Sponsors

19 Agustus 2016

Ibadah Haji & Mentauhidkan Allah Ta'ala

Haji adalah salah satu rukun Islam dan telah diwajibkan semenjak masa Ibrahim ‘alaihissalam.

Akan tetapi, setelah berlalu masa yang panjang, manusia mencampur-adukkan ibadah agung ini dengan ritual-ritual kesyirikan hingga mereka membuatkan patung-patung dan berhala-berhala di Baitullah Al-Haram, yang mereka tuju dalam doa-doa mereka dan mereka jadikan sebagai wasilah (perantara) antara mereka dengan Allah Tabaraka wa ta’ala.

Keadaan itu berlangsung hingga Allah mengutus rasul-Nya, Muhammad ﷺ, yang membersihkan Baitullah dari noda-noda kesyirikan pada tahun ke 8 H.

Sebagian besar manasik haji berpusat di di Baitullah Al-Haram yang merupakan rumah pertama yang dibangun untuk beribadah hanya kepada Allah saja. Namun, masih ada tempat-tempat lainnya yang dilalui seorang muslim dalam hajinya seperti Shafa dan Marwah, Mina, Muzdalifah dan Arafat. Semuanya juga adalah tempat-tempat untuk mentauhidkan Allah, untuk mengingat dan menyebut namaNya, jauh dari segala bentuk kesyirikan.

Syi’ar-syi’ar tauhid sangat jelas nampak dalam ibadah haji. Tidak ada satu nusuk (ibadah) atau rukun dalam haji melainkan padanya terdapat tanda atau isyarat kepada mentauhidkan Al-Khaliq ‘Azza wa Jalla, baik dalam ucapan maupun perbuatan.

Bahkan pondasi yang dibangun diatasnya Ka’bah adalah pondasi tauhid dan mencampakkan syirik dengan segala macam bentuknya. Karenanya, Allah berfirman tentang nabiNya, Ibrahim ‘alaihissalam,

وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَن لّا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُود

Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan) : Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat, dan orang-orang yang ruku dan sujud!” (QS. Al-Hajj ayat 25).

Bahkan perintah itu sampai pada level dimana Allah tidak mengizinkan orang musyrik memasuki Al-Masjid Al-Haram.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُواْ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَـذَا

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati al-Masjid al-Haram sesudah tahun ini.” (QS. At-Taubah ayat 28).

Dari sini bisa dipahami, bahwa perintah kewajiban haji tegak diatas asas mentauhidkan Allah Ta’ala dan memurnikan segala bentuk dan jenis ibadah hanya untukNya semata; semenjak dibangunnya Ka’bah Baitullah Al-Haram hingga diutusnya Muhammad ﷺ.

Untuk memahami lebih jelasnya tentang masalah ini, Allah telah menjelaskan kepada para hamba tujuan dari pelaksanaan ibadah haji dalam surat Al-Hajj ketika Dia menyuruh Ibrahim untuk membangun Ka’bah dan menyeru manusia untuk berhaji kepadanya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ، لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ، ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ، ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ عِندَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الأَنْعَامُ إِلاَّ مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ، حُنَفَاء لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاء فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ، ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas beribadah hanya kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj ayat 27-32).

Perhatikanlah bagaimana Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang yang berhaji di akhir ayat tersebut untuk menjauhi kotoran syirik, memurnikan tauhid memberi gambaran tentang buruknya akibat dari kesyirikan itu.

Alangkah indahnya Islam yang mengajarkan umatnya untuk bertauhid dan menyelamatkan mereka dari dosa syirik, namun sayang, sangat sedikit dari umat ini yang mau mengambil pelajaran dari Al-Quran, dan dari ibadah-ibadah yang dilaksanakannya.

 

0 tanggapan:

Posting Komentar