Sponsors

15 November 2011

Takdir Allah Adalah Rahasia Yang Tidak Diketahui Oleh Siapapun

Berkata Imam Abu Ja'far ath Thahawi rahimahullahu ketika menjelaskan tentang aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah tentang takdir :

"Asal dari takdir adalah merupakan sirr (rahasia) Allah pada makhluk-Nya. Tidak diketahui oleh para malaikat yang didekatkan, dan tidak pula oleh para nabi yang diutus.

Memperdalam dan melihat kepada persoalan takdir merupakan sarana menuju kepada kehinaan, jalan untuk terhalangi (dari kebaikan) dan tingkatan yang melampaui batasan. Maka berhati-hatilah dari perkara ini baik dalam penglihatan, pemikiran dan lintasan hati. Karena Allah Ta’ala telah melipat ilmu tentang takdir dari para hamba-Nya dan melarang mereka untuk mencari hakikatnya. Sebagaimana dalam firman-Nya :

لا يسأل عما يفعل و هم يسألون

'Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai'. (QS. Al Anbiyaa’ ayat 23)
Siapa yang bertanya : ‘Mengapa Dia melakukannya?’, maka sungguh dia telah menolak hukum al-Kitab, dan siapa yang berani menolak hukum al-Kitab maka dia termasuk dalam golongan orang-orang kafir".


 
Penjelasan :

Hukum asal dari takdir adalah merupakan rahasia Allah yang tidak Dia perlihatkan kepada siapa pun dari makhluk-Nya. Maka tidak dibenarkan untuk memperdalam pembahasan tentangnya atau berusaha untuk mencari hakikatnya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ;

و إذا ذكر القدر فأمسكوا

“Dan jika disebutkan tentang takdir, maka hendaklah kalian menahan diri”.

(Diriwayatkan oleh ath Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir, Abu Nu’aim dalam Hilyah al Auliya’ dari jalan Abu Wa-il dari Ibnu Mas’ud; diriwayatkan oleh Imam al Laalikaa-i dalam Syarh Ushuul al I’tiqaad dan Ibnu ‘Adi dalam al Kaamil dari jalan Abu Qilabah dari Ibnu Mas’ud; diriwayatkan juga oleh Ibnu Adi dalam al Kaamil dari jalan Atha’ dari Ibnu Umar; dan diriwayatkan oleh ath Thabrani dari jalan al Asy’ats dari Tsauban. Berkata al Albani dalam Silsilah al Ahaadits ash Shahiihah : “Hadits hasan lighairihi”)


Siapa yang berusaha untuk sampai kepada hakikat takdir, dia telah menempuh jalan kehinaan, terhalang dari kebaikan dan telah melampaui batas. Karena tidak ada yang mengetahui hakikat takdir kecuali Allah Ta’ala. Bagaimana pun seorang manusia memikirkan tentang hakikatnya, dia tidak akan sampai kepadanya.


Hanya saja, kita sebagai hamba wajib mengimani bahwa Allah Ta’ala mengetahui segala sesuatu, menuliskannya, menginginkannya dan mengadakannya. Inilah empat tingkatan takdir yang dengannya seseorang menyempurnakan keimanannya kepada takdir.

Wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati agar tidak berlebihan dalam memikirkan urusan takdir atau tunduk kepada was-was yang ada dalam hatinya. Hendaknya dia mengetahui bahwa Allah telah menutup ilmu tentang takdir tersebut dari para hamba-Nya dan melarang mereka untuk berusaha mencapai hakikatnya. Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al Anbiya' :

لا يسال عما يفعل و هم يسألون

Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai”.


Dan tidak boleh seorang hamba bertanya, “Mengapa Allah melakukan ini dan itu?”. Karena yang seperti ini adalah bentuk penolakan terhadap hukum al Quran dan merupakan bentuk kekufuran yang sangat nyata.

Adapun sekedar seseorang bertanya dan berusaha untuk mengetahui hikmah dari sebuah penetapan hukum syari’at, maka yang seperti ini tidaklah mengapa insyaallah.


_______________________

Sumber : 

Syarh al Aqiidah ath Thahaawiyyah al Muyassar, hal. 49-50, oleh Syaikh Dr. Muhammad bin Abdurrahman al Khumais.

0 tanggapan:

Posting Komentar