Sebagian orang telah menisbatkan kepada al Imam Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at Tamimy rahimahullah (1115-1206) bahwa beliau mengkafirkan secara ta’yin orang-orang yang melakukan kemusyrikan tanpa memberikan uzur terhadap mereka. Berikut ini adalah sebagian kutipan perkataan Syaikh yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang salafy yang tidak mudah mengkafirkan kaum muslimin.
Beliau pernah ditanya : Diatas landasan apa ia berperang (melawan pelaku kemusyrikan)? Dan diatas landasan apa ia mengkafirkan seseorang?
Beliau menjawab :
“Rukun Islam ada lima perkara. Yang pertama adalah syahadatain, kemudian rukun-rukun yang empat. Rukun yang empat ini, jika diimani seorang muslim dan dia meninggalkannya karena kelalaian, maka kami, walaupun kami memeranginya karena perbuatannya tersebut, tapi kami tidak mengkafirkannya karena meninggalkannya. Dan para ulama telah berselisih tentang kekafiran orang yang meninggalkan rukun-rukun tersebut karena kemalasan tanpa pembangkangan (terhadap kewajibannya). Maka kami tidak mengkafirkan kecuali apa yang telah disepakati para ulama seluruhnya, yaitu syahadatain. Begitu juga, kami kafirkan dia setelah ta’rif (pemberitahuan/ penyampaian hujjah) …”.
Beliau juga berkata :”Adapun kebohongan dan kedustaan, seperti perkataan mereka : bahwa kami mengkafirkan secara umum, mewajibkan hijrah kepada kami orang yang mampu untuk menampakkan syiar agamanya, dan kami mengkafirkan orang yang tidak mengkafirkan, dan orang yang tidak mau berperang, dan lain-lain yang sepertinya masih banyak lagi; maka semuanya adalah kebohongan dan kedustaan, yang mereka maksudkan untuk menghalangi manusia dari agama Allah dan rasul-Nya.
Jika saja kami tidak mengkafirkan orang yang menyembah berhala yang berada diatas kubur Abdul Qadir (al Jaelany), berhala yang berada diatas kubur Ahmad al Badawy, dan yang semisal keduanya, dikarenakan kejahilan mereka, dan tidak adanya orang yang memperingatkan mereka; maka bagaimana kami akan mengkafirkan orang yang tidak mempersekutukan Allah jika dia tidak berhijrah kepada kami, atau tidak ikut mengkafirkan dan berperang?! Subhaanaka, haadzaa buhtaanun ‘adzhiim! (Maha Suci Engkau ya Allah, sungguh ini adalah kedustaan yang besar! –kutipan QS. 24:16)”. [ad Durar as Sunniyyah, I/ 66]
Syaikh juga pernah mengatakan :”Maka bagaimanakah pendapat terhadap orang yang menulis dalil? Dan mengetahui perkataan para imam yang dijadikan teladan? Kemudian terus berada dalam keadaannya tersebut –yaitu dengan ucapannya : Wahai Rasulullah, aku memohon kepadamu syafa’at!- sampai dia meninggal dunia? Aku katakan : Tidak ada halangan untuk kami memberikan uzur terhadap orang yang disebutkan. Tidak juga kami katakan bahwa dia kafir, bahkan tidak juga dalam pembahasan yang telah lalu bahwa dia bersalah, walaupun dia terus berada dalam kesalahannya. Karena tidak adanya orang yang mengingatkan tentang masalah ini pada masanya tersebut, baik dengan lisan, pedang dan tombaknya. Hujjah belum tegak atas dirinya, dan tidak jelas baginya dalil…”. [ad Durar as Sunniyyah, I/ 235, 236]
Beliau berkata :”Adapun apa yang disebutkan musuh bahwasannya aku mengkafirkan dengan persangkaan, mengkafirkan dengan wala’, atau aku mengkafirkan orang jahil yang belum tegak atasnya hujjah, maka ini adalah kedustaan yang besar. Mereka ingin membuat manusia lari dari agama Allah dan rasul-Nya”. [Majmuu’ Muallafaat as Syaikh, V/ 25]
Dalam jawabannya terhadap Ibnu Shayyah – ketika ia meminta penjelasan tentang sikap Syaikh dalam perkara-perkara yang dinisbatkan kepadanya -, Syaikh rahimahullah berkata :
“Diantaranya : menyebarkan kebohongan dengan sesuatu yang seorang berakal pun akan malu untuk menceritakannya, apalagi sampai mengada-adakannya. Diantaranya apa yang kalian sebutkan bahwa aku mengkafirkan seluruh manusia kecuali orang yang mengikutiku, dan aku mengklaim bahwa pernikahan mereka tidak sah. Sungguh aneh sekali! Bagaimana mungkin hal ini masuk dalam akal seorang yang berakal?! Apakah pantas seorang muslim mengatakan yang seperti ini?! Aku berlepas diri kepada Allah dari perkataan seperti ini, perkataan yang tidak keluar kecuali dari orang yang rusak akalnya, dan tidak memiliki pengetahuan. Semoga Allah menghancurkan para pemburu kebatilan!!”. [ad Durar as Sunniyyah, I/ 80]
2 tanggapan:
Jika saja kami tidak mengkafirkan orang yang menyembah berhala yang berada diatas kubur Abdul Qadir (al Jaelany), berhala yang berada diatas kubur Ahmad al Badawy, dan yang semisal keduanya, dikarenakan kejahilan mereka, dan tidak adanya orang yang memperingatkan mereka; maka bagaimana kami akan mengkafirkan orang yang tidak mempersekutukan Allah jika dia tidak berhijrah kepada kami, atau tidak ikut mengkafirkan dan berperang?! Subhaanaka, haadzaa buhtaanun ‘adzhiim! (Maha Suci Engkau ya Allah, sungguh ini adalah kedustaan yang besar! –kutipan QS. 24:16)”. [ad Durar as Sunniyyah, I/ 66]
_______________________________________________________
Berhala model apa yang dibangun diatas kuburan tersebut?? boleh dijelaskan lebih detail??? masak ada berhala diatas kuburan para Ulama?? bilang saja yang dimaksud adalah orang-orang muslim yang gemar tabarruk.. mereka semua Kafir! Naudubillah.. Kitab yang aneh bin ajaib, pembacanya juga aneh bin ajaib... (ad Durar as Sunniyyah)..
@ Sayap Kanan; Mengherankan orang yang punya pemikiran seperti antum tidak kenal dengan Kitab ad-Durar as-Sunniyyah. Kalangan takfiriyyin paling suka merujuk ke kitab ini untuk menukil sepotong-potong perkataan Syaikh Muhammad dan menafsirkannya sesuai kepentingan dan kebutuhannya..
Berhala yang dimaksud Syaikh itu adalah bangunan kubah-kubah makam dan yang semacamnya dan dijadikan semacam "ka'bah" yang disembah oleh quburiyyun. Perbuatan seperti itu jelas masuk dalam kategori kekufuran, tapi Syaikh masih memberikan uzur dengan tidak sampainya ilmu kepada mereka dan tidak adanya orang yang mendakwahi mereka.
Alhamdulillah, tidak ada ruginya mmemberikan uzur kepada sesama muslim, daripada hanya sibuk mengkafirkan tapi tidak ada usaha nyata untuk memperbaiki keadaan umat dengan mendakwahi mereka kepada tauhid dan mempersembahkan ibadah hanya untuk Allah saja.
Katakanlah kalau memang mereka itu kafir, apakah saudara berbahagia dengan kekafiran mereka? Cukupkah vonis kafir dijatuhkan kepada orang-orang awam tersebut dan kemudian Saudara hanya sibuk mengkafirkan para penguasa kaum muslimin tanpa ada usaha nyata memahamkan mereka tentang hakikat penghambaan yang sebenarnya?
Semoga Saudara bisa belajar dari sirah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang berdakwah di Mekkah selama 13 tahun tanpa harus sibuk meributkan perkara-perkara kekuasaan sebelum datang saatnya dan sebelum aqidah dan tauhid dasar itu tertanam baik dalam jiwa-jiwa kaum muslimin.. Wallahul musta'an..
Posting Komentar