Pengakuan akan keberadaan, kekuasaan dan kemaha-sempurnaan Sang Pencipta (Tauhid Rubûbiyah) adalah perkara yang fitrah, yang dimiliki oleh setiap manusia. Tidaklah ingkar terhadap fitrah ini melainkan segolongan kecil dari manusia yang menyimpang pemikiran dan tabiatnya.
Fir’aun adalah salah satu makhluk yang paling terkenal dalam penyimpangan ini. Namun tidaklah dia menampakkan sikap ganjil tersebut melainkan semata-mata karena kesombongan. Hal demikian telah dinyatakan Allah lewat firman-Nya :
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya”. [terjemah QS. An Naml : 14]
Fir’aun sangat mengetahui keberadaan Allah. Terbukti dari pernyataan yang keluar dari lisannya yang penuh kedustaan dan kesombongan;
“Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkan untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”. [terjemah QS. Al Qashash : 28]
Demikianlah perintah itu keluar dari lisannya… Perintah untuk membuat bangunan yang tinggi hingga ke langit agar dia bisa melihat Tuhannya Musa ‘alaihissalam. Lantas, siapakah yang mengabarinya, bahwa Allah yang dia ingkari itu berada di langit?!... Sungguh, inilah sebuah pengakuan… Tetapi kesombongan adalah awan kelam yang akan menghalangi siapa saja dari cahaya sang mentari. Karena itu, Musa berkata kepada Fir’aun (artinya);
“Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa”. [QS. Al Isra’ : 102]
Namun, sekali lagi, kesombongan adalah penyakit yang sungguh sangat mematikan. Bila seseorang telah terjangkit oleh penyakit ini, lantas dia biarkan dan tidak segera diobati, maka Allah mengatakan ;
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau kamu tidak beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka pun ditutup, dan bagi mereka siksa yang amat berat”. [terjemah QS. Al Baqarah; 6-7]
Inilah penyakit kronis yang telah menggerogoti hati sang Fir’aun dahulu dan fir’aun-fir’aun saat ini. Penyakit yang telah membuat hati sang penguasa itu mati dan tidak lagi mampu melihat kebenaran.
Maka untuk menegaskan hal ini, simaklah percakapan sang penguasa itu dengan nabiyullah Musa ‘alaihissalam yang dituangkan Allah lewat firman-Nya dalam surat Asy-Syu’araa’, ayat 23-51 (terjemahan; yang dalam tanda […] bukan ayat Al Quran. Harap dipahami!);
Fir’aun bertanya, “Siapakah Tuhan semesta alam itu?”
Musa menjawab, “Tuhan Pencipta langit dan bumi serta segala apa yang ada diantara keduanya. (Itulah Tuhan-mu), jika kalian mempercayai-Nya”.
Berkata Fir’aun (dengan sombong dan penuh kecongkakan) kepada orang-orang di sekelilingnya, “Tidakkah kalian mendengarkan secara seksama pernyataannya (bahwa ada Tuhan selain aku)?!”
[Ketika tidak mampu memberi argumentasi yang logis … (Red)];
Fir’aun berkata, “Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang yang gila!!”
[Seolah tidak peduli dengan ocehan Fir’aun…];
Musa berkata, “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada diantara keduanya; (itulah Tuhan-mu) jika kamu mempergunakan akal”.
[Dengan amarah yang meluap, Fir’aun pun menggunakan ancaman…]
Fir’aun berkata, “Sungguh, jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan!”
Musa berkata, “Apakah (kamu akan tetap melakukan itu) kendati pun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?”
Fir’aun berkata, “Datangkan (keterangan) yang nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar”.
Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. Kemudian dia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya.
Fir’aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada di sekelilingnya, “Sesungguhnya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai”.
[Dengan nada provokasi, Fir’aun melanjutkan perkataannya…]; “Dia (Musa ‘alaihissalam) hendak mengusir kamu dari negerimu sendiri dengan sihirnya; karena itu, bagaimana pendapat kalian?”
[Terpancing dengan provokasi tersebut…]
Mereka menjawab, “Tundalah (urusan) dia dan saudaranya dan kirimkanlah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (ahli sihir)”… Lalu dikumpulkan ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari yang maklum.
[Yaitu di waktu pagi di hari yang dirayakan]
Dan dikatakan kepada orang banyak, “Berkumpullah kamu sekalian, semoga kita mengikuti ahli-ahli sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang”.
[Mereka sangat mengharapkan benar-benar ahli sihir itulah yang akan menang, sehingga manusia tidak lagi percaya kepada Musa ‘alaihissalam dan ajaran tauhid yang dibawanya]
Maka tatkala ahli-ahli sihir itu datang, mereka bertanya kepada Fir’aun, “Apakah kami sungguh-sungguh mendapat upah yang besar jika kami adalah orang-orang yang menang?”
[Dengan iming-iming keduniaan, Fir’aun memberikan dorongan moril…]
Fir’aun menjawab, “Ya, kalau kamu sekalian menang, sesungguhnya kalian benar-benar akan menjadi orang yang didekatkan (kepadaku)”.
[Maka dimulailah acara tersebut…]
Berkatalah Musa kepada mereka, “Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan!”
Lalu mereka melemparkan tali temali dan tongkat-tongkat mereka dan berkata, “Demi kekuasaan Fir’aun, sesungguhnya kami benar-benar akan menang”.
Kemudian Musa melemparkan tongkatnya, maka tiba-tiba tongkat (yang menjadi ular nyata itu) menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu…
Lantas apa yang terjadi selanjutnya sungguh membuat hati bertambah yakin akan dampak yang sangat negatif dari sikap sombong manakala telah menggerogoti hati seseorang. Simaklah perbedaan yang begitu mencolok antara orang-orang yang benar dalam fitrahnya dengan orang-orang yang telah terkotori fitrahnya itu dengan kesombongan. Allah Ta’ala berfirman tentang ahli-ahli Sihir Fir’aun setelah mereka menyadari kekalahan dan kebenaran mukjizat Musa ‘alaihissalam (artinya) :
Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir itu sambil bersujud (kepada Allah). Mereka berkata, “Kami beriman kepada Rabb semesta alam, (yaitu) Rabb Musa dan Harun…”
Demikianlah keimanan (fitrah) itu kembali merekah dengan ilmu dan kerendahan hati setelah sekian lama terkatup dalam lembar kebodohan. Tetapi bagaimanakah dengan reaksi sang penguasa yang sombong itu? Marilah kita simak perkataan Allah selanjutnya (artinya);
Fir’aun berkata, “Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui (akibat perbuatanmu). Sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilangan, dan aku akan menyalibmu semuanya!!”
Akan tetapi, manakala keimanan telah bersemi dan menjadi kokoh, maka ia ibarat sebuah pohon besar, akarnya menghunjam kuat ke dalam tanah dan rantingnya tinggi menjulang ke angkasa, tidak tergoyahkan meski badai datang menghantam. Hal inilah yang ditunjukkan oleh para penyihir yang telah beriman itu, menanggapi ancaman dari sang penguasa yang sombong. Allah Ta’ala berfirman (artinya);
Mereka berkata, “Tidak ada kemudharatan (bagi kami); sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Sesungguhnya kami amat menginginkan bahwa Rabb kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami adalah orang-orang yang pertama-tama beriman”.
Pengakuan akan keberadaan, kekuasaan dan kemaha sempurnaan Sang Pencipta (tauhid rubûbiyyah) –sekali lagi- adalah perkara yang fitrah, yang dimiliki setiap manusia. Tidaklah fitrah ini diingkari kecuali oleh segolongan kecil manusia yang memiliki kelainan dalam sifat dan tabiatnya. Fitrah itulah yang nantinya akan membawa kepada kesadaran bahwa hanya Dia-lah satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah dan diibadahi dalam segala bentuk peribadatan (tauhid ulûhiyyah).
Semoga Allah menjadikan kita kaum muslimin termasuk ke dalam golongan orang-orang yang terjaga fitrahnya, dan semoga Dia melindungi kita dari sikap sombong, sikap Iblis, sikap Fir’aun dan orang-orang yang semisalnya.
(Sumber : Majalah al Bashirah, Makassar, edisi 06 th. II/ Shafar 1426, dengan sedikit perubahan)