Kebiasaan yang umum di kalangan kaum muslimin saat ini adalah saling mengucapkan selamat berkenaan dengan datangnya tahun baru Hijriah.
Kebiasaan seperti ini sebenarnya bukanlah suatu sunnah yang dianjurkan, dan bukan pula sebuah ibadah yang akan berpahala jika dilakukan.
Penanggalan yang kita kenal sebagai Penanggalan Hijriah belum ada di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, walaupun bangsa Arab sudah sejak lama memiliki bulan-bulan yang kita kenal sebagai bulan-bulan Hijriah (Muharram, Shafar, Rabi'ul Awwal, dan seterusnya).
Penanggalan Hijriah dalam sejarah Islam baru dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab radhiyallahu 'anhu, dan itupun semata-mata untuk tujuan administrasi, bukan untuk dirayakan atau dijadikan sebagai hari peringatan.
Umar dan para shahabat radhiyallahu 'anhum menetapkan tahun terjadinya hijrah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai permulaan tahun Islam (dengan memulainya dari bulan Muharram walaupun sebenarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berhijrah pada bulan Rabi'ul Awwal), dan mereka tidak pernah memperingati dan merayakan hari hijrahnya beliau, tidak juga hari hari kelahiran beliau, hari terjadinya Isra' Mi'raj atau hari kemenangan pada perang Badar.
Peringatan-peringatan seperti ini adalah perkara baru yang diada-adakan dalam agama Allah dan sama sekali tidak memberikan manfaat sedikitpun untuk Islam dan kaum muslimin kecuali hanya perkara seremonial atau sebuah ritual yang tidak memiliki makna yang besar. Faktanya, banyak dari orang awam dari kaum muslimin yang begitu peduli dengan perayaan-perayaan tersebut, tapi di sisi lain, mayoritas mereka tidak menjaga shalatnya wajibnya, tidak mengenal al-Quran kecuali pada saat-saat tertentu dan tidak mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang hak kecuali sedikit. Itupun ditambah lagi dengan sebagian ritual yang jelas-jelas mengandung unsur kesyirikan dan khurafat, seperti kirab kerbau di Solo atau berebut tumpeng raksasa yang diyakini memiliki berkah di beberapa daerah.
Sudah saatnya setiap aktivis Islam, tokoh-tokoh agama dan setiap individu yang memiliki kepedulian terhadap agama ini untuk kembali mengoreksi cara beragama mereka dan masyarakatnya. Agar jangan sampai ajaran Islam yang hak justru menjadi asing di tengah-tengah para pemeluknya, berganti dengan ritual-ritual baru yang tidak dikenal oleh para pendahulunya. Benarlah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan,
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبىَ لِلغُرَبَاءِ
"Islam bermula dalam keadaan asing, dan dia akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya. Maka berbahagialah orang-orang yang asing." (HR. Muslim).
Hukum Mengucapkan Selamat Tahun Baru
Lembaga Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia ditanya : Apakah boleh mengucapkan selamat untuk non-muslim dengan datangnya tahun baru Masehi, dan (apakah boleh mengucapkan selamat) untuk tahun baru Hijriah dan hari kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?
Mereka menjawab : Tidak boleh mengucapkan selamat untuk peringatan-peringatan tersebut, karena memperingatinya bukanlah perkara yang disyari'atkan. (fatwa no. 20795)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullahu ditanya tentang hukum mengucapkan selamat tahun baru Hijriah dan jawaban apa yang mesti disampaikan sebagai balasan; beliau menjawab :
Jika seseorang mengucapkan selamat padamu, balaslah ucapan itu, dan jangan engkau mendahului seseorang untuk mengucapkan selamat tersebut. Inilah sikap yang benar dalam masalah ini. Jika misalkan seseorang mengucapkan padamu : "Kami ucapkan selamat untukmu dengan datangnya tahun baru ini", katakan padanya : "Semoga Allah menganugerahkanmu kebaikan dan menjadikan tahun ini sebagai tahun kebaikan dan keberkahan". Akan tetapi, jangan engkau memulai (mengucapkannya kepada) orang-orang. Karena saya tidak mengetahui bahwa para Salaf dahulu mengucapkan selamat dengan datangnya tahun baru. Bahkan selayaknya diketahui bahwa para Salaf tidak menjadikan Muharram sebagai awal tahun baru kecuali di masa Khilafahnya Umar ibnu Khattab radhiyallahu 'anhu. (CD al-Liqa' asy-Syahri wa al-Bab al-Maftuh, pertanyaan no. 835, melalui website Islam Tanya-Jawab Syaikh al-Munajjid hafidzhahullahu)
Menjawab tersebut dibolehkan karena menjawab ucapan selamat adalah perkara yang tidak mengapa selama hal itu hanya dimaksudkan sebagai doa secara mutlak, bukan lafaz ucapan yang dianggap ibadah dalam melakukannya.
Wallahu a'lam.
.
0 tanggapan:
Posting Komentar