FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 3 Tahun 2004
Tentang
TERORISME
Majelis Ulama Indonesia, setelah:
Menimbang :
a. Bahwa tindakan terorisme dengan berbagai bentuknya yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa negara, termasuk Indonesia, telah menimbulkan kerugian harta dan jiwa serta rasa tidak aman di kalangan masyarakat;
b. Bahwa terhadap tindakan terorisme terjadi beberapa persepsi: sebagian menganggapnya sebagai ajaran agama Islam dan karena itu, ajaran agama Islam dan umat Islam harus diwaspadai; sedang sebagian yang lain menganggapnya sebagai jihad yang diajarkan oleh Islam; dan karenanya harus dilaksanakan walaupun harus dengan menanggung resiko terhadap harta dan jiwa sendiri maupun orang lain;
c. Bahwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa seIndonesia pada tanggal 22 Syawwal 1424 H./16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang Terorisme;
d. Bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang Terorisme untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
Nomor 3 Tahun 2004
Tentang
TERORISME
Majelis Ulama Indonesia, setelah:
Menimbang :
a. Bahwa tindakan terorisme dengan berbagai bentuknya yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa negara, termasuk Indonesia, telah menimbulkan kerugian harta dan jiwa serta rasa tidak aman di kalangan masyarakat;
b. Bahwa terhadap tindakan terorisme terjadi beberapa persepsi: sebagian menganggapnya sebagai ajaran agama Islam dan karena itu, ajaran agama Islam dan umat Islam harus diwaspadai; sedang sebagian yang lain menganggapnya sebagai jihad yang diajarkan oleh Islam; dan karenanya harus dilaksanakan walaupun harus dengan menanggung resiko terhadap harta dan jiwa sendiri maupun orang lain;
c. Bahwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa seIndonesia pada tanggal 22 Syawwal 1424 H./16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang Terorisme;
d. Bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang Terorisme untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
1. Firman Allah Subhanahu wa ta’ala antara lain:
"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu kehinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksa yang pedih". (QS. Al-Maidah [5] : 33)
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, 'Tuhan kami hanyalah Allah'." (QS. Al-Hajj [22] : 39-40)
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggup dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya". (QS. Al-Anfal [8] : 60)
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepada kamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar dan dianiaya maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah". (QS. an Nisa' [4] : 29-30)
"Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya…" (QS. Al-Maidah [5] : 32)
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan…" (QS, al Baqarah [2]: 195)
2. Hadits-hadits Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam:
“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti orang muslim lainnya” (HR. Abu Dawud)
“Barangsiapa mengacungkan senjata tajam kepada saudaranya (muslim), maka Malaikat akan melaknatnya sehingga ia berhenti” (HR. Muslim)
“Barangsiapa yang menjatuhkan diri dari sebuah gunung lalu ia terbunuh maka ia akan masuk neraka dalam keadaan terhempas di dalamnya, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya” (HR. Bukhari dan Muslim dari al-Dhahhak)
3. Qaidah Fiqhiyah :
“Dharar yang bersifat khusus harus ditanggung untuk menghindarkan dharar yang bersifat umum (lebih luas)”
“Apabila terdapat dua mafsadat yang saling bertentangan maka harus diperhatikan salah satunya dengan mengambil dharar yang lebih ringan”.
Memperhatikan :
1. Terorisme telah memenuhi unsur tindak pidana (jarimah) hirabah dalam khazanah fiqih Islam. Para fuqaha mendefinisikan al-Muharib (pelaku hirabah) dengan :
“Orang yang mengangkat senjata melawan orang banyak dan menakut-nakuti mereka (menimbulkan rasa takut di kalangan masyarakat)”
2. Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Terorisme, tanggal 22 Syawwal 1424/16 Desember 2003.
3. Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 05 Dzulhijjah 1424/24 Januari 2004.
Dengan memohon ridha Allah subhanahu wa ta’ala
Memutuskan
Menetapkan : Fatwa tentang Terorisme
Pertama : Ketentuan Umum :
Pengertian Terorisme dan Perbedaannya dengan Jihad
1. Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized), bersifat trans-nasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskriminatif).
2. Jihad mengandung dua pengertian :
a. Segala upaya dan usaha sekuat tenaga serta kesediaan menanggung segala kesulitan di dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam pengertian ini juga disebut al-qital atau al-harb.
b. Segala upaya yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laa-i kalimaatillaah)
3. Perbedaan antara Terorisme dengan Jihad
a. Terorisme :
1) Sifatnya merusak (ifsad) dan anarkhis/chaos (faudha).
2) Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan/atau menghancurkan pihak lain.
3) Dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
b. Jihad :
1) Sifatnya melakukan perbaikan (ishlah) sekalipun dengan cara peperangan.
2) Tujuannya menegakkan agama Allah dan /atau membela hak-hak pihak yang terzhalimi.
3) Dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh Syariat dengan sasaran musuh yang sudah jelas.
Kedua : Hukum melakukan Teror dan Jihad
1. Hukum melakukan teror adalah haram, baik dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun negara.
2. Hukum melakukan jihad adalah wajib.
Ketiga : Bom Bunuh Diri dan ‘Amaliyah al-Istisyhad
1. Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri sementara pelaku ‘amaliyah al-istisyhad mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah sedangkan pelaku ‘amaliyah al-Istisyhad adalah manusia yang seluruh cita-citanya tertuju untuk mencari rahmat dan keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah satu bentuk tindakan keputus-asaan (al-ya’su) dan mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs), baik dilakukan di daerah damai (dar al-shulh/dar al-salam/dar al-dakwah) maupun di daerah perang (dar al-harb)
3. ‘Amaliyah al-Istisyhad (tindakan mencari kesyahidan) dibolehkan karena merupakan bagian dari jihad bin-nafsi yang dilakukan di daerah perang (dar al-harb) atau dalam keadaan perang dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut (irhab) dan kerugian yang lebih besar di pihak musuh Islam, termasuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri. ‘Amaliyah al-Istisyhad berbeda dengan bunuh diri.
Ditetapkan : Jakarta, 5 Dzulhijjah 1424/24 Januari 2004
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
KH. Ma’ruf Amin (Ketua)
Drs. Hasanuddin, M.Ag (Sekretaris)
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
Dr. KH. M.A. Sahal Mahfudh (Ketua)
Drs. H.M. Ikhwan Sam (Sekretaris Umum)
0 tanggapan:
Posting Komentar