Tidak
diragukan bahwa ilmu penting bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun
perempuan. Dengan ilmu seorang muslim beribadah kepada Rabb-nya diatas
kebenaran dan petunjuk yang diridhai Allah subhanahu wa ta’ala.
Namun,
ilmu sangat luas dan bertingkat-tingkat. Seorang muslim, laki-laki
maupun perempuan dituntut untuk mempelajari dan mengetahui ilmu yang
dengannya dia bisa menegakkan agamanya, seperti persoalan thaharah,
shalat, puasa dan sebagainya.
Sebagian
ilmu terkadang tidak dibutuhkan kecuali di saat tertentu ketika muslim
itu akan menunaikan kewajibannya, seperti ibadah haji.
Yang
paling besar tanggungjawabnya terhadap persoalan menuntut ilmu dan
mengajarkannya adalah kaum laki-laki, karena merekalah yang
bertanggungjawab terhadap urusan keluarga perempuannya. Laki-laki juga
lebih mudah keluar rumah untuk urusan penghidupan dan menuntut ilmu,
tidak sebagaimana keadaan perempuan yang dituntut untuk berdiam di rumah
karena tanggungjawabnya yang besar dalam rumah dan juga karena
statusnya sebagai fitnah bagi kaum laki-laki. (Baca juga : Wanita adalah aurat)
Karenanya,
bukanlah hal yang dianjurkan dalam Islam untuk secara sengaja
mengeluarkan kaum wanita dari rumahnya untuk dakwah dan menuntut ilmu
tanpa ada hajat yang memang “penting” untuk hal tersebut.
Setinggi-tingginya
ilmu yang dimiliki seorang wanita, tanggungjawabnya terhadap rumah,
suami dan anak-anaknya tidak mungkin diabaikan dengan dalih untuk
menambah ilmu dan mengajarkan ilmu kepada sesama kaum wanita.
Ya,
terkadang memang dibutuhkan beberapa orang wanita yang memiliki
kompetensi dalam ilmu untuk sebuah hajat yang dibutuhkan komunitas
wanita di masyarakat kita, tapi jika sampai secara sengaja memotivasi
dan memobilisasi kaum muslimah keluar rumah untuk menuntut ilmu yang
melebihi hajat yang diperlukan untuk menunaikan kewajiban, maka hal itu
bukanlah sunnah para as-Salaf ash-Shalih. Apalagi jika para muslimah
diharuskan hadir di majelis-majelisnya kaum laki-laki.
Katakanlah
seandainya pun ada hijab yang membatasi antara dua jenis manusia
tersebut, tapi fitnah wanita tidaklah hilang hanya karena adanya hijab
itu. Mereka masih nampak dan mungkin saja bercampur saat diluar ruangan.
Kami tidak ingkari jika itu dilakukan dalam momen tertentu, tapi jika
dilakukan rutin pada setiap hari atau pekannya, sangat jelas hal itu
akan membawa pada kemungkaran yang lain lagi.
Para ulama
menyebutkan bolehnya seorang wanita hadir dalam shalat berjamaah jika
keluarnya itu tidak mendatangkan fitnah untuk dirinya dan orang lain.
(Lihat diantaranya perkataan Imam asy-Syaukani dalam Nail al-Authâr, III/140-141).
Dan berkata Imam Ibnul Jauzi rahimahullahu,
“Sepantasnya seorang wanita tidak keluar rumah jika hal itu
memungkinkan baginya. Andai ia selamat dalam persoalan dirinya (saat
keluar rumah), belum tentu manusia akan selamat dari (fitnah)nya. Jika
ia terpaksa harus keluar rumah, ia keluar dengan izin suami dalam
penampilan yang sederhana, mengambil jalannya di tempat-tempat yang
kosong bukan jalan-jalan besar dan pasar, menjaga agar suaranya tidak
terdengar dan berjalan di pinggiran jalan bukan di tengah-tengahnya.” (Kitab Ahkâm an-Nisâ’, hal. 39).
Berikut adalah kutipan nasehat Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafidzhahullahu
ketika beliau ditanya tentang para wanita membaca al-Quran secara
berjamaah di masjid untuk pengajaran dan mengulang-ulangi hafalan; maka
beliau menjawab, “Demi Allah, tidak diragukan bahwa wanita (berdiam) di
rumah. Baik dalam urusan shalat atau mempelajari al-Quran. Diamnya
mereka di rumah –tidak diragukan- bahwa itulah hukum asalnya. Adapun
jika kita biasakan mereka keluar (dengan dalih) untuk mempelajari
al-Quran, saya tidak tahu bagaimana hal itu?!… Yang seperti ini
menjadikan mereka nantinya tidak akan peduli lagi untuk berdiam di
rumah… Saya memandang bahwa pengajaran kaum wanita dilakukan di rumah,
shalat mereka di rumah; itulah hukum asalnya dan lebih selamat untuk
mereka… Sekarang ini, mereka (kaum laki-laki) membiarkan para wanitanya
dan mengeluarkan mereka dari rumah-rumahnya,,, dengan kendaraan dan
pergi (begitu saja)… Wanita suka keluar, datang dan pergi (sesuka
hatinya)… Sekarang kalian telah membuka pintu kesempatan itu untuk
mereka. Mereka akhirnya tidak terbiasa lagi dengan rumah. Tidak
menginginkan (diam di) rumah. Dengan dalih bahwa mereka mau belajar…
Saya tidak mengerti bagaimana itu (bisa terjadi)!… Saya memandang bahwa
perkara ini selayaknya ditinggalkan, dan para wanita berdiam di rumah.
Apa yang telah mereka pelajari telah mencukupi insyaallah, dan
tidak ada hajatnya mereka berlebihan memperdalam ilmu di majelis ta’lim
dan (sebagainya)…” (Rekaman fatwa dalam situs web Syaikh al-Fauzan, no.
8485, dinukil dari “Hukm Khurûj al-Mar’ah li ad-Da’wah” hal. 80).
Syaikh
tentu saja tidak mengingkari pentingnya ilmu bagi kaum wanita. Yang
beliau ingkari adalah ketika niat suci itu telah membawa kepada
kebiasaan baru para wanita untuk suka keluar rumah dan tidak betah lagi
berdiam dalam rumahnya. Cukuplah bagi seorang wanita memiliki ilmu
syar’i yang dengannya ia melaksakanan kewajiban-kewajiban ibadahnya
kepada Rabb-nya, dan selebihnya hendaknya ia beribadah kepada Allah
dengan berdiam dalam rumah, melayani suami, mengurus urusan rumah dan
anak-anaknya.
Mungkin
akan ada yang mengatakan, “Kebutuhan telah sangat mendesak bagi para
wanita untuk belajar dan mendakwahi kaum wanita, sementara berdiam di
rumah tidak lagi mencukupi untuk kebutuhan tersebut. Kepada siapa kita
akan meninggalkan kaum wanita untuk belajar agamanya? Apakah kita akan
membiarkan mereka dalam kesyirikan? Apakah kita akan biarkan mereka
dalam bid’ah? Apakah…?”
Kami jawab
: Sungguh aneh! Bagaimana dahulu para wanita shahabiyat yang mulia itu
belajar?! Bagaimana keadaan generasi wanita Islam sepanjang masa sebelum
datangnya masa modern ini yang mengajarkan kebebasan bagi para wanita
untuk keluar rumah?!
Orang yang
beribadah kepada Allah diatas ilmu dan memahami sifat-sifatNya yang
mulia akan meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah Maha Mengetahui
dan Maha Bijaksana. Dia akan mengadakan untuk para wanita orang yang
akan mengajarkan mereka dan mendatangkan kepada mereka ilmu, walaupun
mereka berada di rumahnya! Dan itu sangat nampak di zaman sekarang.
Ceramah dan pengajaran oleh para ulama senior dan para da’i bisa diikuti
oleh para wanita dari rumahnya tanpa harus meninggalkan keluarganya.
Adapun rekaman ceramah dan pelajaran agama dari para ulama dan para da’i
begitu banyak tersebar dan mudah didapatkan. Saking banyaknya,
seseorang tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan seluruhnya! Bahkan
umurnya habis, ceramah dan pelajaran itu tidak bisa dia selesaikan!
Bukanlah
termasuk kebenaran mencampakkan diri dan keluarga kepada kebinasaan
dengan menyelisihi petunjuk para Salaf hanya demi untuk menyelamatkan
orang lain!
Semoga Allah menjaga kita dari keburukan diri-diri kita sendiri.
Semua
orang mungkin saja berniat baik dan ingin berbuat kebaikan. Tapi
hendaknya setiap kita waspada agar jangan sampai dakwah kebaikan itu
akan berujung pada keburukan baru yang tidak kita harapkan hanya karena
karena kita selalu longgar dalam menerapkan aturan-aturan Allah atas
nama niat baik, mashlahat dan kepentingan dakwah.
Wallahul musta’an.
0 tanggapan:
Posting Komentar