Sponsors

20 Maret 2016

Hadits Mu’an’an & Hadits Mu-annan

Telah dijelaskan enam jenis hadits mardûd yang disebabkan oleh saqth min al-isnâd (gugurnya perawi dari sanad), yaitu mu’allaq, mursal, mu’dhal, munqathi’, mudallas dan mursal khafiy. Namun terdapat jenis periwayatan yang diperselisihkan apakah dia masuk dalam jenis munqathi’ (sanad yang terputus) atau muttashil (sanad yang bersambung). Keduanya adalah al mu’an’an (المعنعن) dan al mu-annan (المؤنن).

1. Al Mu’an’an

Menurut istilah adalah perkataan seorang perawi,

فلان عن فلان

“Fulan dari fulan.”

Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah rahimahullahu (no. 1005), ia berkata,

حدثنا عثمان بن أبي شيبة، ثنا معاوية بن هشام، ثنا سفيان، عن أسامة بن زيد، عن عثمان بن عروة، عن عروة، عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن الله وملائكته يصلون على ميامن الصفوف

Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Hisyam, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Usamah bin Zaid, dari Utsman bin Urwah, dari Urwah, dari Aisyah ia berkata : Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk shaf-shaf yang kanan.”

Ulama berselisih apakah hadits mu’an’an termasuk hadits munqathi’ atau muttashil?

Pendapat yang paling benar yang merupakan pendapat jumhur ahli hadits, para fuqaha’ dan pakar ushul, hadits mu’an’an adalah hadits muttashil dengan beberapa syarat. Mereka bersepakat dalam dua syarat dan berselisih pada syarat yang selainnya.

Dua syarat yang mereka sepakati adalah,

1. Pelaku mu’an’an (al-mu’an’in) bukanlah seorang mudallis

2. Memungkinkan adanya perjumpaan antara satu dengan lainnya (yaitu antara pelaku mu’an’an dengan orang yang ia riwayatkan haditsnya secara ‘an’anah)

Mazhab Muslim dalam Shahihnya mencukupkan dengan dua syarat tersebut.

Adapun syarat-syarat tambahan yang diperselisihkan adalah,

a. Kepastian perjumpaan (tsubût al liqâ) antara pelaku mu’an’an dengan orang yang ia riwayatkan haditsnya secara ‘an’anah. Ini adalah mazhab Al-Bukhary, Ibnul Madini dan para ahli tahqiq dari kalangan muhadditsin

b. Lamanya masa persahabatan (thûl ash shuhbah). Ini adalah pendapat Abul Muzhaffar as-Sam’ani

c. Pengetahuannya tentang periwayatan dari orang yang ia riwayatkan secara ‘an’anah, dan ini adalah pendapat Abu ‘Amr ad-Dânî

2. Al Mu-annan

Yaitu perkataan seorang perawi,

حدثنا فلان أنَّ فلانًا قال

“Telah menceritakan kepada kami fulan, bahwa fulan berkata…”

Hukumnya

Imam Ahmad dan sebagian ulama berpendapat bahwa riwayat mu-annan adalah munqathi’ sampai nampak jelas bersambung sanad tersebut.

Sementara jumhur berpendapat bahwa (أنَّ) sama seperti (عن), dia adalah hadits muttashil dengan syarat-syarat yang sama disebutkan pada pembahasan al-mu’an’an.

Wallahu a’lam.

(dari kitab Taysîr Musthalah Al-Hadîts, Dr. Mahmud Ath-Thahhan)

0 tanggapan:

Posting Komentar