29 Juli 2014
Puasa Syawwal dan Keutamaannya
Disunnahkan untuk berpuasa enam hari di
bulan Syawwal selepas puasa Ramadhan dan tidak disyaratkan untuk
dilakukan secara berurutan selama enam hari. Puasa ini disunnahkan
karena pahalanya dengan puasa Ramadhan sama seperti puasa sepanjang
tahun.
Diriwayatkan dari Abu Ayyub al Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من صام رمضان ثم أتبعه
ستًا من شوال كان كصيام الدهر
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan
dan diikuti dengan (puasa) enam hari di bulan Syawwal, maka itu seperti
shiyaam ad dahr (puasa sepanjang tahun)”. (HR. Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasa’i dalam al Kubra dan Ibnu Majah)
Yang demikian karena setiap kebaikan
bernilai sepuluh kali lipatnya. Puasa Ramadhan (30 hari) setara dengan
sepuluh bulan (300 hari) dan puasa enam hari Syawwal setara dengan dua
bulan (60 hari, yang totalnya 360 hari penanggalan bulan).
Dalam hadits Tsauban radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من صام رمضان فشهر
بعشرة أشهرٍ وصيام ستةِ أيامٍ بعد الفطر فذلك تمام صيام السنة
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan
-sebulan setara dengan sepuluh bulan-, dan berpuasa enam hari setelah
Idul Fitri, maka itu adalah puasa selama setahun penuh”. (HR. Ahmad, an Nasa’i dalam al Kubra dan Ibnu Majah)
- Orang yang Belum Mengqadha’ Puasa Ramadhan, Apakah Boleh baginya Berpuasa Enam Hari Syawwal?
Yang nampak dari hadits Abu Ayyub yang
disebutkan diatas, keutamaan pahala puasa setahun penuh syaratnya adalah
puasa Ramadhan dan diikuti dengan enam hari dari bulan Syawwal. Karena
itu tidak boleh mendahulukan puasa yang enam hari tersebut atas qadha’
puasa Ramadhan. Demikian yang disebutkan oleh Yang Mulia Syaikh Muhammad
bin Shalih al Utsaimin rahimahullahu dalam kitab Syarhul Mumti’ (VI/ 448).
Kecuali kalau kita katakan bahwa sabda beliau : “Kemudian diikuti dengan puasa enam hari”
adalah penyebutan secara umum, maka saat itu boleh berpuasa enam hari
di bulan Syawwal sebelum mengqadha’ puasa Ramadhan terutama bagi orang
yang sulit untuk berpuasa enam hari Syawwal jika dia mendahulukan qadha’
Ramadhan. Pendapat ini memiliki kemungkinan dalam makna hadits Tsauban
yang disebutkan secara mutlak, wallahu a’lam.
(Sumber : Shahîh Fiqh as Sunnah wa Adillatuh wa Taudhîh Madzâhib al A-immah, Abu Mâlik Kamâl as Sayyid Sâlim)
22 Juli 2014
Kewajiban Zakat Tidak Berkait dengan Bulan Ramadhan
Kapankah zakat menjadi wajib? Kapan waktu wajibnya dan siapa yang berhak menerimanya?
Dijawab oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu asy-Syaikh hafidzhahullahu, Mufti Kerajaan Saudi saat ini :
Zakat mal menjadi wajib jika seorang muslim telah memiliki nishabnya dan terpenuhi masa setahun (haul), dan pemiliknya adalah seorang yang merdeka.
Kadar nishabnya adalah 20 mitsqal untuk emas, yaitu mendekati nilai 92 gram. Dan nishab perak adalah 200 dirham, yaitu mendekati 56 Riyal Saudi. Kapan seseorang itu memiliki nishab dan telah genap setahun dari kepemilikannya terhadap barang tersebut, maka wajiblah zakat, yaitu 1/40. Misalkan dalam 100 Riyal, wajib 2,5 Riyal. Dalam 1000 Riyal, wajib 25 Riyal. Demikian seterusnya.
Waktu wajibnya adalah sesuai dengan kepemilikan nishab. Jika dia memilikinya nishabnya di bulan Muharram maka dia wajib mengeluarkan zakatnya pada bulan yang sama di tahun berikutnya, dan seterusnya.
Kewajiban zakat ini tidak berkait dengan Ramadhan. Kaum muslimin bersemangat mengeluarkan zakat malnya di bulan Ramadhan semata-mata karena ganjaran pahala yang berlipat di bulan itu. Namun siapa yang telah sempurna (hitungan) tahun zakatnya diluar bulan Ramadhan, dia wajib mengeluarkannya saat itu dan tidak menundanya sampai ke bulan Ramadhan. Jika dia menyegerakannya sebelum genap haulnya agar bertepatan dengan bulan Ramadhan, maka hal itu tidak mengapa insyaallahu.
Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat, merekalah yang disebutkan dalam firman Allah Ta'ala,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً
مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah ayat 60).
(www.alifta.net)
17 Juli 2014
Memulai Puasa dalam Keadaan Junub
Dibolehkan bagi seorang muslim memasuki waktu puasanya dengan terbitnya fajar kedua sementara ia dalam keadaan junub.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menggauli istrinya pada malam hari, dan terkadang masuk waktu fajar sementara beliau dalam keadaan junub dan belum sempat mandi. Beliau tetap berpuasa dan kemudian mandi setelah terbitnya fajar.
Diriwayatkan dari Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu 'anhuma bahwa
أن النبيّ صلى الله عليه وسلم كان يصبح جنبًا من جماعٍ ثم يغتسل ويصوم
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dahulu berpagi-pagi dalam keadaan junub karena bersetubuh, kemudian beliau mandi dan berpuasa." (Hadits muttafaq 'alaihi)
Dalam Shahih Muslim dari haditsnya Ummu Salamah :
ولا يقضي
"Dan beliau tidak mengqadha."
Hukum ini berlaku umum baik di bulan Ramadhan maupun diluar bulan Ramadhan.
Ini adalah mazhab jumhur ulama dan termasuk para imam yang empat, rahimahumullahu.
13 Juli 2014
Hukum Darah yang Keluar Sebelum Melahirkan
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullahu ditanya :
Seorang
wanita yang berada di bulan kedelapan dari masa kehamilannya, dan
kebetulan saat itu masuk bulan Ramadhan. Telah keluar darah darinya
sebelum dia melahirkan janinnya, dan janin itu lahir setelah 14 hari
berlalu dari bulan Ramadhan melalui operasi caesar. Apakah dia harus
mengqadha’ hari-hari yang keluar darahnya itu atau tidak, walaupun
sebenarnya dia puasa pada saat itu?
Jawab :
Tidak ada
kewajiban qadha’ atasnya di hari-hari yang dia berpuasa padanya sebelum
melahirkan janinnya, karena darah itu bukan darah nifas dan bukan pula
darah haid. Darah itu dan yang sepertinya disebut oleh para ulama
sebagai darah rusak (dam fasâd). Karena apa yang tidak bisa disebut sebagai haid atau nifas maka darah itu itu adalah darah rusak atau istihadhah.
Sumber : Fatâwâ fî Ahkâm ash Shiyâm
06 Juli 2014
Kapan Seorang Wanita Memulai Puasanya Selepas Haid?
Masa haidh saya berkisar antara tujuh sampai delapan hari. Kadangkala
pada hari ke tujuh saya tidak lagi mendapati darah haidh dan tidak pula
saya lihat tanda-tanda telah suci (dari haidh). Bagaimanakah hukumnya
berkaitan dengan shalat, puasa dan hubungan suami istri?
Jawab :
Janganlah terburu-buru menyatakan suci hingga saudari melihat lendir berwarna putih yang sudah dimaklumi kaum wanita sebagai tanda telah suci (dari haidh). Berhentinya darah bukan merupakan tanda telah suci, akan tetapi harus dengan melihat adanya tanda-tanda suci dan telah berakhirnya masa haidh yang biasa dijalani.
Dikutip dari Majmu' Fatawa Syaikh Bin Baz rahimahullahu.
(islamqa.info)
Jawab :
Janganlah terburu-buru menyatakan suci hingga saudari melihat lendir berwarna putih yang sudah dimaklumi kaum wanita sebagai tanda telah suci (dari haidh). Berhentinya darah bukan merupakan tanda telah suci, akan tetapi harus dengan melihat adanya tanda-tanda suci dan telah berakhirnya masa haidh yang biasa dijalani.
Dikutip dari Majmu' Fatawa Syaikh Bin Baz rahimahullahu.
(islamqa.info)