Sponsors

24 Mei 2014

Hukum Merayakan Isra dan Mi'raj

Apa hukum merayakan malam Isra dan Mi’raj, yaitu pada malam dua puluh tujuh di bulan Rajab?
 
Jawab :
 
Alhamdulillah.

Tidak diragukan lagi bahwa Isra (perjalanan dari Mekkah ke Masjidil Aqsha) dan Mi'raj (perjalanan dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha) merupakan salah satu tanda kebesaran  Allah yang agung dan menunjukkan kebenaran dan keagungan Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam. Di sisi lain, hal itu merupakan  bagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang menakjubkan sekaligus menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berkuasa di atas semua makhlukNya. 

Allah Ta’ala berfirman: 

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”  (QS. Al-Isra: 1)

Berdasarkan riwayat mutawatir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diangkat ke langit, lalu dibukakan pintu-pintunya hingga beliau  melewati langit ketujuh hingga Rabb-nya berbicara kepadanya apa yang diinginkanNya, lalu diwajibkan kepadanya shalat lima waktu. Sebelumnya Allah subhanahu wa Ta’ala mewajibkan lima puluh shalat, namun Nabi kita shallallahu alaihi wasalam berulangkali kembali dan mohon keringanan  hingga  menjadi lima waktu. Itulah lima waktu yang wajib, namun pahalanya lima puluh, karena kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali. Hanya kepada Allah segala pujian dan syukur terhadap semua kenikmatan-Nya. 

Tidak ada hadits shahih yang  menunjukkan kapan terjadinya peristiwa Isra dan Mi’raj, baik di bulan Rajab maupun bulan lainnya. Seluruh riwayat yang menunjukkan penentuan waktunya tidak kuat bersumber dari Nabi shallallahu alaihi wasallam menurut para ulama ahli hadits. Allah memiliki hikmah yang tinggi dengan tidak diketahuinya perkara tersebut. Kalaupun telah ada ketetapannya, umat Islam tetap tidak dibolehkan sedikitpun melakukan ibadah khusus, tidak juga diperkenankan membuat perayaannya. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para shahabat radhiyallahu anhum tidak (pernah) merayakannya, tidak juga mengkhususkannya dengan sesuatu (ibadah).

Seandainya merayakan perkara tersebut dianjurkan, pasti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan untuk umatnya, baik dengan perkataan atau dengan perbuatan. Kalau sekiranya hal itu terjadi, pasti akan diketahui dan dikenal, dan para shahabat radhiyallahu anhum akan meriwayatkannya kepada kita, karena mereka selalu meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam segala  sesuatu yang dibutuhkan umat dan tidak mengabaikan sedikitpun dalam masalah agama. Bahkan mereka  dikenal paling terdepan dalam semua kebaikan. Seandainya perayaan malam ini dianjurkan, pasti mereka orang yang paling dahulu melaksanakannya. Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling utama dalam memberikan nasehat kepada manusia. Beliau telah menyampaikan risalah dengan sebaik mungkin dan telah menunaikan amanat. 

Seandainya memuliakan malam ini dengan merayakannya adalah bagian dari agama, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak akan melupakannya dan tidak akan beliau sembunyikan. Maka, ketika tidak terdapat sedikit pun (tentang hal ini), maka diketahui bahwa perayaan dan mengagungkannya bukan sedikitpun dari Islam. Sungguh Allah telah menyempurnakan agama umat ini, disempurnakan nikmatnya dan mengingkari orang yang membuat ajaran dalam agama tanpa izin dari Allah Ta’ala.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya di surat Al-Maidah: 

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلامَ دِينًا

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu  nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)

Firman lainnya:

أمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوْا لَهُمْ مِنَ الدِّيْنِ مَالَمْ يَأذَنْ بِهِ اللهُ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. As-Syura: 21)

Telah ada ketetapan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam hadits-hadits yang shahih akan ancaman dari perbuatan bid’ah yang nyata-nyata merupakan kesesatan, sebagai peringatan kepada umat akan bahaya besar bagi mereka menyetujuinya.

Di antara ketetapannya terdapat dalam Ash-Shahihain (Al-Bukhari dan Muslim) dari Aisyah radhiyallahu anha dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam sesungguhnya beliau bersabda:

من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردٌّ

Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam agama kami yang tidak ada (tuntunan) dari kami, maka ia akan tertolak.” 

Dalam riwayat Muslim:

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو ردٌّ

Barangsiapa melakukan suatu perbuatan, yang tidak ada dalam urusan (agama) kami maka ia tertolak."

Dalam Shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu anhu, dia berkata:

“Rasulullah shallallahu alaihi  wa sallam pada khutbah hari Jum’at berkata :

أما بعد، فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشرّ الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu alaihi wasallam, dan seburuk-buruk urusan adalah perkara yang diada-adakan dalam agama, dan setiap bid’ah adalah sesat."

An-Nasa’i menambahkan dengan sanad yang baik,

وكل ضلالة فى النار

"Dan setiap kesesatan (akan masuk) neraka."

Dalam Kitab Sunan, dari al-Irbad bin Sariyah radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi  wasallam memberi nasehat kepada kami dengan nasehat yang sangat menyentuh sehingga hati bergetar air mata bercucuran. Maka kami berkata, "Wahai Rasulullah, sepertinya ini nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat.

Beliau berkata:

أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن تأمر عليكم عبد، فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافًا كثيرة، عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين، عضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة

"Saya wasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun kalian dipimpin seorang budak. Karena siapa yang di antara kalian yang masih hidup (sesudahku),dia akan menyaksikan banyak perselisihan. Hendaklah kalian  berpegang teguh terhadap sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Berpegang teguhlah kepada dan gigitlah dengan gigi geraham. Hendaklah kalian menjauhi semua  perkara baru (dalam agama), karena setiap yang baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah  itu sesat."

Hadits yang semakna dengan ini banyak. Juga terdapat riwayat dari para shahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan dari para (ulama) salaf sesudahnya yang memperingatkan dan  mengancam dari  perbuatan bid’ah. Hal itu tiada lain karena hal ini dianggap menambah agama serta menetapkan syariat yang Allah tidak izinkan dan menyerupai musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi dan Nashrani yang menambahi agama mereka dan membuat bid’ah di dalamnya yang Allah tidak izinkan. Juga karena hal tersebut bermakna bahwa masih ada yang kurang dalam agama Islam dan  menuduhnya tidak sempurna. 

Jelas diketahui bahwa hal ini merupakan kerusakan besar, kemungkaran yang tercela dan bertentangan dengan Firman Allah Azza wa Jalla

 اليَوْمَ أكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُم

Hari ini Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian.” 

Begitu juga menyalahi hadits-hadits yang dengan jelas mengancam dari perbuatan bid’ah dan perintah untuk menjauhinya. 

Saya berharap dalil-dalil yang telah kami sebutkan tadi cukup memuaskan bagi pencari kebenaran  dalam mengingkari bid’ah ini, yaitu bid’ah merayakan malam Isra dan Mi'raj serta menjauhinya  dan meyakini bahwa ia bukan dari agama Islam sedikitpun. 

Karena Allah mewajibkan kita memberikan nasehat kepada umat Islam dan memberikan  penjelasan apa yang Allah syariatkan dalam agama untuk mereka serta larangan menyembunyikan ilmu, maka  memandang harus memberikan peringatan kepada saudara-saudaraku umat Islam dari bid’ah ini yang telah menyebar di banyak negara, sehingga sebagian orang mengira bahwa hal ini bagian dari agama. Kami memohon kepada Allah untuk memperbaiki kondisi umat Islam semua, agar diberikan pemahaman dalam agama, diberikan taufik kepada kami dan mereka untuk memegang teguh dan konsisten  terhadap kebenaran dan meninggalkan apa  yang menyalahinya. Sesungguhnya Dia adalah penolong dan berkuasa untuk itu. shalawat, salam dan barokah semoga terlimpahkan kepada hamba dan utusanNya Muhammad, keluarga serta para shahabatnya. 

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu.

(Sumber : islamqa.info)
 

0 tanggapan:

Posting Komentar