Sponsors

09 Desember 2014

Perkara Ibadah Bersifat "Tauqifiyyah"

Satu hal penting yang banyak diabaikan oleh para pengamal bid'ah adalah : agama ini adalah milik Allah. Dialah yang berhak mengatur bagaimana seorang hamba mesti beribadah kepadaNya. Itulah sebuah "keistimewaan" yang menjadi hak mutlak milikNya, yang tidak dimiliki oleh yang selain Dia.

Jika manusia diberikan kebebasan untuk menetapkan sesuatu ibadah menurut logika atau perasaannya, maka rusaklah agama ini, dan tidak lagi berguna keyakinan kita bahwa Allah memiliki kekhususan dalam mengatur agama yang Dia turunkan untuk hamba-hambaNya.

Itulah yang disadari oleh para ulama kita, semoga Allah merahmati mereka, dan mereka pun membuatkan sebuah kaedah yang sangat penting dalam masalah ini, untuk menjadi pegangan kita dalam beribadah.

Salah satu kaedah yang disebutkan oleh para ulama dalam al-Qawa'id al-Fiqhiyyah adalah,

الأصل فى العبادات الحظر، فلا يُشرع منها إلا ما شرعه الله ورسوله

"Hukum asal dalam peribadatan adalah larangan. Maka tidak disyari'atkan darinya kecuali apa yang disyari'atkan Allah dan rasul-Nya."

Maknanya, bahwa seluruh bentuk ibadah bersifat "tauqifiyyah", yaitu hanya berlandaskan dalil, dan tidak ada lowongan akal untuk menetapkannya. Maka, siapa yang membuat satu ibadah yang tidak ditunjukkan oleh Kitab Allah dan sunnah rasul-Nya, maka "ibadah" itu adalah bid'ah yang tertolak.

Semua bentuk bid'ah tertolak karena Allah Ta'ala berfirman,

أمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّيْنِ مَالَمْ يَأذَنْ بِهِ اللهُ

"Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyari'atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?!" (QS. Asy-Syura ayat 21).

Dan dalam kitab ash-Shahihain, dari Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو ردٌّ

"Barangsiapa yang mengerjakan satu amalan yang tidak ada perintah kami padanya, maka dia tertolak."

Demikianlah dalam urusan ibadah. Adapun untuk urusan-urusan duniawi, maka para ulama membuatkan kaedah,

الأصل فى العادات الإباحة، فلا يُمنع منها إلا ما حرمه الله ورسوله

"Hukum asal dalam adat kebiasaan adalah pembolehan. Tidak ada yang dilarang darinya kecuali apa yang diharamkan Allah dan rasul-Nya."

"Adat" dalam kaedah tersebut adalah segala apa yang Allah anugerahkan dari urusan-urusan dunia, baik itu yang berkenaan dengan makanan, minuman, kendaraan, pekerjaan, interaksi, penemuan dan lain-lain; semuanya hukum asalnya adalah mubah dan halal kecuali apa yang Allah dan rasul-Nya haramkan dari perkara-perkara yang bahaya dan keburukannya akan kembali dan berpengaruh pada agama, jasad, kehormatan, nasab (garis keturunan) dan harta.

Kaedah ini adalah sebuah prinsip yang sangat agung, yang menunjukkan bahwa dalam Islam terdapat toleransi dan kelapangan.

0 tanggapan:

Posting Komentar