Berdasarkan atas kondisi darurat yang dibutuhkan dalam pembedahan jasad
orang yang telah meninggal dunia dan konsekuensi dari hal tersebut
adalah maslahat yang dibangun diatas mafsadat rusaknya kehormatan
seorang manusia yang telah meninggal dunia, maka Majelis al-Majma’ al-Fiqhi di bawah naungan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami (Liga Muslim se-dunia) menetapkan hal-hal berikut :
Pertama : Pembedahan jasad mayat dibolehkan untuk salah satu dari tujuan-tujuan berikut ini:
- Proses otopsi dalam perkara pidana untuk mengetahui sebab-sebab kematian atau kejahatan yang dilakukan ketika hakim memiliki masalah untuk mengetahui sebab-sebab kematian dan otopsi merupakan jalan untuk mengetahui perkara tersebut.
- Untuk mengenali penyakit yang dengan pembedahan itu bisa dilakukan tindakan pencegahan atau pengobatan yang semestinya terhadap penyakit tersebut.
- Studi kedokteran sebagaimana yang ada di fakultas-fakultas kedokteran.
Kedua : Dalam pembedahan untuk kepentingan pembelajaran maka wajib diperhatikan aturan-aturan berikut :
- Jika jasad tersebut adalah milik orang yang dikenali (memiliki identitas) maka disyaratkan bahwa orang tersebut telah memberi izin pembedahan jasadnya sebelum kematiannya, atau diizinkan oleh ahli warisnya setelah kematiannya. Dan tidak dibenarkan pembedahan terhadap jasad orang yang ma’shum (terpelihara) darahnya (dalam pandangan Syari’at) kecuali untuk sebuah kondisi darurat.
- Dalam pembedahan, wajib membatasinya pada hal yang diperlukan agar jangan sampai membawa pada tindakan pelecehan terhadap jasad orang yang telah meninggal.
- Jasad seorang wanita tidak boleh ditangani pembedahannya selain dokter-dokter wanita kecuali jika mereka tidak didapatkan.
Ketiga : Dalam semua kasus diatas, wajib menguburkan bagian-bagian tubuh yang dibedah.
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليمًا كثيرًا والحمد لله رب العالمين
Ketua :
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil Ketua :
Abdullah Umar Nashif
Keanggotaan :
Muhammad bin Jubair
Dr. Bakr bin Abdullah Abu Zaid (Menyelisihi.
Saya tidak sepakat terhadap bolehnya pembedahan jasad seorang muslim
untuk tujuan pendidikan dan penelitian penyakit)
Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam
Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan (Saya
tidak sepakat tentang pembedahan jasad seorang muslim untuk tujuan
studi kedokteran dan saya memiliki penjelasan rinci mengenai persoalan
ini)
Muhammad bin Abdullah bin Subail (Bersikap hati-hati tentang pembedahan jasad muslim pada poin C pasal pertama)
Mushtafa Ahmad az-Zarqa’
Muhammad Mahmud ash-Shawwaf
Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi
Muhammad Rasyid Raghib Qabbani
Muhammad Syadzili an-Naifar
Abu Bakr Joumi
Dr. Ahmad Fahmi Abu Sinnah
Muhammad al-Habib bin al-Khoujah
Muhammad Salim bin Abdul Wadood
Dr. Thalal Umar Bafaqih
Sumber : Qararat Majelis al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami, Simposium X di Makkah, Shafar 1408 H/Oktober 1987 M.
0 tanggapan:
Posting Komentar