Syi’ah Imamiyah (Al-Itsna 'Asyariyyah) adalah firqah yang menyempal dari kaum muslimin yang mendakwakan bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang paling berhak mewariskan khilafah setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebut “Imamiyah” karena mereka menjadikan persoalan imamah (kepemimpinan)
sebagai prinsip dasar aqidah mereka. Disebut “Itsna 'Asyariyyah” karena
mereka mengimani 12 imam yang imam terakhirnya bersembunyi dalam sebuah
gua di Samarra, Irak, menurut dakwaan mereka.
Tokoh-tokoh Penting Syiah Imamiyah
- Tokoh yang paling penting dan terkenal dalam sejarah Syiah Imamiyah adalah Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi Yaman yang menampakkan diri sebagai penganut Islam. Ia kemudian memindahkan beberapa aqidah Yahudinya ke dalam ajaran Tasyayyu’ (kecenderungan kepada aqidah Syiah). Diantaranya adalah perkataannya dalam aqidah Yahudi bahwa Yusya bin Nun adalah wasiat Musa ‘alaihissalam, dan dalam Islam ia mengatakan bahwa Ali adalah wasiat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Saba’ berpindah ke Madinah kemudian ke Mesir, Kufah, Fusthat dan Bashrah. Ia berkata kepada Ali, “Engkau adalah Engkau”, yaitu engkau adalah Allah, hingga menjadikan Ali berkeinginan untuk membunuhnya. Ibnu Abbas menasehatinya untuk tidak melakukan hal tersebut dan akhirnya Ali membuangnya ke Mada’in, Persia.
- Al-Kulaini, pemilik kitab Al-Kâfî yang kedudukannya di mereka seperti Shahîh al-Bukhâry di kalangan Ahlussunnah. Mereka mengatakan bahwa padanya terdapat 16.199 hadits.
- Al-Haaj Mirza Husain bin Muhammad Taqiy an-Nuri ath-Thibrisi (w. 1320 H), pemilik kitab Fashl al Khithâb fî Itsbât Tahrîf Kitâb Rabb al Arbâb. Dalam kitab ini ia mengatakan bahwa al-Quran telah ditambah dan dikurangi.
- Ayatullah al-Mamaqani, pemilik kitab Tanqîh al Maqâl fî Ahwâl ar Rijâl. Tokoh ini dianggap sebagai imam al-Jarh wa at-Ta’dîl. Dalam bukunya itu ia menyebut Abu Bakr dan Umar sebagai al-Jibt wa ath-Thâghût.
- Abu Ja’far ath-Thusi, pemilik kitab Tahdzîb al Ahkâm.
- Muhammad bin Murtadha yang dikenal sebagai Mulla Muhsin al-Kasyi, pemilik kitab Wasâ-il asy Syî’ah ilâ Ahâdîts asy Syarî’ah.
- Muhammad Baqir bin Asy-Syaikh Muhammad Taqiy yang dikenal sebagai al-Majlisi, pemilik kitab Bihâr al Anwâr fî Ahâdîts an Nabiy wa al A-immah al Athhâr.
- Fathullah al-Kasyani, pemilik kitab Minhâj ash Shâdiqîn.
- Ayatullah al-Khomeini, seorang tokoh Syiah kontemporer yang memimpin Revolusi Syiah di Iran dan memegang tampuk kekuasaan. Ia memiliki kitab Kasyf al Asrâr dan al Hukûmah al Islâmiyyah.
Siapakah 12 Imam yang diyakini Syiah Imamiyah?
- Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang mereka gelari al-Murtadha. Ali dibunuh dengan cara khianat oleh seorang pengikut Khawarij, Abdurrahman bin Muljam di Masjid Kufah dan wafat pada 17 Ramadhan 40 H.
- Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, digelari al-Mujtaba (3-50 H)
- Al-Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, yang mereka gelari asy-Syahid (4-61 H)
- Ali Zainul Abidin bin al-Husain (38-95 H), mereka gelari as-Sajjad.
- Muhammad (digelari : Al-Baqir) bin Ali Zainul Abidin (57-114 H)
- Ja’far (ash-Shadiq) bin Muhammad al-Baqir (83-148 H)
- Musa (al-Kadzhim) bin Ja’far ash-Shadiq (128-183 H)
- Ali (ar-Ridha) bin Musa al-Kadzhim (148-203 H)
- Muhammad al-Jawwad bin Ali ar-Ridha (195-220 H) yang mereka gelari at-Taqiy.
- Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawwad (212-254 H) yang digelari an-Naqiy.
- Al-Hasan al-Askari bin Ali al-Hadi (232-260 H) yang digelari az-Zakiy.
- Muhammad al-Mahdi bin al-Hasan al-Askari (256-…) dan mereka gelari al-Hujjah al-Qa’im al-Muntadzhar. Mereka mengatakan bahwa Imam kedua belas telah bersembunyi dalam sebuah gua di rumah ayahnya dan tidak kembali. Mereka berselisih tentang umurnya saat ia bersembunyi. Sebagian mengatakan 4 tahun dan sebagian berpendapat 8 tahun. Hanya saja, banyak dari para peneliti mengatakan bahwa tokoh ini hanyalah fiktif dan tidak pernah ada. Syiah sengaja membuat tokoh fiktif ini untuk menyelamatkan konsep imamah mereka.
Beberapa Konsep Pemikiran dan Keyakinan Syiah Imamiyah
- Al-Imamah (Kepemimpinan). Wajib bagi seorang imam sebelumnya untuk menunjuk dan menyebutkan nama imam setelahnya, bukan sekedar sifat. Mereka berdalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan tentang imamahnya Ali sepeninggal beliau pada hari Ghadir Khum. Kejadian ini diingkari kebenarannya oleh ulama-ulama hadits dan sejarawan dari kalangan Ahlussunnah.
- Al-‘Ishmah (Kema’shuman). Imam-imam Ahlul Bait yang 12 –dalam pandangan mereka- ma’shum dari kesalahan dan lupa, dari dosa-dosa besar maupun kecil.
- Al-‘Ilmu al-Ladunni. Setiap imam telah menerima ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dengannya Syari’at menjadi sempurna. Rasul telah menyampaikan kepada mereka rahasia-rahasia Syari’at yang akan mereka jelaskan kepada manusia sesuai dengan kondisi zamannya.
- Ar-Raj’ah, yaitu keyakinan mereka bahwa Muhammad bin al-Hasan al-Askari akan kembali di akhir zaman ketika Allah telah izinkan dia untuk keluar.
- Taqiyyah. Mereka meyakini bahwa taqiyyah merupakan salah satu prinsip dasar agama mereka. Siapa yang meninggalkannya ibarat orang yang meninggalkan shalat. Taqiyyah wajib dan tidak boleh dihapuskan sampai al-Qa’im keluar dari persembunyiannya. Siapa yang meninggalkannya sebelum keluarnya al-Qa’im, maka dia telah keluar dari agama Allah dan agama Imamiyah.
- Mut’ah. Mereka memandang bahwa mut’ah terhadap wanita adalah sebaik-baik tradisi dan qurbah (pendekatan diri kepada Allah) yang paling afdhal. Mereka berdalil dengan firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 24. Mut’ah telah diharamkan dalam ajaran Islam sampai Hari Kiamat nanti.
- Mereka meyakini adanya mushaf yang disebut sebagai Mushaf Fathimah. Al-Kulaini meriwayatkan dalam kitabnya al-Kafi (hal. 57 cet. 1278 H) dari Ja’far ash-Shadiq, “Dan sungguh pada kami ada Mushaf Fathimah ‘alaihassalam.” Ia berkata : Aku bertanya : Apakah Mushaf Fathimah itu? Beliau menjawab, “Sebuah mushaf padanya ada yang seperti Quran kalian ini tiga kali lipatnya. Demi Allah, tidak ada di dalamnya satu huruf pun dari Quran kalian!”
- Al-Bara’ah. Yaitu berlepas diri dari tiga khalifah (Abu Bakr, Umar dan Utsman) dan mensifatkan mereka dengan seburuk-buruk sifat. Karena mereka, menurut Syi’ah, telah merampas khilafah dari Ali yang berhak dengan khilafah tersebut. Syiah Imamiyah juga mencela banyak shahabat dengan cacian dan kutukan, dan tidak segan-segan mencaci kehormatan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha.
- Ied Ghadir Khum, yaitu hari raya mereka yang jatuh pada 18 Dzulhijjah. Mereka lebih memuliakannya daripada Idul Fitri dan Idul Adha, dan menamakannya ‘Ied al-Akbar (Hari Raya Besar). Mereka meyakini bahwa hari itu adalah hari dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mewasiatkan khilafah untuk Ali radhiyallahu ‘anhu.
- Mereka juga mengagungkan ‘Ied Nairuz yang merupakan salah satu hari raya orang-orang Persia penyembah api. Sebagian mereka mengatakan bahwa mandi pada hari Nairuz adalah sunnah.
- Mereka juga memiliki perayaan pada hari kesembilan di bulan Rabi’ul Awwal, yaitu ‘Ied Bapak mereka “Baba Syuja’uddin”, gelar yang mereka berikan untuk Abu Lu’lu’ah al-Majusi yang telah membunuh Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu.
- Mereka juga memiliki perayaan duka cita, ratapan, menampar-nampar pipi dan dada serta perbuatan-perbuatan haram lainnya di hari kesepuluh bulan Muharram (Asyura’). Mereka meyakini bahwa hal itu adalah qurbah kepada Allah Ta’ala dan menghapuskan dosa dan kesalahan. Siapa yang melihat perbuatan mereka di tempat-tempat yang mereka sucikan di Karbala, Najaf dan Qum, niscaya ia akan melihat hal-hal yang sangat aneh dan bertentangan dengan akal sehat.
Aqidah Syiah Membahayakan Umat Islam
Syiah
Imamiyah saat ini tersebar luas di Iran dan terpusat disana. Mereka juga
memiliki populasi yang besar di Irak. Mereka memiliki pengikut yang
kuat di Pakistan, Lebanon dan juga Suriah yang secara khusus memiliki
hubungan yang sangat dekat dengan sekte Nushairiyah, sebuah sekte Syiah
yang sangat ekstrim.
Saat ini,
dengan kerja keras dan dukungan penuh dari perwakilan-perwakilan
kedutaan Iran di berbagai negara, mereka terus berusaha menyebar luaskan
pemahaman dan aqidah sesatnya dengan memanfaatkan kebodohan dan
kejahilan sebagian besar umat ini. Wajib bagi setiap muslim untuk
mewaspadai gerakan mereka karena setiap orang yang mau membaca sejarah
Islam, maka dia akan mendapatkan bahwa hampir-hampir tidak ada revolusi
atau gerakan pembangkangan terhadap sebuah negara Islam melainkan Syiah
dengan bermacam-macam sektenya berada dibalik gerakan tersebut. Wallahul musta’an.
(Sumber : Al Mausû’ah al Muyassarah fî al Adyân wa al Madzâhib wa al Ahzâb al Mu’âshirah, WAMY, cet. tahun 1424 H)
0 tanggapan:
Posting Komentar