Sponsors

03 November 2015

Al-Qira’at

Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan. Diterima oleh Rasulullah dari Jibril, dari Rabb Yang Maha Mulia, Allah subhanahu wa ta'ala.

Al-Quran ini tidak diambil setelah beliau kecuali dengan metode talaqqi (periwayatan secara langsung). Nabi telah membacakan kepada para Shahabat yang mulia beberapa qira’ah (bacaan) yang berbeda-beda, yang beliau mengambilnya langsung dari Jibril 'alaihissalam. Qira’ah-qira’ah ini diambil dan diriwayatkan oleh manusia –setelah generasi Shahabat- secara turun temurun dari generasi ke generasi, hingga akhirnya terkumpul dan terbatas pada nama beberapa orang yang mereka adalah silsilah periwayatan yang bersambung dalam talaqqi dan penyampaiannya (al-adâ’). Sedikit pun mereka tidak memiliki wewenang dalam menambah sesuatu atau mengurangi, karena semua qira’ah ini turun dari sisi Allah Ta’ala.

Para ulama telah menetapkan beberapa syarat bagi diterimanya suatu qira’ah dalam periwayatan, yaitu,
  1. Tulisannya (rasm) sesuai dengan rasm Mushaf Utsmani, yaitu mushaf yang ditulis oleh komite yang dibentuk oleh Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu untuk menyalin kembali mushaf al-Quran
  2. Selaras dengan kaedah-kaedah bahasa Arab
  3. Sanad/jalan periwayatannya adalah mutawatir, diriwayatkan oleh jamaah yang berjumlah banyak, dari jamaah yang sepertinya, yang mustahil mereka akan bersepakat dalam kedustaan
Qira’ah-qira’ah yang terpenuhi syarat-syaratnya adalah sepuluh qira’ah. Tujuh diantaranya tidak diperselisihkan tentang mutawatirnya riwayat-riwayat qira’ah tersebut (sering diistilahkan dengan al qirâ-ât as sab'u). Tiga lainnya diperselisihkan, namun pendapat yang kuat, bahwa ketiganya adalah mutawatir dan diterima dan melengkapi qira'ah yang tujuh tadi menjadi sepuluh (diistilahkan dengan al qirâ-ât al 'asyr). Masih ada empat lagi qira’ah syâdzdzah (menyendiri), yang tidak memenuhi syarat-syarat diatas dan tidak diamalkan. Jumlah keseluruhan qira’ah-qira’ah yang ada yaitu 14 qira’ah.

Berikut adalah sedikit penjelasan tentang epuluh qira'ah yang diterima dan diakui tersebut :

Pertama : Qira’ah yang disepakati bahwa riwayatnya kuat dan mutawatir. Yang telah disepakati dalam masalah ini yaitu 7 qira’ah yang dikenal sebagai al Qirâ-ât as Sab’. Ketujuh qira’ah tersebut adalah yang dinisbatkan kepada para imam berikut,
  1. Nafi', yaitu Nafi' bin Abdirrahman bin Abi Nu’aim al-Laitsi (w. 169 H), imam penduduk Madinah. Ia mengambil qira’ah dari Abu Ja’far al-Qârri, dari 70 orang ahli Madinah. Dan dari Nafi', qira'ahnya diambil oleh Qâlûn (Isa bin Minâ bin Wardan al-Madani, wafat tahun 220 H) dan Warasy (Utsman bin Sa'id bin Abdullah al-Mishri, imam ahli qira'ah Mesir di masanya, wafat tahun 197 H)
  2. Ibnu Katsir, yaitu Abdullah bin Katsir ad-Dâri al-Makki (w. 120 H), imam para qurra’ (penghafal al-Quran) di Makkah. Ia mengambil bacaannya dari al-Mughirah bin Syihab dari Utsman bin ‘Affan.
  3. Abu 'Amr bin al-Alâ', Zabban bin al-'Ala' bin 'Ammar at-Tamimi al-Bashri (w. 154 H), imam dalam bahasa dan adab dan juga salah seorang imam qira'ah sab'ah. Ia meriwayatkan bacaannya dari Mujahid dan Sa’id bin Jubair (keduanya murid Ibnu Abbas)
  4. Ibnu ‘Amir (Abdullah bin ‘Amir al-Yahshabi, Abu Imran, wafat tahun 118 H), imam para qurra’ di Syam. Bertahun-tahun ia mengimami kaum muslimin di al-Jami al-Umawi, Damaskus, dan Khalifah Umar bin Abdil Aziz bermakmum di belakangnya. Ia mengambil qira’ahnya dari al-Mughirah bin Syihab dari Utsman.
  5. ‘Ashim bin Abi an-Nujud al-Kufi al-Asadi (w. 127 H), yang mengambil qira’ah dari Ibnu Mas’ud, imam ahli qira'ah di Kufah. Darinya qira’ah itu diambil oleh Hafsh bin Sulaiman (qari' penduduk Kufah dan murid 'Ashim yang paling mengenal qira'ah 'Ashim, wafat 180 H), Syu'bah bin 'Ayyasy al-Asadi (193 H) dan lainnya.
  6. Hamzah bin Habib al-Kufi (w. 156 H). Ia sempat menjumpai masa kehidupan beberapa shahabat, dan barangkali saja ia pernah melihat mereka. Diantara tokoh yang mengambil qira'ah darinya adalah Khallad bin Khalid asy-Syaibani (seorang yang tsiqah dan imam dalam qira'ah dan) dan Khalaf bin Hisyam al-Asadi al-Baghdadi (w. 229 H) yang mengambil qira'ah dari Salim bin Isa dan Abdurrahman bin Hammad, dari Hamzah. Khalaf telah memilih untuk dirinya sebuah qira'ah yang ia riwayatkan secara tersendiri, sehingga ia dianggap bagian dari sepuluh qira'ah yang diakui.
  7. Al-Kisa’i, yaitu Ali bin Hamzah al-Kisa’i an-Nahwi al-Kufi (w. 189 H), imam dalam bahasa dan nahwu, dan salah satu imam ahli qira'ah. Telah meriwayatkan darinya jumlah yang sangat banyak.
Kedua : Qira’ah yang diperselisihkan tentang status mutawatirnya, yaitu tiga qira’ah yang menyempurnakan qira’ah yang tujuh diatas menjadi sepuluh. Ketiganya adalah,
  1. Abu Ja’far al-Madani, Yazîd bin al-Qa’qâ’ al-Makhzumi al-Qârri (w. 130 H), imam ahli Madinah dalam qira'ah
  2. Ya’qub al-Bashri, Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq al-Hadhrami al-Bashri (w. 205 H), pakar qira'ah kota Bashrah
  3. Khalaf al-Baghdadi, Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab bin Khalaf (w. 229 H), yang telah disebutkan biografinya
Seperti yang telah dijelaskan, pendapat yang benar dan terpilih bahwa qira’ah-qira’ah ini juga mutawatir dan diamalkan. Para ulama ushul, para fuqaha' dan lain-lain telah bersepakat bahwa tidak ada qira'ah yang mutawatir yang lebih dari sepuluh qira'ah ini.

Kesimpulannya, tujuh qira'ah adalah mutawatir dengan kesepakatan para ulama, tiga qira'ah adalah qira'ah yang benar dan diterima menurut pendapat yang kuat dan terpilih, sementara empat bacaan yang selebihnya adalah qira'ah yang syâdzdzah menurut kesepakatan ulama. Keempat qira'ah itu adalah riwayat para imam berikut ini,
  1.  Muhammad bin Abdirrahman bin Muhaishin al-Makki (w. 123 H)
  2. Yahya bin al-Mubarak al-Yazidi (w. 202 H)
  3. Al-Hasan bin Abil Hasan Yasar al-Bashri (w. 115 H), dan
  4. Sulaiman bin Mihran al-A'masy al-Kufi (w. 148 H)
Wallahu a'lam.

0 tanggapan:

Posting Komentar