Orang-orang yang merayakan Maulid Nabi ﷺ telah melegalkan perbuatan mereka tersebut dengan alasan-alasan berikut ini,
1. Penyelenggaraan Maulid yang dilakukan setiap tahunnya, dengannya kaum muslimin akan kembali mengingat Nabi-nya ﷺ, sehingga bertambahlah kecintaan dan pengagungan mereka terhadap beliau.
2. Mendengarkan asy-Syama’il al-Muhammadiyyah (adab dan akhlak Nabi ﷺ) dan mengenal nasab beliau yang mulia.
3. Menampakkan kegembiraan dengan kelahiran Rasulullah ﷺ yang menunjukkan akan kecintaan terhadap diri beliau dan kesempurnaan iman terhadapnya.
4. Memberi makan, dan ini adalah
perkara yang diperintahkan. Padanya ada ganjaran yang besar terutama
dengan niat syukur kepada Allah Ta’ala.
5. Berkumpul untuk berzikir kepada Allah dengan membaca Al-Quran dan bershalawat kepada Nabi ﷺ.
Ini lima perkara yang dijadikan alasan
pembenaran untuk merayakan Maulid oleh sebagian pendukungnya.
Alasan-alasan ini tidaklah memuaskan dan sangat nampak kebatilannya
karena kelancangan terhadap Syari’at dengan membuat sesuatu yang tidak
pernah disyari’atkan walaupun ada hajat kepada hal tersebut.
Berikut ini
adalah penjelasan tentang kebatilan alasan-alasan tersebut,
Pertama;
Perkara Maulid yang dijadikan sebagai peringatan tahunan; hal ini layak untuk dijadikan alasan jika seorang muslim tidak menyebut dan mengingat Nabi ﷺ puluhan kali pada setiap harinya, sehingga dibuatkanlah peringatan tahunan atau bulanan untuk mengingatnya yang dengan itu akan bertambahlah iman dan kecintaan muslim tersebut terhadap diri beliau.
Adapun seorang muslim; tidaklah dia shalat pada malam dan siang kecuali dia akan menyebut padanya nama Rasul ﷺ, dan tidak masuk waktu shalat dan tidak pula ditegakkan shalat tersebut kecuali akan disebut nama Rasul ﷺ dan dibacakan shalawat untuknya.
Yang pantas untuk dibuatkan perayaan
karena khawatir akan dilupakan adalah orang-orang yang tidak menyebut
dan mengingatnya. Adapun orang yang selalu menyebut, mengingat dan tidak
lupa, apa pentingnya dibuatkan acara tersebut agar dia tidak lupa?
Bukankah hal ini mencari sesuatu yang sebenarnya sudah ada pada diri
setiap muslim?
Kedua;
Mendengarkan sebagian dari asy-Syama’il al-Muhammadiyyah dan nasabnya yang mulia; ini juga adalah alasan yang tidak kuat. Karena mengenal asy-Syama’il al-Muhammadiyah
dan nasab beliau yang mulia tidaklah cukup hanya untuk didengarkan
setahun sekali. Apa yang bisa mencukupi seorang muslim dengan hanya
mendengarkannya sekali dalam setahun sementara hal itu adalah bagian
dari aqidah Islam?!
Yang wajib bagi setiap muslim dan muslimah adalah
mengenal nasab Nabinya ﷺ dan
sifat-sifatnya sebagaimana dia mengenal Allah Ta’ala dengan nama-nama
dan sifat-sifatNya. Yang seperti ini mesti dengan pengajaran, tidak
cukup hanya dengan mendengarkan bacaan kisahnya setahun sekali.
Ketiga;
Menunjukkan kegembiraan adalah alasan yang sangat-sangat lemah, karena kegembiraan itu entah karena pribadi Rasul ﷺ
atau karena hari yang beliau dilahirkan padanya. Kalau memang karena
pribadinya, maka itu harus berlangsung kontinyu pada setiap kali
disebutkan Rasul ﷺ dan tidak khusus
pada waktu-waktu tertentu saja. Jika kegembiraan itu karena hari yang
beliau dilahirkan padanya, maka sungguh, hari itu adalah juga adalah
hari wafatnya beliau –ﷺ. Saya tidak
mengira seorang yang berakal akan mengadakan perayaan kegembiraan di
satu hari yang pada hari itu telah meninggal dunia kekasih yang
dicintainya. Kematian beliau –ﷺ– adalah musibah terbesar yang pernah menimpa umat ini.
Keempat;
Memberi makan
adalah alasan yang jauh lebih lemah dari alasan-alasan yang sebelumnya.
Karena memberi makan adalah perkara yang sunnah dan sangat dianjurkan
pada setiap kali ada kebutuhan untuk hal itu. Seorang muslim akan selalu
menjamu tamu, memberi makan orang yang lapar dan bersedekah sepanjang
tahun, dan tidak perlu kepada satu hari tertentu pada satu tahunnya
untuk memberi makan. Karenanya, perkara ini bukanlah alasan yang layak
untuk bolehnya membuat bid’ah dalam agama.
Kelima;
Berkumpul
untuk zikir; ini adalah alasan yang rusak dan batil, karena berkumpul
untuk berzikir dengan satu suara tidaklah dikenal di kalangan para
Salaf. Adapun puji-pujian dengan paduan satu suara, maka ini adalah
bid’ah yang buruk dan tidak dilakukan kecuali orang yang bingung dalam
agamanya, wal ‘iyadzu bi_Llahi.
Walaupun sebenarnya juga, kaum muslimin
telah (dan akan selalu) berkumpul pada setiap malam dan siang sepanjang
tahunnya untuk shalat-shalat berjamaah di masjid-masjid dan juga
menghadiri majelis-majelis ilmu. Karenanya, mereka tidak butuh kepada
majelis tahunan untuk mendengarkan tabuhan-tabuhan dan menyantap makanan
dan minuman yang umumnya faktor pendorongnya adalah keinginan-keinginan
jiwa dan syahwat.
(Sumber: Al-Inshâf fî mâ Qîla fî al-Maulid min al-Ghuluww wa al-Ijhâf, Syaikh Abû Bakr bin Jâbir al-Jazâ’irî)
1 tanggapan:
Agen Domino
Agen QQ
Bandar Domino
Agen Poker
Posting Komentar