Saya
adalah seorang pegawai di Kedutaan Besar Saudi di …… , dan kami disini
menghadapi persoalan khusus berkait dengan puasa pada bulan Ramadhan
dan puasa Hari Arafah. Para ikhwah berselisih kepada tiga kelompok;
sebagian mengatakan kita berpuasa dan berbuka bersama Kerajaan Saudi;
kelompok lain mengatakan kita berpuasa dan berbuka bersama negara yang
kita tinggali saat ini; dan sebagian yang lain lagi mengatakan kita
berpuasa bersama negara yang kita tinggali saat ini, adapun pada Hari
Arafah kita berpuasa bersama Kerajaan Saudi.
Karena
itulah saya berharap Yang Mulia Syaikh bisa memberikan jawaban yang
memuaskan dalam persoalan ini. Perlu diketahui juga bahwa negara ini
sejak lima tahun yang lalu tidak pernah bersesuaian dengan Kerajaan
Saudi baik dalam puasa di Bulan Ramadhan maupun pada Hari Arafah. Negeri
ini memulai puasa Ramadhan dan Hari Arafah sehari atau dua hari setelah
Kerajaan Saudi, bahkan terkadang tiga hari setelahnya.
Jawaban :
Ulama
berselisih –semoga Allah merahmati mereka- tentang hilal yang telah
dilihat di sebuah tempat di negeri-negeri Islam, apakah wajib bagi
seluruh muslim untuk mengamalkannya? Ataukah tidak wajib kecuali bagi
yang melihatnya saja bersama orang-orang yang sesuai dengan mereka dalam
mathla’ (tempat terbit hilal) ataukah hanya wajib bagi yang
melihat bersama orang-orang yang berada dalam satu wilayah; dengan
pendapat-pendapat yang banyak, dan masih ada pula pendapat yang lain.
Pendapat
yang rajih (benar) bahwa persoalan ini kembali kepada ahlinya yang
memahaminya. Jika mathla’ hilal bersesuaian di dua negeri, maka dia
menjadi seperti satu negeri. Jika dilihat pada salah satunya, maka
hukumnya berlaku pada negeri yang lain. Adapun jika mathla’nya berbeda,
maka setiap negeri memiliki hukumnya masing-masing. Ini pendapat yang
dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ta’ala, dan inilah yang sesuai dengan al-Kitab, as-Sunnah dan sesuai dengan konsekuensi qiyas.
Adapun dalam al Kitab, Allah Ta’ala telah berfirman,
فمن شهد منكم الشهر فليصمه
“Siapa diantara kalian yang menyaksikan bulan tersebut (di negerinya), maka hendaklah dia berpuasa”; pemahaman ayat ini : siapa yang tidak melihatnya, tidak wajib baginya berpuasa.
Dalan as Sunnah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إذا رأيتموه فصوموا و إذا رأيتموه فأفطروا
“Jika kalian melihatnya, berpuasalah dan jika kalian melihatnya, berbukalah”. Pemahaman hadits ini : jika kita tidak melihatnya, tidak wajib berpuasa dan tidak pula berbuka (Iedul Fitri).
Adapun
dalam Qiyas, maka dikarenakan berpuasa dan berbuka tersebut akan berlaku
di setiap negeri dan negeri-negeri yang bersesuaian dalam tempat terbit
dan terbenam. Ini adalah perkara yang disepakati (ijma’). Karena
itulah Anda melihat penduduk Timur Asia telah berpuasa sebelum penduduk
Barat dan berbuka sebelum mereka, karena fajar terbit kepada penduduk
Timur sebelum penduduk Barat. Demikian pula matahari terbenam di
penduduk Timur sebelum di penduduk Barat. Jika ini sudah dipastikan
dalam berpuasa dan berbuka setiap harinya, maka demikian pula puasa dan
berbuka (Idul Fitri) dalam satu bulan dan tidak ada perbedaan.
Namun jika
negeri-negeri tersebut berada dalam kekuasaan seorang pemimpin, dan
pemimpin tersebut memerintahkan puasa atau berbuka (Idul Fitri) maka
wajib melaksanakan perintahnya. Karena ini adalah persoalan khilafiyah
dan keputusan pemerintah menyelesaikan khilaf tersebut.
Dengan
landasan inilah maka berpuasa dan berbukalah kalian sebagaimana yang
dilakukan penduduk negeri yang kalian tinggali saat ini, entah hal itu
sesuai dengan keadaan di negeri asal kalian atau tidak. Demikian pula
dengan Hari Arafah, ikutilah negeri yang kalian tinggali tersebut.
Ditulis oleh Muhammad bin Shalih al Utsaimin pada 28 Ramadhan 1420 H
(Sumber : Fatâwâ fî Ahkâm ash Shiyâm)
0 tanggapan:
Posting Komentar