Ibadah yang diperintahkan Allah Ta’ala
tidaklah mungkin disebut ibadah kecuali dengan tauhid. Tidak akan mungkin sah sebuah
ibadah bersama syirik. Seseorang tidak disifatkan sebagai hamba
Allah yang sesungguhnya kecuali dengan mengaplikasikan tauhid dan
meng-Esa-kan Allah dalam ibadahnya. Siapa yang menyembah Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain, maka dia bukanlah hamba
Allah yang sesungguhnya.
Mentauhidkan
Allah, mengikhlaskan ibadah semata-mata untuk Allah dan tidak
mempersekutukan-Nya adalah syarat utama bagi diterimanya amal di sisi
Allah Ta’ala. Ditambah lagi, ibadah tersebut mustahil bernilai dan
diterima kecuali jika sesuai dengan aturan syari’at dan berada diatas
Sunnah Rasulullah ﷺ.
07 Agustus 2016
Ibadah tanpa Tauhid tidak Disebut "Ibadah"
Dua syarat diterimanya amal ibadah di sisi Allah adalah;
1. Tidak disembah dan diibadahi kecuali Allah Ta’ala (tauhîd), dan
2. Dia tidak disembah dan diibadahi kecuali dengan apa yang diperintahkan-Nya melalui lisan rasul-Nya ﷺ (ittibâ’).
Allah Ta’ala berfirman,
بَلىَ مَنْ أسْلَمَ وَجْهَهُ لِلهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَليْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“Barangsiapa
yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah ayat 112)
Makna (أسلم وجهه); yaitu mengaplikasikan tauhid dan mengikhlaskan ibadahnya hanya untuk Allah semata.
Dan makna (وهو محسن); yaitu ber-ittiba’ (mengikuti petunjuk) Rasulullah ﷺ.
0 tanggapan:
Posting Komentar