Sebuah
fitnah yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang membenci dakwah
Salafiyyah adalah perkataan mereka bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu
(wafat tahun 728 H) adalah orang yang pertama kali membagi tauhid
menjadi tiga bagian; Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid
Al-Asma' wa Ash-Shifat. Mereka mengatakan bahwa pembagian tersebut
adalah bid'ah yang tidak dikenal di kalangan para Salaf sebelum
datangnya Ibnu Taimiyah.
Perkataan
ini merupakan bukti akan dangkalnya ilmu dan pengetahuan orang-orang
tersebut. Dan untuk sebagian besarnya kami yakin hanya menukil dari
perkataan sebagian tokoh mereka yang dilandasi oleh sikap fanatisme
terhadap mazhab atau golongan tertentu.
Bahkan, kitab-kitab para Salaf telah menyebutkan pembagian tersebut baik dengan penyebutan yang sangat jelas atau dalam bentuk isyarat kepada hal itu. Berikut kami kutipkan sebagian perkataan para imam dan ulama sebelum generasi Ibnu Taimiyah yang menyebutkan pembagian tauhid secara jelas.
Bahkan, kitab-kitab para Salaf telah menyebutkan pembagian tersebut baik dengan penyebutan yang sangat jelas atau dalam bentuk isyarat kepada hal itu. Berikut kami kutipkan sebagian perkataan para imam dan ulama sebelum generasi Ibnu Taimiyah yang menyebutkan pembagian tauhid secara jelas.
*****
1. Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit rahimahullahu (wafat tahun 150 H)
Beliau -semoga Allah merahmatinya- berkata dalam kitab "Al-Fiqh Al-Absath"
hal. 51, "Dan Allah dimintai dari arah (yang Dia berada di) atas, dan
bukannya arah bawah; karena arah bawah sama sekali tidak termasuk dalam
sifat Rububiyah dan Uluhiyah."
2. Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari rahimahullahu (wafat tahun 310 H)
Beliau berkata dalam kitab tafsirnya yang terkenal, "Jami' Al-Bayan fi Ta'wil Aay Al-Quran",
dalam tafsir Surat Muhammad ayat 19, "Allah Yang Maha Tinggi
penyebutan-Nya berfirman kepada nabi-Nya; Ketahuilah wahai Muhammad,
bahwasannya tidak ada sesembahan yang layak dan pantas baginya sifat
Uluhiyah, yang boleh bagimu dan bagi para makhluk untuk beribadah
kepadanya kecuali Allah yang Dia adalah Pencipta seluruh makhluk,
Pemilik segala sesuatu, yang beriman kepada-Nya segala sesuatu yang
selain Dia terhadap sifat Rububiyah-Nya..."
3. Imam Al-Muhaddits Al-Hafidz Ibnu Hibban Al-Busti rahimahullahu (wafat tahun 354 H)
Imam Ibnu Hibban rahimahullahu berkata dalam mukaddimah kitabnya "Raudhah Al-'Uqala' wa Nuzhah Al-Fudhala'";
"Segala pujia bagi Allah yang bersendirian dengan keesaan uluhiyah-Nya,
yang berbangga dengan keagungan rububiyah-Nya, yang memegang jiwa-jiwa
seluruh alam dengan ajal-ajalnya dan (memegang) alam ini dengan segala
keadaan dan perubahannya, yang menganugerahkan kepada mereka berbagai
macam karunia-Nya, yang melimpahkan kepada mereka kesempurnaan
nikmat-Nya. Dzat yang telah menciptakan para makhluk di saat Dia
menginginkannya tanpa ada penolong dan pemberi petunjuk. Yang telah
menciptakan manusia sebagaimana yang Dia inginkan tanpa penyerupaan dan
kesamaan. Maka berlakulah hal itu atas mereka dengan qudrah (kekuasaan) dan masyi'ah (keinginan)-Nya, dan terwujud dengan 'izzah (kemuliaan) dan iradah (kehendak)-Nya..."
4. Imam Abu Abdillah Ubaidillah bin Muhammad bin Baththah Al-Ukbari rahimahullahu (wafat tahun 387 H)
Beliau berkata dalam kitabnya "Al-Ibanah 'an Al-Firqah An-Najiyah wa Mujanabah Al-Firaq Al-Madzmumah"
hal. 693-694, "... Yang demikian itu, bahwa prinsip keimanan kepada
Allah yang wajib diimani para hamba dalam menetapkan keimanan
terhadap-Nya ada tiga macam;
Pertama; Seorang hamba meyakini rabbaniyah-Nya yang dengan hal itu dia menyelisihi ahli Ta'thil yang tidak menetapkan (meyakini adanya) Pencipta.
Kedua;
Meyakini wahdaniyyah (keesaan)-Nya yang dengannya dia menyelisihi
mazhab-mazhab para pelaku kesyirikan, yang mengakui adanya Pencipta
namun mereka mempersekutukan-Nya dengan yang lain dalam ibadah.
Ketiga;
Meyakini bahwa Dia disifatkan dengan dengan sifat-sifat yang tidak
boleh, melainkan Dia harus disifatkan dengan-Nya dari sifat-sifat; ilmu,
kekuasaan (qudrah), kebijaksanaan (hikmah) dan segenap apa yang Dia sifatkan tentang Diri-Nya dalam Kitab-Nya.
Karena
kita telah mengetahui bahwa sebagian besar dari orang-orang yang
mengakui-Nya dan mengesakan-Nya dengan ucapan yang mutlak, dia terkadang
menyimpang dalam (iman kepada) sifat-sifat-Nya sehingga penyimpangannya
itu menjadi cela dalam tauhidnya.
Dan
karena juga, kita telah mendapatkan Allah Ta'ala telah berbicara kepada
hamba-Nya dengan mengajak mereka kepada keyakinan dan mengimani setiap
hal dari tiga perkara ini."
5. Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi rahimahullahu (wafat tahun 671 H)
Beliau menyatakan dalam kitab tafsirnya, Al-Jami' li Ahkam Al-Quran
(I/72), "Allah adalah nama bagi sebuah Wujud yang Hak, yang
mengumpulkan seluruh sifat-sifat ilahiyyah, yang disifatkan dengan
sifat-sifat rububiyah, yang bersendirian dengan wujud yang hakiki, tiada
ilah (yang hak) selain Dia subhanahu."
Nah,
setelah semua pemaparan ini, adakah fitnah itu masih harus terus
dihembuskan hanya karena kebencian kepada kepada dakwah Salafiyyah?
Semoga Allah selalu membimbing kita dijalan kebenaran yang diridhai-Nya. Amin.
-----------------------
Sumber : Al-Qoul As-Sadid fi Ar-Radd 'ala Man Ankara Taqsim At-Tauhid, Syaikh Dr. Abdul Razzaq bin Abdul Muhsin Al-'Abbad.
0 tanggapan:
Posting Komentar