Sponsors

14 April 2015

Sikap Ghuluw dalam Memuji Orang-Orang Shalih

Nabi telah melarang sikap berlebih-lebihan (ghuluww) secara umum dalam bentuk apapun. Beliau bersabda,

إياكم والغلو، فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو

Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan, karena sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan (dalam beragama).” (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Sikap ghuluw dalam beragama adalah sebab pertama dan terbesar jatuhnya anak keturunan Adam dalam syirik akbar (syirik besar).

Al-Bukhary meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia mengabarkan tentang berhala-berhala kaum Nuh ‘alaihissalam yang kemudian ada di bangsa Arab. Kemudian Ibnu Abbas berkata, “(Berhala-berhala itu) adalah nama-nama orang-orang shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka telah meninggal, syaitan membisikkan pada kaumnya : 'Buatkan di majelis-majelis mereka yang dahulu mereka duduk-duduk padanya patung-patung peringatan dan namakanlah dengan nama-nama mereka!' Mereka pun melakukannya dan belum disembah. Hingga ketika mereka telah meninggal dunia dan ilmu telah hilang, patung-patung itu akhirnya disembah.”

Diantara bentuk sikap ghuluw yang diharamkan, yang bisa mengantarkan kepada syirik akbar adalah berlebih-lebihan dalam memuji dan menyanjung orang-orang shalih, sebagaimana yang dilakukan sekte Syiah Rafidhah dan kalangan Sufi ekstrim.

Perbuatan seperti ini pada akhirnya mengantarkan sebagian besar mereka kepada syirik akbar dalam rububiyah, yaitu dengan meyakini bahwa sebagian wali bertindak mengatur alam ini, bahwa mereka mendengarkan doa orang yang meminta kepada mereka dan mengabulkan permohonannya, bahwa mereka memberikan manfaat dan menolak keburukan, bahkan mengetahui perkara ghaib[1]. Walaupun sebenarnya, keyakinan mereka itu tidak berlandaskan dalil yang bisa dipegangi kecuali hanya berupa hadits-hadits palsu atau mimpi, atau apa yang mereka sebut sebagai “kasyf”, entah itu sebuah kedustaan atau akibat dari perbuatan syaitan yang mempermainkan mereka.

Sikap ekstrim dalam memuji ini juga bahkan mengantarkan mereka pada syirik dalam uluhiyah, sehingga sebagian mereka berdoa kepada orang-orang mati disamping doa mereka kepada Allah, meminta tolong kepada orang-orang mati tersebut dan lain sebagainya.

Nabi telah melarang ghuluw dalam memuji dirinya. Beliau bersabda,

لا تطروني كما أطرت النصارى المسيح ابن مريم، فإنما أنا عبد فقولوا عبد الله ورسوله

Jangan kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani memuji al-Masih putra Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah : hamba Allah dan utusanNya.” (HR. Al-Bukhary).

Jika saja demikian halnya dalam hak beliau yanng suci – , maka yang selain beliau lebih layak untuk tidak diperlakukan berlebihan dalam pujian dan sanjungan. Siapa yang berlebihan dalam memuji beliau dan yang selain beliau, maka ia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala.

Siapa yang mengajak kepada hal tersebut dan terus dalam pembangkangannya setelah ia mengetahui larangan Nabi , maka ia telah menolak dengan lancang terhadap Sunnahnya, mengajak manusia untuk tidak ber-ittiba’ (mengikuti dan meneladani) beliau dan justru –suka atau tidak suka- mengajak mereka kepada taklid (meniru-niru) Yahudi dan Nasrani dalam kesesatan dan ghuluwnya mereka dalam memperlakukan para nabi dan orang-orang shalih yang telah dilarang oleh Allah Ta’ala.

Nabi memiliki keutamaan yang sangat banyak dalam al-Quran dan Sunnah yang shahih[2]. Beliau tidak butuh kepada kedustaan dan kebohongan yang dibuat-buat oleh manusia demi untuk memuji dan menyanjungnya, shalawat dan salam dari Allah selalu tercurahkan untuk beliau.

—————————

[1] Diantara bentuk ghuluw seperti ini adalah perkataan al-Bushiri dalam qasidah Burdah-nya yang terkenal, ketika ia memuji Nabi dengan perkataannya,

فإن من جودك الدنيا وضرّتها # ومن علــومك علم اللوح والقلـم

Sungguh diantara bentuk kedermawananmu adalah dunia ini dan keindahannya
Dan diantara pengetahuanmu adalah ilmu al-Lauh (al-Mahfuz) dan al-qalam

Maha Suci Allah dari kesyirikan yang diucapkannya!

[2] Diantara keutamaan beliau yang disebutkan dalam al-Quran dan Sunnah yang shahih adalah: beliau hamba yang paling afdhal secara mutlak, utusan Rabb semesta alam kepada seluruh jin dan manusia, hamba Allah dan kekasihNya, utusanNya yang paling afdhal dan penutup para nabiNya, Allah telah memuliakannya dengan mi’raj kepadaNya diatas langit ketujuh dan Dia berbicara langsung dengannya tanpa perantara, diperjalankan pada malam hari (isra’) dari Baitullah al-Haram ke Masjid al-Aqsha, shalatnya para nabi dibelakangnya, Allah telah mewajibkan para hamba untuk mentaatinya, menjanjikan kebahagiaan dunia akhirat bagi yang mentaatinya dan kebinasaan bagi yang membangkang terhadapnya, orang yang pertama dibangkitkan pada hari Kiamat, yang pertama memberi syafa’at, yang pertama diberi izin untuk memberi syafa’at, pemilik al-maqam al-mahmud (yaitu syafa’at besar di mahsyar), pemilik telaga al-Kautsar, dan lain-lain. Shalawat dan salam dari Allah tercurahkan untuk rasul yang kami cintai.

(Sumber : Tahdzîb Tashîl al ‘Aqîdah al Islâmiyyah, Syaikh Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin hafidzhahullahu)

0 tanggapan:

Posting Komentar