24 Agustus 2014
Mufti Agung Kerajaan Saudi : "ISIS tidak Berkait dengan Islam"
Saudara dan saudari,
Saya haturkan salam kepada Anda semua dengan salam Islam yang abadi, yang memiliki tujuan dan maksud yang mulia… Salâmu_Llâhi ‘alaikum warahmatu_Llâhi wa barakâtuh…
Saya
berwasiat kepada Anda dan diri saya untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala.
Siapa yang menyibukkan diri dengan ketakwaan, niscaya Allah akan
mencukupinya.
Dalam
situasi yang sulit yang dihadapi umat Islam saat ini, yang dengannya
telah kisruh banyak negeri-negeri, dan dengannya pula telah rancu banyak
dari ideolog-ideologi, tidak diragukan bahwa ideologi yang paling
berbahaya adalah ideologi yang diusung dengan label agama. Karena hal
itu akan memberikannya simbol kesucian, yang diatas landasannya nyawa
pun akan menjadi murah. Saat itulah manusia akan berpindah –kami memohon
perlindungan Allah- dari perpecahan yang agama dijaga darinya kepada
perpecahan dalam agama itu sendiri. Inilah yang Allah ‘Azza wa Jalla
telah ingatkan kita dalam firmanNya,
إِنَّ
الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي
شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا
كَانُواْ يَفْعَلُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap
mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanya dikembalikan kepada Allah,
kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka
perbuat.” (QS. Al-An’am ayat 159)
Allah
Ta’ala dalam ayat ini memperingatkan kaum muslimin agar tidak terjadi
dalam agamanya seperti yang terjadi pada orang-orang musyrik dalam agama
mereka. Dan perpecahan dalam agama Islam adalah dengan tercerai
berainya prinsip-prinsip dasarnya setelah tadinya bersatu. Yaitu setiap
perpecahan yang mengantarkan pelakunya kepada pengkafiran sebagiannya
atas sebagian lainnya, memerangi sebagiannya atas sebagian lainnya dalam
agama. Sementara tidak ada dalam Islam kejahatan yang terbesar di sisi
Allah setelah kekafiran selain memecah belah jamaah, yang (semestinya)
dengan jamaah itulah hati-hati akan bersatu dan kalimat akan terkumpul.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْتَصِمُواْ
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ
مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan
berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu
bercerai berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar
kamu mendapat petunjuk.” (QS. Alu Imran ayat 103)
Berkata Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
“Wahai manusia, wajib bagi kalian komitmen dengan ketaatan dan jamaah.
Karena itulah tali Allah ‘Azza wa Jalla yang Dia perintahkan. Apa yang
kalian benci dalam jamaah jauh lebih baik daripada apa yang kalian suka
dalam perpecahan.”
Perpecahan
dan perselisihan tidak terjadi kecuali dikarenakan oleh kejahilan dan
hawa nafsu. Sebagaimana jamaah dan persatuan tidak terjadi kecuali
dikarenakan ilmu dan ketakwaan.
Kaum
muslimin pada hari ini, dan keadaannya sebagaimana yang telah diketahui,
sangat butuh untuk kembali memperdalam ilmu dan pengetahuan tentang
agama yang lurus ini sebelum orang-orang yang selain mereka mengenalnya.
Bukan hanya dalam permasalahan-permasalahan dan hukum-hukumnya, tapi
juga dalam maqâshid (tujuan-tujuan)nya yang agung dan
luas, yang untuk tujuan itulah agama ini disyari’atkan dan diatas
prinsip itulah agama ini diturunkan. Allah Ta’ala tidak mengutus para
rasul dan menetapkan syari’at melainkan untuk menegakkan aturan bagi
manusia sebagaimana firmanNya,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang
nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. Al-Hadid ayat 25).
Syari’at Islam adalah syari’at yang paling agung dan lurus sebagaimana yang ditunjukkan oleh firmanNya,
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسْلامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Alu Imran ayat 19).
Syari’at
ini telah datang dengan perkara yang padanya terdapat kebaikan manusia
di masa sekarang dan akan datang. Dan tujuan umum dari syari’at Islam
adalah memakmurkan persada bumi, menjaga aturan kehidupan dan memastikan
berkesinambungannya kebaikannya itu bagi orang yang hidup diatasnya.
Diantara prinsip-prinsip dasar al-Quran yang lapang, bahwa hukum asal sesuatu adalah mubah/halal,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah ayat 29).
Dan hukum asal bagi setiap manusia adalah kesucian (al barâ-ah),
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْ
“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia diatas fitrah itu.” (QS. Ar-Rum ayat 30)
Dua
prinsip ini adalah landasan setiap pensyariatan dan kebebasan. Dan tidak
mungkin terwujud setiap prinsip itu dan tidak bakal tegak kecuali
dengan mengetahui bahwa kelapangan Islam (samâhah al Islâm) adalah sifat
mendasar syari’at Islam dan tujuan terbesarnya. Sebagaimana dalam
firmanNya,
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.” (QS. Al-Baqarah ayat 185).
firmanNya,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj ayat 78).
Dan firmanNya,
رَبَّنَا
وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن
قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ
“Ya
Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya
Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak
sanggup memikulnya.” (QS. Al-Baqarah ayat 286).
Dalam hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
أحب الدين إلى الله الحنيفية السمحة
“Agama yang paling dicintai Allah adalah al-hanifiyyah (yang lurus), as-samhah (toleran).”
Al-hanifiyyah adalah lawan kesyirikan, dan as-samhah adalah lawan dari kesulitan dan sikap ekstrim. Dalam hadits yang lain darinya shallallahu ‘alaihi wasallam,
إن الدين يسر، ولن يشاد هذا الدين أحد إلا غلبه
“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang memberat-beratkan agama ini melainkan dia akan dikalahkan.”
Dalil-dalil
syari’at menunjukkan bahwa toleransi dan kemudahan termasuk dalam
tujuan dasar agama ini. Toleransi itu telah memberikan pengaruh yang
besar bagi tersebarnya dan langgengnya ajaran Islam. Dengan ini
diketahui bahwa kemudahan termasuk fitrah, karena fitrah manusia
menyukai kelembutan.
Hakikat dari toleransi dan sikap pertengahan itu berada diantara sikap ekstrim keras dan ekstrim lunak. Al-wasathiyyah (sikap pertengahan) dalam makna ini adalah sumber segala kesempurnaan. Allah Ta’ala berfirman tentang sifat dari umat ini,
وكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat yang adil dan pilihan.” (QS. Al-Baqarah ayat 143)
Di sela-sela maqâshid
yang agung inilah akan jelas terlihat hakikat dari sikap pertengahan,
dan bahwasannya dia adalah kesempurnaan dan keindahan Islam ini, dan
ideologi-ideologi ekstrimisme, radikalisme dan terorisme yang merusak di
muka bumi dan membinasakan kehidupan bukanlah bagian dari Islam
sedikitpun. Bahkan dia adalah musuh Islam yang pertama, dan kaum
muslimin adalah korban utamanya. Sebagaimana yang bisa terlihat dari
kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh apa yang disebut Da’isy (ISIS),
al-Qaeda dan kelompok-kelompok yang bercabang darinya. Benarlah
perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang mereka,
سيخرج
في آخر الزمان قوم أحداث الأسنان، سفهاء الأحلام، يقولون من خير قول
البرية، يقرأون القرآن لا يجاوز حناجرهم، يمرقون من الدين كما يمرق السهم
من الرمية، فإذا لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجراً لمن قتلهم عند الله
يوم القيامة
“Akan
keluar di akhir zaman suatu kaum yang berusia belia, berpikiran picik,
mereka mengucapkan perkataan sebaik-baik manusia, mereka membaca
al-Quran namun tidak melewati tenggorokannya. Mereka lepas dari Islam
ini sebagaimana anak panah lepas dari busur. Jika kalian menjumpai
mereka, bunuhlah mereka itu, karena dalam membunuh mereka terdapat
pahala di sisi Allah pada hari Kiamat bagi orang yang membunuh mereka.”
Kelompok-kelompok
pembangkang itu tidak berkait dengan Islam, dan tidak juga dengan para
penganutnya yang komitmen dengan petunjuknya. Bahkan mereka adalah
perpanjangan tangan Khawarij yang merupakan sekte pertama yang keluar
dari agama ini disebabkan pengkafirannya terhadap kaum muslimin hanya
karena perbuatan dosa dan juga menghalalkan darah dan harta-harta kaum
muslimin.
Pada
kesempatan ini kami mengajak untuk menyatukan segala usaha, baik dalam
bidang pembinaan, pendidikan, dakwah dan pembangunan, untuk menguatkan
ideologi pertengahan (al-wasathiyyah wal al-i’tidâl)
yang bersumber dari syari’at Islam kita yang mulia dengan konsep
paripurna yang memiliki tujuan jelas dan didukung oleh rancangan
kerjanya demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut dalam tataran
riil.
Demikian,
dan dunia pada saat ini sedang bergejolak di sekitar kita, wajib bagi
kita di Kerajaan Saudi Arabia, yang telah Allah anugerahkan kepada kita
kalimat yang satu, barisan yang satu di sekitar kepemimpinan kita yang
direpresentasikan oleh Pelayan Dua Tanah Suci, Raja Abdullah bin Abdil
Aziz Alu Su’ud, Putra Mahkota dan Wakil Putra Mahkota –semoga Allah
menjaga mereka-, wajib bagi kita menjaga struktur yang kokoh ini, yang
menguatkan sebagiannya atas sebagian lainnya. Jangan jadikan sebab-sebab
perpecahan dan perselisihan di luar negeri menjadi sebab untuk
perselisihan diantara kita. Setiap kita, alhamdulillah, di
Kerajaan Saudi Arabia bersatu dan muslim. Kita menjaga jamaah, komitmen
dengan ketaatan dalam perkara yang ma’ruf, mengemban amanah ilmu,
pemikiran dan tulisan, sebagian kita memberikan loyalitas kepada yang
lainnya, sebagian kita memberikan uzur kepada yang lainnya dalam perkara
yang kita keliru padanya. Baik itu ulama, para ustadz, para penulis,
orang-orang terpelajar dan seluruh warga negara. Kita arahkan diskusi
kita dalam hal yang bermanfaat untuk kita dari persoalan-persoalan agama
dan bangsa dengan metode diskusi yang terpuji, yang tidak mengandung
pengkhianatan dan tidak mengundang tuduhan. Setiap kita di negeri ini
sama. Kita memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban.
Kami
memohon kepada Allah Ta’ala agar Dia melanggengkan nikmatNya untuk kita,
yang lahir maupun yang bathin, menjaga negeri kita dan
negeri-negeri kaum muslimin dari segala keburukan, menjaga kita dan
mereka dari fitnah yang nampak dan tersembunyi, dan memperbaiki keadaan
kaum muslimin. Sesungguhnya, Dia-lah yang mampu dan berkuasa atas hal
tersebut.
Mufti Agung Kerajaan Saudi Arabia
Ketua Hai’ah Kibar al Ulama dan Ketua Lembaga Riset Ilmiah & Fatwa
Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Alu asy-Syaikh
--------------
17 Agustus 2014
Hadits Masyhûr, ‘Azîz dan Gharîb
1. Hadits Masyhur
Menurut bahasa, masyhûr adalah yang terkenal atau yang nampak.
Menurut istilah, hadits Masyhur adalah apa yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih –pada setiap tingkatan periwayatan (thabaqah sanad)- selama tidak mencapai batasan mutawatir.
Contohnya adalah hadits,
إن
الله لا يقبض العلم انتزاعًا ينتزعه من صدور العلماء ولكن يقبض العلم بقبض
العلماء، حتى إذا لم يبق عالمًا اتخذ الناس رؤوسًا جهالاً، فسئلوا فأفتوا
بغير علمٍ فضلوا وأضلوا
“Sesungguhnya
Allah tidak mengambil ilmu ini sekaligus yang dicabutnya dari dada para
ulama, akan tetapi Dia mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Hingga
jika Dia tidak menyisakan seorang yang berilmu, manusia akan mengambil
tokoh-tokoh yang bodoh. Mereka pun ditanya dan mereka berfatwa tanpa
ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan.”
Hadits ini
diriwayatkan oleh al-Bukhary, Muslim, ath-Thabrani, Ahmad dan al-Khatib
al-Baghdadi dari empat orang Shahabat yaitu Abdullah bin ‘Amr, Ziyad
bin Labid, Abu Hurairah dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum. Pada setiap tingkatan dari tingkatan-tingkatan periwayatan (thabaqah sanad),
hadits ini diriwayatkan dari empat Shahabat sampai kepada para imam
tersebut dan jumlah perawinya tidak pernah kurang dari tiga orang,
sehingga hadits ini diistilahkan sebagai hadits Masyhur.
2. Hadits ‘Azîz
Menurut bahasa, ‘azîz bermakna sesuatu yang unik dan langka.
Menurut istilah adalah hadits yang jumlah perawinya tidak kurang dari dua orang pada seluruh atau sebagian tingkatan (thabaqah) sanad, walaupun hanya pada satu tingkatan sanad.
Inilah pendapat yang paling kuat sebagaimana yang disebutkan Imam Ibnu Hajar rahimahullahu (Nukhbah al Fikar dan syarahnya, hal. 21-24)
Contoh
hadits seperti ini adalah apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhary dan
Muslim dari haditsnya Anas bin Malik, dan diriwayatkan oleh al-Bukhary
dari haditsnya Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يؤمن أحدكم متى أكون أحبَّ إليه من والده وولده والناس أجمعين
“Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia.”
Hadits ini diriwayatkan dari Anas oleh Qatadah bin Di’amah as-Sadusi dan Abdul Aziz bin Shuhaib. Dari Qatadah, hadits ini diriwayatkan oleh Syu’bah dan Sa’id. Dan dari Abdul Aziz, hadits ini diriwayatkan oleh Isma’il bin Ulayyah dan Abdul Warits. Dan dari keempatnya (yaitu Syu’bah, Sa’id, Isma’il dan Abdul Warits), hadits ini diriwayatkan oleh banyak orang.
3. Hadits Gharib
Menurut bahasa, gharîb bermakna yang asing, bersendirian, atau yang jauh dari kerabatnya.
Menurut
istilah, hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan bersendirian oleh
satu orang, walaupun hanya pada satu tingkatan sanad.
Hadits gharib kadang diistilahkan juga dengan “al-Fard”, walaupun sebagian ulama membedakan antara keduanya.
Pembagiannya
Hadits Gharib terbagi dua, yaitu:
1. Gharîb Mutlaq, yaitu hadits yang gharabahnya (letak perawi yang bersendirian pada sanad) berada pada pokok sanadnya.
Contohnya adalah hadits,
إنما الأعمال بالنيات
“Sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya.”; diriwayatkan bersendirian oleh Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu. Dan tafarrud (hal bersendirian)nya itu masih berlanjut pada beberapa urutan sanad berikutnya.
2. Gharîb Nisbî, yaitu hadits yang gharabahnya
terdapat di tengah-tengah sanad. Yaitu diriwayatkan oleh banyak orang
pada pokok (awal) sanadnya kemudian seorang perawi bersendirian
meriwayatkannya dari mereka pada satu tingkatan sanad.
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan Malik bin Anas dari az-Zuhri dari Anas radhiyallahu ‘anhu,
أن النبيّ صلى الله عليه وسلم دخل مكةَ وعلى رأسه المغفر
“bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki Makkah dan di kepalanya terdapat penutup kepala baja.”
Hadits ini diriwayatkan bersendirian oleh Imam Malik dari az-Zuhri.
Bentuk Pembagian Lainnya
Para ulama juga membagi hadits Gharib ditinjau dari sisi gharabah yang ada pada sanad atau matannya.
1. Gharib matan dan sanadnya, yaitu hadits yang riwayat matannya diriwayatkan bersendirian oleh seorang perawi.
2. Gharib
sanad, tidak pada matannya; seperti hadits yang matannya diriwayatkan
oleh banyak orang dari para Shahabat, kemudian ada seorang rawi
bersendirian meriwayatkannya dari seorang Shahabat yang lain. Inilah
makna yang sering disebutkan Imam at-Tirmidzi : “Gharib dari sisi ini.” (
غريب من هذا الوجه )
(Sumber : Taysir Mushthalah al Hadits, Ath-Thahhan)
(Sumber : Taysir Mushthalah al Hadits, Ath-Thahhan)
16 Agustus 2014
Hadits Al-Âhâd
Al-Âhâd ( الآحاد ) bentuk jama’ dari “ahad” ( أحد ) yang bermakna satu atau tunggal.
Menurut istilah, khabar al-Âhâd adalah apa yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir.
Menurut istilah, khabar al-Âhâd adalah apa yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir.
Hukumnya
Hadits Ahad memberikan kita al-‘ilmu an-nadzhari, yaitu ilmu/pengetahuan yang berlandaskan pada penelitian dan dalil penguat.
Secara garis besar Hadits Ahad terbagi dua; yaitu ditinjau dari sisi jumlah jalan periwayatannya dan dari sisi kekuatan dan kelemahannya.
Ditinjau dari sisi jumlah jalan periwayatan, khabar al-Ahad terbagi tiga, yaitu masyhur, aziz dan gharib.
Sementara ditinjau dari sisi kekuatan dan kelemahan periwayatannya, khabar al-Ahad (baik itu yang masyhur, ‘aziz atau gharib) terbagi dua yaitu maqbûl (diterima) dan mardûd (tertolak).
Maqbul adalah apa yang dikuatkan tentang kebenaran orang yang menyampaikan berita tersebut. Hukum khabar maqbul adalah wajib dijadikan dalil dan diamalkan.
Sementara mardud adalah
yang tidak dipastikan tentang kebenaran orang yang menyampaikan berita
tersebut. Dan hukumnya adalah sebaliknya, yaitu tidak bisa dijadikan
dalil dan tidak diamalkan.
Maqbul dan mardud memiliki beberapa pembagian dan perincian yang akan kita sebutkan pada tempatnya, insyaallahu.
11 Agustus 2014
Menunaikan Zakat Emas dan Perak
Setiap muslim wajib menunaikan zakat dari hartanya yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Allah Ta'ala. Diantara zakat harta (zakaat al-maal) yang wajib dikeluarkan tersebut adalah zakat emas dan perak.
Disyaratkan pada zakat emas dan perak beberapa hal, yaitu :
- kepemilikan yang sempurna
- telah mencapai nishab, dan
- telah berlalu satu tahun sejak mencapai nishab tersebut (diistilahkan dengan "haul"), yang dihitung dalam penanggalan Hijriyah.
Nishab adalah kadar tertentu dari harta tertentu yang ditetapkan Syari'at bagi wajibnya seorang muslim menunaikan zakatnya jika telah mencapai kadar tersebut.
Berapakah Nishab Emas dan Perak?
Nishab emas dalam aturan Syari'at adalah 20 mitsqal. Dan berat 1 mitsqal syar'i di zaman sekarang adalah 4,25 gram. Maka nishab emas adalah 4,25 gram x 20 mistqal = 85 gram emas (24 karat).
Adapun perak, nishabnya adalah 5 'uqiyah. Berat 1 'uqiyah sama dengan 40 dirham.
Karenanya, 5 'uqiyah sama dengan 200 dirham, dan 200 dirham setara dengan 595 gram perak.
Kadar yang wajib dikeluarkan dari masing-masing emas dan perak jika telah mencapai nishab adalah 1/40 atau 2,5 %.
Cara Menghitung Zakat Emas dan Perak
Sebagai contoh, jika seseorang memiliki 85 gram emas, maka harta senilai itu telah mencapai nishabnya dan wajib ditunaikan zakatnya. Jika diandaikan harga emas Rp. 300.000,-/gram, maka hasil perkalian 85 gram x Rp. 300.000,- adalah Rp. 25.500.000,-. Dan zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 % dari Rp. 25.500.000,-, yaitu sebesar Rp. 637.500,-.
Atau lebih mudahnya, harta yang dikeluarkan zakatnya dibagi menjadi 40. Seperti contoh diatas :
Rp. 25.500.000,- : 40 = Rp. 637.500,-
Demikian penjelasan sederhana dan ringkas mengenai zakat emas dan perak, semoga bisa sedikit membantu Anda menunaikan kewajiban tersebut.
04 Agustus 2014
Nasehat Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad untuk Para Pemuda Berkait ISIS
Telah lahir di Irak beberapa tahun yang lalu sebuah firqah yang menamakan dirinya Daulah al-Islam bil Iraq wasy Syam
(Islamic State of Iraq and Sham/ISIS), dan penyebutannya terkenal
dengan 4 huruf yang merupakan huruf-huruf pertama dari (nama) daulah
yang didakwakan ini dan disebut “DÂ’ISY” ( داعش ). Kepemimpinannya
dipegang bergantian –sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian orang
yang mengamati kemunculannya dan kejadian-kejadiannya- oleh beberapa
orang yang disebut salah seorang dari mereka: Abu Fulan al-Fulani, atau
Abu Fulan bin Fulan; sebuah kuniyah bersamanya penisbatan kepada sebuah
negeri atau kabilah sebagaimana halnya kebiasaan orang-orang tidak
dikenal yang menutupi diri mereka dengan kuniyah atau penisbatan.
Setelah
berlalu waktu dalam perang yang terjadi di Suriah antara rezim penguasa
dan para pejuang, masuklah beberapa kelompok dari firqah ini. Tidak
untuk memerangi rezim penguasa, akan tetapi justru memerangi dan
menyerang Ahlussunnah yang sedang melawan rezim. Sudah
masyhur bahwa cara mereka membunuh orang yang mereka ingin bunuh adalah
dengan menggunakan pisau yang merupakan salah satu cara terburuk dan
tersadis dalam membunuh manusia.
Di awal bulan Ramadhan (tahun) ini,
mereka mengubah nama firqahnya menjadi “al-Khilafah al-Islamiyah”, dan
“khalifah”nya yang disebut Abu Bakr al-Baghdadi berkhutbah di sebuah
Masjid di Mosul. Diantara ucapannya dalam khutbah itu : “Aku telah
diangkat sebagai pemimpin atas kalian dan aku bukan yang terbaik dari
kalian…” Dia benar bahwa dia bukan
yang terbaik diantara mereka, karena membunuh orang yang mereka bunuh
dengan menggunakan pisau. Jika itu terjadi dengan perintahnya atau
dengan sepengetahuannya atau dengan persetujuannya maka dialah yang
terburuk dari mereka! Dengan dasar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
من
دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه، لا ينقص ذلك من أجورهم
شيئا، ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه، لا ينقص ذلك
من آثامهم شيئا
“Siapa yang mengajak kepada
petunjuk, baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa
mengurangi sedikitpun pahala orang-orang tersebut. Siapa yang mengajak
kepada kesesatan, baginya dosanya dan dosa-dosa orang yang mengikutinya
tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” HR. Muslim (6804).
Kalimat yang dia ucapkan dalam khutbahnya itu telah diucapkan oleh khalifah pertama dalam Islam setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu wa ardhahu.
Ia adalah sebaik-baik umat ini yang merupakan umat yang terbaik. Ia
mengucapkannya dengan rendah hati sementara ia tahu dan para shahabat
juga tahu bahwa dirinya adalah yang terbaik dari mereka dengan
dalil-dalil yang menunjukkan kepada perkara itu dari ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sangat baik bagi firqah ini untuk
mengoreksi diri, kembali kepada petunjuk, sebelum daulahnya itu terbawa
oleh tiupan angin sebagaimana halnya firqah-firqah yang semisalnya di
sepanjang sejarah. Dan sangat
disayangkan bahwa fitnah “khalifah yang didakwakan” yang baru muncul
belum lama ini telah mendapatkan penerimaan dari sebagian pemuda di
negeri al-Haramain. Mereka nampakkan kebahagiaan dan kegembiraan
dengannya sebagaimana gembiranya orang haus saat melihat fatamorgana.
Diantara mereka ada yang mengaku telah membai’at “khalifah yang majhul (tidak dikenal)” tersebut! Bagaimana diharapkan kebaikan dari orang yang telah terfitnah dengan fitnah takfir (pengkafiran) dan pembunuhan dengan cara yang paling buruk dan sadis?!!
Wajib bagi para pemuda itu menjaga
diri-diri mereka dari mengekor kepada setiap seruan orang yang suka
berkicau. Jadikanlah rujukan dalam setiap tindakan kepada apa yang
datang dari Allah ‘Azza wa Jalla dan rasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam,
karena padanya ada perlindungan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Hendaknya mereka kembali kepada para ulama yang bernasehat untuk mereka
dan kaum muslimin.
Diantara contoh selamatnya orang yang
berpikir pada kesesatan disebabkan rujuknya dia kepada ahli ilmu adalah
apa yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (191) dari
Yazid al-Faqir ia berkata : Aku telah terpedaya dengan sebuah pemikiran
dari pemikiran Khawarij. Kami pun pergi dengan sekelompok orang untuk
menunaikan haji, dan kemudian kami akan keluar (memberontak) kepada
manusia. Yazid berkata : Kami
melewati Madinah dan kami dapatkan Jabir bin Abdillah sedang
menyampaikan hadits kepada orang-orang -sementara ia bersandar kepada
sebuah tiang- dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yazid berkata : Ternyata Jabir sedang menyebutkan tentang “jahannamiyyin”
(para penghuhi Jahannam). Aku berkata kepadanya : “Wahai Shahabat
Rasulullah, apa ini yang engkau sampaikan? Sementara Allah telah
berfirman,
إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ
‘Sesungguhnya barangsiapa yang engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh Engkau telah menghinakannya.’ (QS. Ali Imran ayat 192) Dan,
كُلَّمَا أَرَادُوا أَن يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا
‘Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka, mereka dikembalikan lagi ke dalamnya.’ (QS. As-Sajdah ayat 20) Maka apakah ini yang kalian ucapkan?”
Jabir berkata : “Apakah engkau membaca al-Quran?” Aku menjawab : “Iya.” Ia berkata : “Apakah engkau telah mendengar tentang maqam (yaitu syafa’at) Muhammad ‘alaihissalam?”, yaitu maqam yang dengannya beliau diutus. Aku berkata : “Iya.” Ia berkata : “Sesungguhnya itu adalah maqam Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang terpuji (al-maqam al-mahmud) yang dengannya Allah mengeluarkan (dari neraka) siapa yang Dia (kehendaki untuk di)keluarkan.”
Yazid berkata : Ia pun kemudian menceritakan shirat yang diletakkan dan manusia yang berlalu diatasnya. Ia berkata : “Saya khawatir tidak lagi menghafalkan hal ini.”
Yazid berkata : Hanya saja, ia
mendakwakan bahwa suatu kaum keluar dari neraka setelah mereka berada di
dalamnya. Yaitu mereka keluar seakan-akan mereka adalah dahan
biji-bijian. Ia berkata : “Mereka dimasukkan ke dalam sungai dari
sungai-sungai surga dan mandi di dalamnya. Mereka keluar darinya
seakan-akan mereka adalah kertas (putih).”
Kami kembali. Kami berkata : Celaka kalian! Apakah kalian melihat syaikh itu (yaitu Jabir) berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?! Kami
pun rujuk, dan Demi Allah, tidak ada seorang pun dari kami yang
memberontak kecuali satu orang, atau sebagaimana yang diceritakan oleh
Abu Nu’aim.
Abu Nu’aim adalah al-Fadhl bin Dukain, salah seorang perawi sanad ini.
Hadits ini menunjukkan bahwa kelompok
itu telah terfitnah dengan kekaguman terhadap pemikiran Khawarij dalam
hal mengkafirkan pelaku dosa besar dan kekalnya dia di neraka. Dan
mereka, dengan perjumpaannya dengan Jabir radhiyallahu ‘anhu dan
penjelasannya, mereka akhirnya beralih kepada apa yang ditunjukkan Jabir
dan meninggalkan kebatilan yang mereka pahami, dan mereka juga
berpaling dari pemberontakan yang telah mereka inginkan setelah
menunaikan haji. Ini termasuk faedah terbesar yang didapatkan seorang
muslim dengan rujuknya dia kepada ulama. Dan
yang menunjukkan bahayanya sikap melampaui batas dalam agama,
menyeleweng dari kebenaran dan menjauhi apa yang berada diatasnya
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari haditsnya Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu,
إنَّ
أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً
للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك،
قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل
الرامي
“Sesungguhnya yang paling aku
takutkan atas kalian adalah seorang laki-laki yang membaca al-Quran
hingga ketika telah dinampakkan keindahan al-Quran itu kepadanya dan dia
adalah tameng bagi Islam, tiba-tiba ia lepas darinya dan
mencampakkannya di belakang punggungnya, ia menyerang tetangganya dengan
pedang dan menuduhnya dengan kesyirikan.” Hudzaifah berkata : Wahai
Nabi Allah, siapakah dari keduanya yang lebih pantas dengan kesyirikan
itu? Yang menuduh atau yang dituduh? Beliau bersabda, “Orang yang menuduh.” Diriwayatkan al-Bukhary dalam at-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan al-Bazzar. Lihat ash-Shahihah oleh al-Albani (3201).
Usia yang masih belia adalah masa yang
sangat mungkin terjadinya pemahaman yang buruk. Yang menunjukkan hal itu
adalah apa yang diriwayatkan al-Bukhary dalam Shahih-nya (4495) dengan sanadnya kepada Hisyam bin Urwah, dari ayahnya bahwa ia berkata : Aku berkata kepada Aisyah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sementara aku pada saat itu masih berusia muda : “Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah Tabaraka wa Ta’ala,
إِنَّ
الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ
أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا
‘Sesungguhnya Shafa dan Marwah
adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji
ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i
antara keduanya.’ (QS. Al-Baqarah ayat 158); Aku tidak melihat rasa keberatan sedikitpun atas seseorang untuk bersa’i antara keduanya?”
Aisyah berkata : “Sekali-kali tidak!
Kalau hal itu seperti yang engkau ucapkan, niscaya redaksi ayatnya :
‘maka tidak ada dosa baginya untuk tidak mengerjakan sa’i antara
keduanya’. Ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar. Mereka dahulu
melakukan manasik dengan berhala Manat dan dahulu Manat berada di arah
Qudaid. Akhirnya mereka merasa berat untuk bersa’i antara Shafa dan
Marwah. Ketika Islam datang, mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
tentang hal itu, maka Allah menurunkan : ‘Sesungguhnya Shafa dan Marwah
adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji
ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan
sa’i antara keduanya’.”
Urwah bin az-Zubair termasuk tokoh
Tabi’in dan salah satu fuqaha’ yang tujuh di Kota Madinah di masa
Tabi’in. Ia telah menjelaskan uzurnya dalam kesalahannya memahami adalah
karena ia pada waktu itu masih berusia muda. Ini sangat jelas bahwa
usia belia adalah tempat terjadinya kesalahan dalam pemahaman, dan
merujuk kepada ulama adalah kebaikan dan keselamatan.
Dalam Shahih al-Bukhary (7152)
dari Jundub bin Abdillah ia berkata : “Sesungguhnya yang mula-mula
membusuk dari seorang manusia adalah perutnya. Maka barangsiapa yang
mampu untuk tidak dihalangi antara dirinya dengan surga disebabkan
segenggam darah (muslim) yang dia tumpahkan, hendaknya dia lakukan!”
Berkata al-Hafidz dalam al-Fath (XIII/130) : Disebutkan juga secara marfu’
dalam riwayat ath-Thabrani dari jalan Isma’il bin Muslim, dari
al-Hasan, dari Jundub, dan redaksinya : “Kalian mengetahui bahwa aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يحولنَّ بين أحدكم وبين الجنَّة وهو يراها ملءُ كفِّ دم من مسلم أهراقه بغير حلِّه
‘Jangan sekali-kali terhalangi
antara salah seorang kalian dengan surga sementara dia melihat surga itu
disebabkan segenggam darah dari seorang muslim yang dia tumpahkan tanpa
haknya’.”
Perkataan ini walaupun tidak disebutkan
secara jelas tentang hukum marfu’nya, akan tetapi dia dalam hukum
marfu’, karena tidak mungkin diucapkan dengan pendapat sendiri.
Perkataan ini adalah ancaman keras bagi orang yang membunuh muslim tanpa hak. Hadits-hadits
dan atsar-atsar ini adalah sebagian dari apa yang telah aku sebutkan
pada risalah “بأي عقل ودين يكون التفجير والتدمير جهادا؟! ويحكم أفيقوا يا
شباب ” (Dengan Akal dan Agama Apa Pemboman dan Penghancuran Disebut
sebagai Jihad?! Sadarlah Kalian Wahai Para Pemuda!). Pada risalah itu,
ada beberapa ayat, hadits-hadits dan atsar-atsar yang banyak tentang
haramnya seorang manusia membunuh dirinya dan membunuh orang lain tanpa
hak. Risalah ini telah dicetak pada tahun 1424 H, dan dicetak bersama
risalah lainnya dengan judul “بذل النصح والتذكير لبقايا المفتونين
بالتكفير والتفجير ” (Penyampaian Nasehat dan Peringatan bagi Sisa-sisa
Orang yang Terfitnah dengan Pengkafiran dan Pemboman), terkumpul dalam
kumpulan buku-buku dan risalah-risalah saya (VI/225-279).
Kepada para pemuda yang berjalan di
belakang seruan firqah ini, hendaknya mereka mengoreksi diri-diri
mereka, kembali kepada petunjuk mereka dan janganlah salah seorang dari
mereka berpikir untuk bergabung dengan firqah itu dan akhirnya mereka
keluar dari kehidupan dunia ini dengan sabuk bom yang dikenakan padanya,
atau dengan menyembelih dengan menggunakan pisau yang menjadi ciri khas
dari firqah ini. Wajib bagi para pemuda untuk komitmen dengan sikap
mendengar dan taat kepada Negara Saudi yang mereka dan juga bapak-bapak
serta kakek moyang mereka hidup dalam wilayahnya dengan aman dan
tenteram. Sungguh, negara ini adalah yang terbaik dari negara-negara di
dunia ini, dengan segala kekurangan yang ada padanya, yang sebab
terbesar dari kekurangan itu adalah fitnah orang-orang berpemikiran
Barat di negeri ini yang taklid kepada Barat dalam perkara yang terdapat
padanya keburukan.
Saya memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla
agar Dia berkenan memperbaiki keadaan kaum muslimin di setiap tempat,
menunjuki para pemudanya -laki-laki dan perempuan- kepada setiap
kebaikan, memelihara negeri al-Haramain -pemerintah dan rakyatnya- dari
segala keburukan, memberikan petunjuk kepada segala kebaikan dan
menjaganya dari keburukan orang-orang keji dan makar orang-orang jahat.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha mengabulkan doa, semoga
shalawat dan salam tercurahkan atas nabi kita Muhammad, atas keluarga
dan para shahabatnya.
(Diterjemahkan dari situs web resmi Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzhahullahu)
01 Agustus 2014
Adakah Pemikiran Khawarij di Zaman Ini?
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafidzhahullahu ditanya : Apakah di zaman ini masih ada yang membawa pemikiran Khawarij?
Beliau menjawab :
Subhanallah!... Memang benar, masih ada di zaman ini... Tidakkah perbuatan seperti ini adalah perbuatan Khawarij?! Yaitu mengkafirkan kaum muslimin... Yang lebih kejam lagi, karena pemikiran itu, hingga mereka tega membunuh kaum muslimin, dan benar-benar melampaui batas... Inilah mazhab Khawarij...
Ada tiga sifat utama mereka; mengkafirkan kaum muslimin, keluar dari ketaatan terhadap penguasa dan menghalalkan darah kaum muslimin... Inilah bentuk pemikiran Khawarij.
Seandainya ada orang yang dalam hatinya terdapat pemikiran semacam itu namun tidak ditunjukkan dalam ucapan dan perbuatan, dia tetap disebut Khawarij dalam aqidah dan pemikirannya!
(Al-Fatawa asy-Syar'iyyah fi al-Qadhaya al-'Ashriyyah, hal. 86)