Sponsors

06 Desember 2015

Menuntut Ilmu Syar’i bagi Muslimah

Tidak diragukan bahwa ilmu penting bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan ilmu seorang muslim beribadah kepada Rabb-nya diatas kebenaran dan petunjuk yang diridhai Allah subhanahu wa ta’ala.

Namun, ilmu sangat luas dan bertingkat-tingkat. Seorang muslim, laki-laki maupun perempuan dituntut untuk mempelajari dan mengetahui ilmu yang dengannya dia bisa menegakkan agamanya, seperti persoalan thaharah, shalat, puasa dan sebagainya.

Sebagian ilmu terkadang tidak dibutuhkan kecuali di saat tertentu ketika muslim itu akan menunaikan kewajibannya, seperti ibadah haji.

Yang paling besar tanggungjawabnya terhadap persoalan menuntut ilmu dan mengajarkannya adalah kaum laki-laki, karena merekalah yang bertanggungjawab terhadap urusan keluarga perempuannya. Laki-laki juga lebih mudah keluar rumah untuk urusan penghidupan dan menuntut ilmu, tidak sebagaimana keadaan perempuan yang dituntut untuk berdiam di rumah karena tanggungjawabnya yang besar dalam rumah dan juga karena statusnya sebagai fitnah bagi kaum laki-laki. (Baca juga : Wanita adalah aurat)

Karenanya, bukanlah hal yang dianjurkan dalam Islam untuk secara sengaja mengeluarkan kaum wanita dari rumahnya untuk dakwah dan menuntut ilmu tanpa ada hajat yang memang “penting” untuk hal tersebut.

Setinggi-tingginya ilmu yang dimiliki seorang wanita, tanggungjawabnya terhadap rumah, suami dan anak-anaknya tidak mungkin diabaikan dengan dalih untuk menambah ilmu dan mengajarkan ilmu kepada sesama kaum wanita.

Ya, terkadang memang dibutuhkan beberapa orang wanita yang memiliki kompetensi dalam ilmu untuk sebuah hajat yang dibutuhkan komunitas wanita di masyarakat kita, tapi jika sampai secara sengaja memotivasi dan memobilisasi kaum muslimah keluar rumah untuk menuntut ilmu yang melebihi hajat yang diperlukan untuk menunaikan kewajiban, maka hal itu bukanlah sunnah para as-Salaf ash-Shalih. Apalagi jika para muslimah diharuskan hadir di majelis-majelisnya kaum laki-laki.

Katakanlah seandainya pun ada hijab yang membatasi antara dua jenis manusia tersebut, tapi fitnah wanita tidaklah hilang hanya karena adanya hijab itu. Mereka masih nampak dan mungkin saja bercampur saat diluar ruangan. Kami tidak ingkari jika itu dilakukan dalam momen tertentu, tapi jika dilakukan rutin pada setiap hari atau pekannya, sangat jelas hal itu akan membawa pada kemungkaran yang lain lagi.

Para ulama menyebutkan bolehnya seorang wanita hadir dalam shalat berjamaah jika keluarnya itu tidak mendatangkan fitnah untuk dirinya dan orang lain. (Lihat diantaranya perkataan Imam asy-Syaukani dalam Nail al-Authâr, III/140-141).

Dan berkata Imam Ibnul Jauzi rahimahullahu, “Sepantasnya seorang wanita tidak keluar rumah jika hal itu memungkinkan baginya. Andai ia selamat dalam persoalan dirinya (saat keluar rumah), belum tentu manusia akan selamat dari (fitnah)nya. Jika ia terpaksa harus keluar rumah, ia keluar dengan izin suami dalam penampilan yang sederhana, mengambil jalannya di tempat-tempat yang kosong bukan jalan-jalan besar dan pasar, menjaga agar suaranya tidak terdengar dan berjalan di pinggiran jalan bukan di tengah-tengahnya.” (Kitab Ahkâm an-Nisâ’, hal. 39).

Berikut adalah kutipan nasehat Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafidzhahullahu ketika beliau ditanya tentang para wanita membaca al-Quran secara berjamaah di masjid untuk pengajaran dan mengulang-ulangi hafalan; maka beliau menjawab, “Demi Allah, tidak diragukan bahwa wanita (berdiam) di rumah. Baik dalam urusan shalat atau mempelajari al-Quran. Diamnya mereka di rumah –tidak diragukan- bahwa itulah hukum asalnya. Adapun jika kita biasakan mereka keluar (dengan dalih) untuk mempelajari al-Quran, saya tidak tahu bagaimana hal itu?!… Yang seperti ini menjadikan mereka nantinya tidak akan peduli lagi untuk berdiam di rumah… Saya memandang bahwa pengajaran kaum wanita dilakukan di rumah, shalat mereka di rumah; itulah hukum asalnya dan lebih selamat untuk mereka… Sekarang ini, mereka (kaum laki-laki) membiarkan para wanitanya dan mengeluarkan mereka dari rumah-rumahnya,,, dengan kendaraan dan pergi (begitu saja)… Wanita suka keluar, datang dan pergi (sesuka hatinya)… Sekarang kalian telah membuka pintu kesempatan itu untuk mereka. Mereka akhirnya tidak terbiasa lagi dengan rumah. Tidak menginginkan (diam di) rumah. Dengan dalih bahwa mereka mau belajar… Saya tidak mengerti bagaimana itu (bisa terjadi)!… Saya memandang bahwa perkara ini selayaknya ditinggalkan, dan para wanita berdiam di rumah. Apa yang telah mereka pelajari telah mencukupi insyaallah, dan tidak ada hajatnya mereka berlebihan memperdalam ilmu di majelis ta’lim dan (sebagainya)…” (Rekaman fatwa dalam situs web Syaikh al-Fauzan, no. 8485, dinukil dari “Hukm Khurûj al-Mar’ah li ad-Da’wah” hal. 80).

Syaikh tentu saja tidak mengingkari pentingnya ilmu bagi kaum wanita. Yang beliau ingkari adalah ketika niat suci itu telah membawa kepada kebiasaan baru para wanita untuk suka keluar rumah dan tidak betah lagi berdiam dalam rumahnya. Cukuplah bagi seorang wanita memiliki ilmu syar’i yang dengannya ia melaksakanan kewajiban-kewajiban ibadahnya kepada Rabb-nya, dan selebihnya hendaknya ia beribadah kepada Allah dengan berdiam dalam rumah, melayani suami, mengurus urusan rumah dan anak-anaknya.

Mungkin akan ada yang mengatakan, “Kebutuhan telah sangat mendesak bagi para wanita untuk belajar dan mendakwahi kaum wanita, sementara berdiam di rumah tidak lagi mencukupi untuk kebutuhan tersebut. Kepada siapa kita akan meninggalkan kaum wanita untuk belajar agamanya? Apakah kita akan membiarkan mereka dalam kesyirikan? Apakah kita akan biarkan mereka dalam bid’ah? Apakah…?”

Kami jawab : Sungguh aneh! Bagaimana dahulu para wanita shahabiyat yang mulia itu belajar?! Bagaimana keadaan generasi wanita Islam sepanjang masa sebelum datangnya masa modern ini yang mengajarkan kebebasan bagi para wanita untuk keluar rumah?!

Orang yang beribadah kepada Allah diatas ilmu dan memahami sifat-sifatNya yang mulia akan meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Dia akan mengadakan untuk para wanita orang yang akan mengajarkan mereka dan mendatangkan kepada mereka ilmu, walaupun mereka berada di rumahnya! Dan itu sangat nampak di zaman sekarang. Ceramah dan pengajaran oleh para ulama senior dan para da’i bisa diikuti oleh para wanita dari rumahnya tanpa harus meninggalkan keluarganya. Adapun rekaman ceramah dan pelajaran agama dari para ulama dan para da’i begitu banyak tersebar dan mudah didapatkan. Saking banyaknya, seseorang tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan seluruhnya! Bahkan umurnya habis, ceramah dan pelajaran itu tidak bisa dia selesaikan!

Bukanlah termasuk kebenaran mencampakkan diri dan keluarga kepada kebinasaan dengan menyelisihi petunjuk para Salaf hanya demi untuk menyelamatkan orang lain!

Semoga Allah menjaga kita dari keburukan diri-diri kita sendiri.

Semua orang mungkin saja berniat baik dan ingin berbuat kebaikan. Tapi hendaknya setiap kita waspada agar jangan sampai dakwah kebaikan itu akan berujung pada keburukan baru yang tidak kita harapkan hanya karena karena kita selalu longgar dalam menerapkan aturan-aturan Allah atas nama niat baik, mashlahat dan kepentingan dakwah.

Wallahul musta’an.

0 tanggapan:

Posting Komentar