Yang menjadi asal dalam tradisi ini adalah perjalanannya Nabi Musa 'alaihissalam kepada al-Khidhr 'alaihissalam yang telah Allah ceritakan dalam surat al-Kahf.
Dan para Shahabat banyak melakukan kebiasaan tersebut setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika mereka telah terpencar dan bermukim di banyak negeri setelah masa-masa penaklukan Islam.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu yang bermukim di Madinah melakukan perjalanan ke Syam -yang memakan waktu sebulan- untuk menemui Abdullah bin Unais radhiyallahu 'anhu hanya untuk mendengarkan sebuah hadits yang tidak tersisa lagi orang yang menghafalnya selain Abdullah bin Unais.
Abu Ayyub al-Anshari bepergian kepada Uqbah bin 'Amir di Mesir. Ketika berjumpa, ia berkata, "Sampaikan padaku hadits yang engkau dengarkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang menutupi aib seorang muslim. Tidak tersisa seorang pun yang pernah mendengarnya selain aku dan engkau."
Ketika Uqbah selesai menyampaikan haditsnya, Abu Ayyub menaiki kendaraannya dan kembali ke Madinah.
Tradisi ini berlanjut di masa Tabi'in, masa dimana para Shahabat telah berpencar ke berbagai negeri dengan membawa warisan kenabian. Tidak mungkin bagi seseorang saat itu mengetahui hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tanpa melakukan perjalanan antar negeri untuk menjumpai para Shahabat yang ada di negeri-negeri tersebut.
Berkata Penghulu para Tabi'in, Sa'id bin al-Musayyib, "Sungguh, aku berjalan beberapa hari dan malam hanya untuk mendapatkan satu buah hadits."
Berkata Busr bin Abdillah al-Hadhrami, "Sungguh aku telah berkendaraan ke satu negeri untuk mendengarkan satu buah hadits."
Berkata Abul 'Aliyah ar-Riyahi, "Dahulu kami mendengarkan sebuah riwayat hadits di Bashrah dari shahabat-shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan kami tidak rela hingga kami pergi ke Madinah dan mendengarkannya langsung dari mulut-mulut mereka."
Dan benarlah Ibrahim bin Adham rahimahullahu. Ia berkata, "Sesungguhnya Allah Ta'ala menghindarkan keburukan dari umat ini dengan perjalanan para ahli hadits."
(Sumber : Tadwin as-Sunnah an-Nabawiyyah, Dr. Muhammad bin Mathar az-Zahrani)
0 tanggapan:
Posting Komentar