Sponsors

04 Agustus 2014

Nasehat Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad untuk Para Pemuda Berkait ISIS

Telah lahir di Irak beberapa tahun yang lalu sebuah firqah yang menamakan dirinya Daulah al-Islam bil Iraq wasy Syam (Islamic State of Iraq and Sham/ISIS), dan penyebutannya terkenal dengan 4 huruf yang merupakan huruf-huruf pertama dari (nama) daulah yang didakwakan ini dan disebut “DÂ’ISY”  ( داعش ). Kepemimpinannya dipegang bergantian –sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian orang yang mengamati kemunculannya dan kejadian-kejadiannya- oleh beberapa orang yang disebut salah seorang dari mereka: Abu Fulan al-Fulani, atau Abu Fulan bin Fulan; sebuah kuniyah bersamanya penisbatan kepada sebuah negeri atau kabilah sebagaimana halnya kebiasaan orang-orang tidak dikenal yang menutupi diri mereka dengan kuniyah atau penisbatan. 

Setelah berlalu waktu dalam perang yang terjadi di Suriah antara rezim penguasa dan para pejuang, masuklah beberapa kelompok dari firqah ini. Tidak untuk memerangi rezim penguasa, akan tetapi justru memerangi dan menyerang Ahlussunnah yang sedang melawan rezim. Sudah masyhur bahwa cara mereka membunuh orang yang mereka ingin bunuh adalah dengan menggunakan pisau yang merupakan salah satu cara terburuk dan tersadis dalam membunuh manusia.

Di awal bulan Ramadhan (tahun) ini, mereka mengubah nama firqahnya menjadi “al-Khilafah al-Islamiyah”, dan “khalifah”nya yang disebut Abu Bakr al-Baghdadi berkhutbah di sebuah Masjid di Mosul. Diantara ucapannya dalam khutbah itu : “Aku telah diangkat sebagai pemimpin atas kalian dan aku bukan yang terbaik dari kalian…” Dia benar bahwa dia bukan yang terbaik diantara mereka, karena membunuh orang yang mereka bunuh dengan menggunakan pisau. Jika itu terjadi dengan perintahnya atau dengan sepengetahuannya atau dengan persetujuannya maka dialah yang terburuk dari mereka! Dengan dasar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه، لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا، ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه، لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا

Siapa yang mengajak kepada petunjuk, baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang-orang tersebut. Siapa yang mengajak kepada kesesatan, baginya dosanya dan dosa-dosa orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” HR. Muslim (6804).

Kalimat yang dia ucapkan dalam khutbahnya itu telah diucapkan oleh khalifah pertama dalam Islam setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu wa ardhahu. Ia adalah sebaik-baik umat ini yang merupakan umat yang terbaik. Ia mengucapkannya dengan rendah hati sementara ia tahu dan para shahabat juga tahu bahwa dirinya adalah yang terbaik dari mereka dengan dalil-dalil yang menunjukkan kepada perkara itu dari ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sangat baik bagi firqah ini untuk mengoreksi diri, kembali kepada petunjuk, sebelum daulahnya itu terbawa oleh tiupan angin sebagaimana halnya firqah-firqah yang semisalnya di sepanjang sejarah. Dan sangat disayangkan bahwa fitnah “khalifah yang didakwakan” yang baru muncul belum lama ini telah mendapatkan penerimaan dari sebagian pemuda di negeri al-Haramain. Mereka nampakkan kebahagiaan dan kegembiraan dengannya sebagaimana gembiranya orang haus saat melihat fatamorgana. Diantara mereka ada yang mengaku telah membai’at “khalifah yang majhul (tidak dikenal)” tersebut! Bagaimana diharapkan kebaikan dari orang yang telah terfitnah dengan fitnah takfir (pengkafiran) dan pembunuhan dengan cara yang paling buruk dan sadis?!!

Wajib bagi para pemuda itu menjaga diri-diri mereka dari mengekor kepada setiap seruan orang yang suka berkicau. Jadikanlah rujukan dalam setiap tindakan kepada apa yang datang dari Allah ‘Azza wa Jalla dan rasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, karena padanya ada perlindungan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Hendaknya mereka kembali kepada para ulama yang bernasehat untuk mereka dan kaum muslimin.

Diantara contoh selamatnya orang yang berpikir pada kesesatan disebabkan rujuknya dia kepada ahli ilmu adalah apa yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (191) dari Yazid al-Faqir ia berkata : Aku telah terpedaya dengan sebuah pemikiran dari pemikiran Khawarij. Kami pun pergi dengan sekelompok orang untuk menunaikan haji, dan kemudian kami akan keluar (memberontak) kepada manusia. Yazid berkata : Kami melewati Madinah dan kami dapatkan Jabir  bin Abdillah sedang menyampaikan hadits kepada orang-orang -sementara ia bersandar kepada sebuah tiang- dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yazid berkata : Ternyata Jabir sedang menyebutkan tentang “jahannamiyyin” (para penghuhi Jahannam). Aku berkata kepadanya : “Wahai Shahabat Rasulullah, apa ini yang engkau sampaikan? Sementara Allah telah berfirman,

إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ

Sesungguhnya barangsiapa yang engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh Engkau telah menghinakannya.’ (QS. Ali Imran ayat 192) Dan,

كُلَّمَا أَرَادُوا أَن يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا

Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka, mereka dikembalikan lagi ke dalamnya.’ (QS. As-Sajdah ayat 20) Maka apakah ini yang kalian ucapkan?”

Jabir berkata : “Apakah engkau membaca al-Quran?” Aku menjawab : “Iya.” Ia berkata : “Apakah engkau telah mendengar tentang maqam (yaitu syafa’at) Muhammad ‘alaihissalam?”, yaitu maqam yang dengannya beliau diutus. Aku berkata : “Iya.” Ia berkata : “Sesungguhnya itu adalah maqam Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang terpuji (al-maqam al-mahmud) yang dengannya Allah mengeluarkan (dari neraka) siapa yang Dia (kehendaki untuk di)keluarkan.”

Yazid berkata : Ia pun kemudian menceritakan shirat yang diletakkan dan manusia yang berlalu diatasnya. Ia berkata : “Saya khawatir tidak lagi menghafalkan hal ini.”

Yazid berkata : Hanya saja, ia mendakwakan bahwa suatu kaum keluar dari neraka setelah mereka berada di dalamnya. Yaitu mereka keluar seakan-akan mereka adalah dahan biji-bijian. Ia berkata : “Mereka dimasukkan ke dalam sungai dari sungai-sungai surga dan mandi di dalamnya. Mereka keluar darinya seakan-akan mereka adalah kertas (putih).”

Kami kembali. Kami berkata : Celaka kalian! Apakah kalian melihat syaikh itu (yaitu Jabir) berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?! Kami pun rujuk, dan Demi Allah, tidak ada  seorang pun dari kami yang memberontak kecuali satu orang, atau sebagaimana yang diceritakan oleh Abu Nu’aim.

Abu Nu’aim adalah al-Fadhl bin Dukain, salah seorang perawi sanad ini.

Hadits ini menunjukkan bahwa kelompok itu telah terfitnah dengan kekaguman terhadap pemikiran Khawarij dalam hal mengkafirkan pelaku dosa besar dan kekalnya dia di neraka. Dan mereka, dengan perjumpaannya dengan Jabir radhiyallahu ‘anhu dan penjelasannya, mereka akhirnya beralih kepada apa yang ditunjukkan Jabir dan meninggalkan kebatilan yang mereka pahami, dan mereka juga berpaling dari pemberontakan yang telah mereka inginkan setelah menunaikan haji. Ini termasuk faedah terbesar yang didapatkan seorang muslim dengan rujuknya dia kepada ulama. Dan yang menunjukkan bahayanya sikap melampaui batas dalam agama, menyeleweng dari kebenaran dan menjauhi apa yang berada diatasnya Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sabda  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari haditsnya Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu,

إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل الرامي

Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah seorang laki-laki yang membaca al-Quran hingga ketika telah dinampakkan keindahan al-Quran itu kepadanya dan dia adalah tameng bagi Islam, tiba-tiba ia lepas darinya dan mencampakkannya di belakang punggungnya, ia menyerang tetangganya dengan pedang dan menuduhnya dengan kesyirikan.” Hudzaifah berkata : Wahai Nabi Allah, siapakah dari keduanya yang lebih pantas dengan kesyirikan itu? Yang menuduh atau yang dituduh? Beliau bersabda, “Orang yang menuduh.” Diriwayatkan al-Bukhary dalam at-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan al-Bazzar. Lihat ash-Shahihah oleh al-Albani (3201).

Usia yang masih belia adalah masa yang sangat mungkin terjadinya pemahaman yang buruk. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan al-Bukhary dalam Shahih-nya (4495) dengan sanadnya kepada Hisyam bin Urwah, dari ayahnya bahwa ia berkata : Aku berkata kepada Aisyah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sementara aku pada saat itu masih berusia muda : “Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah Tabaraka wa Ta’ala,

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا

Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya.’ (QS. Al-Baqarah ayat 158); Aku tidak melihat rasa keberatan sedikitpun atas seseorang untuk bersa’i antara keduanya?”

Aisyah berkata : “Sekali-kali tidak! Kalau hal itu seperti yang engkau ucapkan, niscaya redaksi ayatnya : ‘maka tidak ada dosa baginya untuk tidak mengerjakan sa’i antara keduanya’. Ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar. Mereka dahulu melakukan manasik dengan berhala Manat dan dahulu Manat berada di arah Qudaid. Akhirnya mereka merasa berat untuk bersa’i antara Shafa dan Marwah. Ketika Islam datang, mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hal itu, maka Allah menurunkan : ‘Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya’.”

Urwah bin az-Zubair termasuk tokoh Tabi’in dan salah satu fuqaha’ yang tujuh di Kota Madinah di masa Tabi’in. Ia telah menjelaskan uzurnya dalam kesalahannya memahami adalah karena ia pada waktu itu masih berusia muda. Ini sangat jelas bahwa usia belia adalah tempat terjadinya kesalahan dalam pemahaman, dan merujuk kepada ulama adalah kebaikan dan keselamatan.

Dalam Shahih al-Bukhary (7152) dari Jundub bin Abdillah ia berkata : “Sesungguhnya yang mula-mula membusuk dari seorang manusia adalah perutnya. Maka barangsiapa yang mampu untuk tidak dihalangi antara dirinya dengan surga disebabkan segenggam darah (muslim) yang dia tumpahkan, hendaknya dia lakukan!”

Berkata al-Hafidz dalam al-Fath (XIII/130) : Disebutkan juga secara marfu’ dalam riwayat ath-Thabrani dari jalan Isma’il bin Muslim, dari al-Hasan, dari Jundub, dan redaksinya : “Kalian mengetahui bahwa aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يحولنَّ بين أحدكم وبين الجنَّة وهو يراها ملءُ كفِّ دم من مسلم أهراقه بغير حلِّه

Jangan sekali-kali terhalangi antara salah seorang kalian dengan surga sementara dia melihat surga itu disebabkan segenggam darah dari seorang muslim yang dia tumpahkan tanpa haknya’.”

Perkataan ini walaupun tidak disebutkan secara jelas tentang hukum marfu’nya, akan tetapi dia dalam hukum marfu’, karena tidak mungkin diucapkan dengan pendapat sendiri. 

Perkataan ini adalah ancaman keras bagi orang yang membunuh muslim tanpa hak. Hadits-hadits dan atsar-atsar ini adalah sebagian dari apa yang telah aku sebutkan pada risalah “بأي عقل ودين يكون التفجير والتدمير جهادا؟! ويحكم أفيقوا يا شباب ” (Dengan Akal dan Agama Apa Pemboman dan Penghancuran Disebut sebagai Jihad?! Sadarlah Kalian Wahai Para Pemuda!). Pada risalah itu, ada beberapa ayat, hadits-hadits dan atsar-atsar yang banyak tentang haramnya seorang manusia membunuh dirinya dan membunuh orang lain tanpa hak. Risalah ini telah dicetak pada tahun 1424 H, dan dicetak bersama risalah lainnya dengan judul “بذل النصح والتذكير لبقايا المفتونين بالتكفير والتفجير ” (Penyampaian Nasehat dan Peringatan bagi Sisa-sisa Orang yang Terfitnah dengan Pengkafiran dan Pemboman), terkumpul dalam kumpulan buku-buku dan risalah-risalah saya (VI/225-279).

Kepada para pemuda yang berjalan di belakang seruan firqah ini, hendaknya mereka mengoreksi diri-diri mereka, kembali kepada petunjuk mereka dan janganlah salah seorang dari mereka berpikir untuk bergabung dengan firqah itu dan akhirnya mereka keluar dari kehidupan dunia ini dengan sabuk bom yang dikenakan padanya, atau dengan menyembelih dengan menggunakan pisau yang menjadi ciri khas dari firqah ini. Wajib bagi para pemuda untuk komitmen dengan sikap mendengar dan taat kepada Negara Saudi yang mereka dan juga bapak-bapak serta kakek moyang mereka hidup dalam wilayahnya dengan aman dan tenteram. Sungguh, negara ini adalah yang terbaik dari negara-negara di dunia ini, dengan segala kekurangan yang ada padanya, yang sebab terbesar dari kekurangan itu adalah fitnah orang-orang berpemikiran Barat di negeri ini yang taklid kepada Barat dalam perkara yang terdapat padanya keburukan.

Saya memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar Dia berkenan memperbaiki keadaan kaum muslimin di setiap tempat, menunjuki para pemudanya -laki-laki dan perempuan- kepada setiap kebaikan, memelihara negeri al-Haramain -pemerintah dan rakyatnya- dari segala keburukan, memberikan petunjuk kepada segala kebaikan dan menjaganya dari keburukan orang-orang keji dan makar orang-orang jahat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha mengabulkan doa, semoga shalawat dan salam tercurahkan atas nabi kita Muhammad, atas keluarga dan para shahabatnya.

(Diterjemahkan dari situs web resmi Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzhahullahu)

0 tanggapan:

Posting Komentar