Sponsors

15 Februari 2015

Tawassul yang Disyari’atkan

Tawassul menurut bahasa adalah mendekatkan diri kepada sesuatu dengan sesuatu tertentu. Seperti ketika seseorang ingin mendekatkan dirinya kepada orang tertentu dengan melakukan amalan tertentu, atau dengan memberi hadiah tertentu dan lain-lain yang bertujuan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Tawassul dalam istilah memiliki dua makna,

1. Definisi umum, yaitu mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan mengerjakan apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi perkara-perkara yang diharamkan.

2. Definisi khusus dalam pembahasan tentang doa, yaitu ketika seorang yang berdoa mengucapkan dalam doanya apa yang dia harapkan bisa menjadi sebab dikabulkannya doanya, atau dengan meminta kepada seorang shalih agar mendoakan kebaikan untuknya.

Tawassul pada pokoknya terbagi dua yaitu tawassul masyrû’ (yang disyari’atkan) dan tawassul bid’iy (bid’ah).

Tawassul yang disyari’atkan memiliki banyak jenis, yang secara globalnya adalah sebagai berikut;

1. Bertawassul kepada Allah dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifatNya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلهِ الأسْمَاءُ الحُسْنىَ فَادْعُوهُ بِهَا

Hanya milik Allah al-asma’ al-husna, maka bermohonlah kepadanya dengan menyebut al-asma’ al-husna itu.”(QS. Al-A’raf ayat 180).

Misalkan ketika seseorang berdoa dia memulainya dengan menyebut semua al-asma al-husna, “Ya Allah, aku memohon padamu dengan seluruh nama-namaMu yang sangat indah agar Engkau berkenan mengampuniku”; atau dengan menyebut nama tertentu dari nama-namaNya, “Ya Rahmân, Ya Rahîm, rahmatilah aku”, dan yang semacamnya.

2. Bertawassul dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di permulaan doa.

Diriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya tanpa memuji Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. maka beliau bersabda,

عجل هذا

Orang ini terburu-buru!

Kemudian beliau memanggilnya dan berkata,

إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد الله والثناء عليه ثم ليصل على النبي ثم ليدع بما شاء

Jika salah seorang dari kalian telah shalat, maka mulailah dengan memuji Allah dan meyanjungNya, kemudian bershalawatlah kepada Nabi, kemudian dia bisa berdoa dengan doa apa saja yang dia inginkan.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dishahihkan al-Albani).

3. Bertawassul kepada Allah dengan menyebut janjiNya, sebagaimana dalam firmanNya,

رَبَّنَا وَآتِنَا وَا وَعَدتَنَا عَلىَ رُسُلِكَ

Wahai Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasulMu.” (QS. Alu Imran ayat 194)

4. Bertawassul kepada Allah dengan perbuatan-perbuatanNya, seperti perkataan seseorang : “Wahai Dzat yang telah menolong Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada perang Badar, tolonglah kami atas orang-orang kafir!”

5. Bertawassul kepada Allah dengan ibadah-ibadah dan amal-amal shalih yang dilakukan muslim tersebut. Seperti kisah tiga orang yang terperangkap dalam gua. Salah satunya bertawassul dengan baktinya pada kedua orang tuanya, yang kedua dengan memberikan seluruh upah pekerjanya setelah ia terlebih dahulu mengembangkan upah orang tersebut hingga menjadi berlipat ganda, dan yang terakhir bertawassul dengan perbuatannya yang meninggalkan zina. Ketiga orang ini diakhir doa mereka masing-masing mengatakan, “Ya Allah, jika aku mengerjakannya semata-mata karena mengharapkan Wajah-Mu, maka lepaskan kami dari situasi kami ini!”

6. Bertawassul dengan menyebutkan keadaan dirinya dan bahwa dia sangat membutuhkan rahmat dan bantuan Allah Ta’ala. Seperti perkataan Musa ‘alaihissalam,

رَبِّ إِنِّيْ لِمَا أنْزَلْتَ إلَيَّ مِن خَيْرٍ فَقِيْرٍ

Ya Rabb, sesungguhnya aku sangat membutuhkan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qashash ayat 24).

Termasuk dalam hal ini adalah pengakuan dosa dengan menyebutkan hajatnya kepada rahmat Allah dan ampunan-Nya, seperti dalam firman-Nya,

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّا مِنَ الخَاسِرِيْنَ

Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf ayat 23).

7. Bertawassul dengan doa seorang shalih dengan harapan Allah akan mengabulkan doa orang tersebut untuknya. Dengan syarat, orang yang dimintai doa adalah orang yang masih hidup, hadir bersamanya untuk dimintai bantuannya dalam doa. Contohnya seperti perkataan putra-putra Ya’qub ‘alaihissalam,

يَا أبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِيْنَ

Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah.” (QS. Yusuf ayat 97).

Bentuk-bentuk tawassul yang telah kami sebutkan adalah perkara yang masyru’ (disyari’atkan) dan benar karena telah ditunjukkan oleh dalil-dalil yang syar’i, dan para ulama telah bersepakat tentang kebolehannya.

Wallahu a’lam.

(Sumber : Tahdzîb Tashîl al ‘Aqîdah al Islâmiyyah, Syaikh Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin hafidzhahullahu)

0 tanggapan:

Posting Komentar