Sponsors

02 Agustus 2016

Darah Istihadhah

Darah istihadhah adalah darah yang keluar di luar kebiasaan, yaitu tidak pada masa haid dan bukan pula karena melahirkan, dan umumnya darah ini keluar ketika sakit, sehingga sering disebut sebagai darah penyakit.

Sifat darah istihadhah umumnya berwarna merah segar seperti darah pada umumnya, encer, dan tidak berbau. Keluarnya darah ini tidak diketahui batasannya, dan ia hanya akan berhenti setelah keadaan normal atau darahnya mengering.

Wanita yang mengalami istihadhah ini dihukumi sama seperti wanita suci, sehingga ia tetap wajib mengerjakan shalat, puasa, dan suaminya boleh menggaulinya.

Al-Bukhary dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,

جَاءت فاطمةُ بنت اَبِى حبيش اِلى النَبِيُّ صلى الله علَيه وسلم وقالَت ياَرسول الله انِى امراَة اُسْتَحاض فلا اَطْهر، اَفَأدَع الصلاَةَ؟ فقال رسول الله صلّى اللهُ علَيه وسلّم: لاَ، اِنَما ذلك عِرْقٌ ولَيس بِالْحَيْضة فاِذَا اَقبلتِ الْحيضةُ فاتركى الصلاَة، فإذَا ذهب قدرها فاَغسلى عنْكِ الدَّم وصلِّى

Fatimah binti Abi Hubaisy telah datang kepada Nabi ﷺ dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang mengalami istihadhah sehingga aku tidak dalam keadaan suci, apakah aku mesti meninggalkan shalat?” Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak, sesungguhnya itu hanyalah urat (pada rahim yang terbuka) dan bukan haid. Karenanya, jika haid itu datang maka tinggalkanlah shalat. Lalu apabila ukuran waktunya telah habis, cucilah darah dari tubuhmu lalu shalatlah.”

Keluarnya darah istihadah pada seorang wanita terjadi secara terus-menerus. Bisa terjadi selamanya, bisa pula berhenti dalam beberapa waktu.

Jika darah itu keluar terus-menerus dalam masa yang lama, apakah yang bisa dijadikan patokan dalam membedakan darah haid dengan darah istihadhah?

Kasus istihadhah pada seorang wanita bisa dibagi dalam tiga kondisi;

Pertama ; wanita tersebut memiliki masa haid yang jelas sebelum mengalami istihadhah. Kondisi yang seperti ini dikembalikan kepada masa haidnya yang sudah dikenalinya pada masa sebelum terjadinya istihadhah; dia menjalani masa haidnya pada hari-hari itu, dan selebihnya darah yang masih keluar setelah masa kebiasaan haidnya dianggap sebagai istihadhah.

Nabi ﷺ berkata Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha,

امكثي قدر ما كانت تحبسكِ حيضتك ثم اغتسلي وصلي

Berdiamlah dalam kadar masa yang dahulu engkau haid, kemudian (jika telah selesai) mandi dan shalatlah.” (HR. Muslim).

Kedua; dia tidak memiliki kebiasaan masa haid yang dikenali, akan tetapi dia bisa membedakan antara darah haid dengan darah istihadhah. Darah haidnya kental, kehitaman dan berbau, sementara darah lainnya berwarna merah cerah, encer dan tidak berbau. Dalam kondisi ini, wanita tersebut melalui masa haidnya sesuai dengan keadaan darah haid yang keluar dan selebihnya darah yang tidak memiliki sifat-sifat darah haid dianggap sebagai darah istihadhah, dia tetap wajib shalat, puasa dan suami boleh menggaulinya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada Fatimah bintu Abi Hubaisy,

إذا كان دم الحيض فإنه أسود يعرف، فأمسكي عن الصلاة، فإذا كان الآخر فتوضئي وصلي

“Jika darah itu darah haid, maka darahnya kehitaman dan dikenali, tahanlah dirimu dari melakukan shalat. Sedangkan jika keadaan darahnya yang selain itu, maka berwudhulah dan kerjakan shalat.” (HR. Abu Dawud dam An-Nasa’i, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

Pada sanad dan matan hadist ini terdapat kelemahan, akan tetapi para ulama telah mengamalkan makna hadits tersebut. Yang seperti ini lebih utama daripada mengembalikan hukum wanita tersebut kepada kebiasaan yang umum terjadi pada kaum wanita.

Ketiga; seorang wanita yang tidak memiliki kebiasaan haid yang jelas dan juga tidak ada sesuatu yang membantunya untuk membedakan antara darah haid dengan darah lainnya.

Dalam kasus ini, wanita tersebut menjalani masa haidnya selama enam atau tujuh hari setiap bulannya, mengikuti kebiasaan haid umumnya kaum wanita di negerinya. Nabi ﷺ bersabda kepada Hamnah bintu Jahsy,

إنما هي ركضة من الشيطان فتحيضي ستة أيام أو سبعة أيام ثم اغتسلي، فإذا استنقأتِ فصلي أربعةً وعشرين أو ثلاثةً وعشرين، وصومي وصلي فإن ذلك يجزئك، وكذلك فافعلي كما تحيض النساء

“Sesungguhnya darah tersebut adalah dari syaitan, maka jalanilah masa haidmu enam atau tujuh hari kemudian mandilah. Jika engkau telah bersih (selesai dari haid), shalatlah (dalam masa) 24 atau 23 hari, puasa dan shalatlah, karena yang demikian itu telah mencukupimu. Lakukan seperti itu sebagaimana (umumnya) para wanita menjalani masa haid.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadits ini diriwayatkan An-Nasa’i dari kisahnya Ummu Habibah).


Apa yang mesti dilakukan seorang wanita yang mengalami istihadhah dalam masa sucinya?

1. Wajib baginya mandi setelah selesai masa haidnya sesuai dengan perbedaan masa haid dalam penjelasan yang telah disebutkan.

2. Membersihkan dan mencuci kemaluannya setiap kali akan melaksanakan shalat, memakai pembalut untuk mencegah jatuhnya darah dan berwudhu pada setiap shalat.

Nabi ﷺ bersabda tentang wanita yang mengalami istihadhah,

تدع الصلاة أيام أقرائها ثم تغتسل وتتوضأ عند كل صلاة

“Dia meninggalkan shalat selama masa keluarnya darah, kemudian mandi dan berwudhu pada setiap shalat.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Berkata At-Tirmidzi, “Hadits hasan”).

Beliau ﷺ juga bersabda,
أنعت لك الكرسف فإنه يذهب الدم

“Aku nasehatkan untuk menggunakan kapas, karena hal itu bisa membersihkan darah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sayangnya, nasehat beliau ini sudah ditinggalkan oleh sebagian wanita-wanita muslimah di zaman sekarang.

Wallahu a’lam.

0 tanggapan:

Posting Komentar