Sponsors

26 Februari 2013

Faktor yang Mendorong Dibuatnya Hadits Palsu

Pembuatan hadits-hadits palsu memiliki beberapa faktor yang mendorong para pelakunya melakukan perbuatan tercela tersebut, diantaranya :

1. Mendekatkan Diri kepada Allah Ta'ala

Yaitu dengan membuat hadits-hadits palsu yang memotivasi (targhib) manusia kepada amal-amal kebaikan dan menakut-nakuti mereka (tarhib) dari perbuatan munkar. Para pembuat hadits-hadits palsu dengan motif ini adalah orang-orang yang sangat dekat kepada sifat zuhud dan terkenal dengan keshalehannya (ahli ibadah). Mereka ini adalah seburuk-buruk para pembuat hadits palsu, karena manusia mudah tertipu dengan keshalehan mereka.

Beberapa yang terkenal diantara mereka adalah Maisarah bin Abdi Rabbih. Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab adh-Dhu'afa' dari Ibnu Mahdi, ia berkata : Aku berkata kepada Maisarah bin Abdi Rabbih, "Darimana engkau datangkan hadits-hadits ini; 'Siapa membaca ini maka baginya pahala seperti ini'?" Ia menjawab, "Aku memalsukannya untuk memotivasi manusia!"

  
2. Membela Mazhab Tertentu

Terutama firqah-firqah yang memiliki kecenderungan kepada politik dan kekuasaan seperti Khawarij dan Syi'ah. Setiap firqah membuatkan hadits-hadits yang menguatkan pemikiran mazhabnya. Seperti hadits yang berbunyi,

علي خير البشر، من شكّ فيه كفرَ

"Ali adalah sebaik-baik manusia. Siapa yang ragu terhadapnya maka dia telah kafir."

3. Merusak Islam

Para pelakunya adalah orang-orang zindik yang tidak mampu terang-terangan untuk membuat makar terhadap Islam sehingga menempuh cara yang busuk seperti ini. Diantara mereka adalah Muhammad bin Sa'id asy-Syami al-Mashlub. Orang ini telah meriwayatkan dari Humaid, dari Anas secara marfu' (bersambung kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam),

أنا خاتم النبيين لا نبيّ بعدي إلا أن يشاء الله

"Aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku, kecuali jika Allah menghendaki."

4. Mendekatkan Diri kepada Para Penguasa

Ini dilakukan oleh sebagian orang yang lemah iman dengan membuatkan hadits-hadits yang cocok dengan keadaan para penguasa untuk menyenangkan mereka dan mendapatkan imbalannya. Seperti kisahnya Ghiyats bin Ibrahim an-Nakha'i al-Kufi bersama Amirul Mukminin al-Mahdi rahimahullahu, ketika dia datang kepada al-Mahdi sementara al-Mahdi sedang bermain-main dengan burung merpati. Ghiyats pun menyebutkan sanadnya yang bersambung sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,

لا سبق إلا فى نصلٍ أو خفٍّ أو حافر أو جناح

"Tidak ada penghargaan kecuali dalam memanah, pacuan unta dan kuda serta burung.";

ia menambahkan kata ( جناح ) demi untuk mengambil hati al-Mahdi, tapi sayang, ternyata al-Mahdi mengenal hadits ini dan segera memerintahkan untuk menyembelih burung-burung tersebut. Ia berkata, "Akulah yang telah membuatnya melakukan hal tersebut.", dan kemudian mengusir orang itu.

5. Mencari Penghidupan dan Rezki

Seperti keadaannya tukang-tukang cerita yang mencari nafkah dengan bercerita kepada manusia di tempat-tempat keramaian, dan mulai menyebutkan sebagian kisah-kisah yang aneh dan menyenangkan agar manusia mau berkumpul untuk mendengarkan mereka dan memberikan mereka uang, seperti halnya seorang tokoh yang bernama Abu Sa'id al-Mada'ini.

6. Mencari Ketenaran dan Popularitas

Yaitu dengan menyebutkan hadits-hadits yang tidak ada pada seorang pun dari ulama-ulama hadits dengan membolak-balikkan sanadnya agar terlihat unik sehingga manusia pun mau mendengarkan mereka. Contoh untuk kasus ini adalah dua orang tokoh yang bernama Ibnu Abi Dihyah dan Hammad an-Nashibi.

7. Mazhab Firqah "al-Karramiyyah" dalam Memalsukan Hadits

Firqah (sekte) sesat al-Karramiyyah mendakwakan bolehnya membuat hadits-hadits palsu dalam masalah targhib dan tarhib. Mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan pada sebagian jalan-jalan periwayatan hadits,

من كذب علي متعمدًا

"Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja.", yaitu pada riwayat yang menambahkan,

ليضلّ الناس

"Untuk menyesatkan manusia."

Akan tetapi, tambahan riwayat seperti ini tidak sah dalam padangan para pakar hadits.

Sebagian pengikut firqah al-Karramiyyah berkata, "Kami berdusta untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,  bukan berdusta atas namanya." (?!). Dalih seperti ini sangat buruk dan sangat bodoh, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak butuh kepada para pendusta untuk menyiarkan Syari'at yang dibawanya.

Dakwaan al-Karramiyyah seperti ini menyelisihi ijma' (konsensus) kaum muslimin, bahkan Syaikh Abu Muhammad al-Juwaini rahimahullahu sampai memastikan kafirnya orang yang membuat hadits palsu.

8. Kekeliruan Sebagian Ahli Tafsir

Sebagian ahli tafsir keliru ketika menyebutkan hadits-hadits palsu dalam kitab-kitab tafsir mereka tanpa menjelaskan tentang kepalsuannya. Terutama hadits yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab tentang fadha'il (keutamaan) surat per surat dari al-Quran. Diantara para ahli tafsir tersebut adalah ats-Tsa'labi, al-Wahidi, az-Zamakhsyari, al-Baidhawi dan asy-Syaukani.

---------------------

Sumber tulisan : "Taysir Mushthalah al-Hadits", Dr. Mahmud ath-Thahhan

0 tanggapan:

Posting Komentar