Nabi tidak lepas dari salah satu keadaan berikut,

Pertama; Nabi meninggalkan suatu amalan/perbuatan karena tidak adanya alasan yang mengharuskannya untuk melakukannya.

Contohnya adalah perkara memerangi orang-orang muslim yang menolak membayar zakat mal mereka.

Perbuatan seperti ini (yaitu kasus beliau yang meninggalkan perbuatan tersebut) tidak disebut sebagai sunnah. Akan tetapi jika ada alasan yang mengharuskannya, maka perbuatan yang telah ditinggalkan oleh Nabi adalah perkara yang disyari'atkan dan tidak menyelisihi sunnahnya.

Inilah yang telah diamalkan oleh Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu ketika memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat, berbeda dengan apa yang dipahami Umar radhiyallahu 'anhu.

Ijtihad Abu Bakr tersebut adalah amalan yang sejalan dengan konsekuensi sunnah Nabi .

Kedua; Nabi meninggalkan suatu perbuatan/amalan yang memiliki alasan untuk dikerjakan, namun terdapat sebab yang menghalangi untuk dilakukannya perbuatan tersebut.

Contohnya adalah qiyam Ramadhan secara berjamaah yang beliau tinggalkan dengan sebab kekhawatiran beliau bahwa shalat itu akan diwajibkan.

Jika sebab tersebut telah hilang dengan kematian beliau , maka perbuatan/amalan yang telah beliau tinggalkan -jika terdapat dalil-dalil syar'i yang menunjukkan disyariatkannya amalan itu- adalah sebuah perkara yang masyru' (disyari'atkan) dan tidak menyelisihi sunnahnya.

Seperti halnya perbuatan Umar radhiyallahu 'anhu yang menghidupkan kembali qiyam Ramadhan secara berjamaah; perbuatan ini adalah perbuatan yang selaras dengan konsekuensi sunnah Nabi , karena terdapat dalil-dalil yang shahih tentang disyari'atkannya amalan tersebut.

Ketiga; Nabi meninggalkan suatu perbuatan/amalan yang terdapat alasan untuk mengerjakannya dan tidak terdapat penghalang bagi dilakukannya amalan tersebut.

Dalam kasus seperti ini, perbuatan beliau yang meninggalkan amalan tersebut disebut sebagai "sunnah", dan itulah yang diistilahkan sebagai "as-sunnah at-tarkiyyah".

Jika Nabi meninggalkan sebuah amalan, walaupun terdapat alasan untuk mengerjakannya dan tidak ada penghalang bagi dilakukannya amalan itu, maka kita harus mengetahui bahwa beliau meninggalkannya semata-mata karena itulah sunnah yang beliau ajarkan kepada umatnya untuk ditinggalkan.

Contohnya adalah melafazkan niat dalam ibadah dan tidak adanya adzan dalam shalat 'Id.

Kaedahnya : Perbuatan Nabi yang meninggalkan suatu amalan tertentu dengan adanya alasan yang bisa menguatkan perlunya dilakukannya amalan tersebut dan ketiadaan penghalang bagi pelaksanaannya, maka itulah sunnah dan menambahkan atau mengerjakannya adalah bid'ah.*

Wallahu a'lam.

Semoga bermanfaat.

(Silahkan dirujuk Majmu Fatawa Ibn Taimiyyah XXVI/172, Iqtidha' ash Shirat al Mustaqim II/102, Qawa'id Ma'rifah al Bida' oleh Al-Jizani hal. 75 dan Ma'alim Ushul al Fiqh oleh Al-Jizani hal. 130)

--------------------

* Faedah ini kami dapatkan dari tulisan Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid hafidzhahullahu di halaman resmi beliau.

0 tanggapan:

Posting Komentar