Tawassul
menurut bahasa adalah mendekatkan diri kepada sesuatu dengan sesuatu
tertentu. Seperti ketika seseorang ingin mendekatkan dirinya kepada
orang tertentu dengan melakukan amalan tertentu, atau dengan memberi
hadiah tertentu dan lain-lain yang bertujuan untuk mendapatkan apa yang
dia inginkan.
Tawassul dalam istilah memiliki dua makna,
1.
Definisi umum, yaitu mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan
mengerjakan apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi perkara-perkara yang
diharamkan.
2.
Definisi khusus dalam pembahasan tentang doa, yaitu ketika seorang yang
berdoa mengucapkan dalam doanya apa yang dia harapkan bisa menjadi sebab
dikabulkannya doanya, atau dengan meminta kepada seorang shalih agar
mendoakan kebaikan untuknya.
Tawassul pada pokoknya terbagi dua yaitu tawassul masyrû’ (yang disyari’atkan) dan tawassul bid’iy (bid’ah).
Tawassul yang disyari’atkan memiliki banyak jenis, yang secara globalnya adalah sebagai berikut;
1. Bertawassul kepada Allah dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifatNya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلهِ الأسْمَاءُ الحُسْنىَ فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah al-asma’ al-husna, maka bermohonlah kepadanya dengan menyebut al-asma’ al-husna itu.”(QS. Al-A’raf ayat 180).
Misalkan ketika seseorang berdoa dia memulainya dengan menyebut semua al-asma al-husna,
“Ya Allah, aku memohon padamu dengan seluruh nama-namaMu yang sangat
indah agar Engkau berkenan mengampuniku”; atau dengan menyebut nama
tertentu dari nama-namaNya, “Ya Rahmân, Ya Rahîm, rahmatilah aku”, dan
yang semacamnya.
2. Bertawassul dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di permulaan doa.
Diriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya tanpa memuji Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. maka beliau bersabda,
عجل هذا
“Orang ini terburu-buru!”
Kemudian beliau memanggilnya dan berkata,
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد الله والثناء عليه ثم ليصل على النبي ثم ليدع بما شاء
“Jika
salah seorang dari kalian telah shalat, maka mulailah dengan memuji
Allah dan meyanjungNya, kemudian bershalawatlah kepada Nabi, kemudian
dia bisa berdoa dengan doa apa saja yang dia inginkan.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dishahihkan al-Albani).
3. Bertawassul kepada Allah dengan menyebut janjiNya, sebagaimana dalam firmanNya,
رَبَّنَا وَآتِنَا وَا وَعَدتَنَا عَلىَ رُسُلِكَ
“Wahai Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasulMu.” (QS. Alu Imran ayat 194)
4.
Bertawassul kepada Allah dengan perbuatan-perbuatanNya, seperti
perkataan seseorang : “Wahai Dzat yang telah menolong Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada perang Badar, tolonglah kami atas orang-orang kafir!”
5.
Bertawassul kepada Allah dengan ibadah-ibadah dan amal-amal shalih yang
dilakukan muslim tersebut. Seperti kisah tiga orang yang terperangkap
dalam gua. Salah satunya bertawassul dengan baktinya pada kedua orang
tuanya, yang kedua dengan memberikan seluruh upah pekerjanya setelah ia
terlebih dahulu mengembangkan upah orang tersebut hingga menjadi
berlipat ganda, dan yang terakhir bertawassul dengan perbuatannya yang
meninggalkan zina. Ketiga orang ini diakhir doa mereka masing-masing
mengatakan, “Ya Allah, jika aku mengerjakannya semata-mata karena
mengharapkan Wajah-Mu, maka lepaskan kami dari situasi kami ini!”
6.
Bertawassul dengan menyebutkan keadaan dirinya dan bahwa dia sangat
membutuhkan rahmat dan bantuan Allah Ta’ala. Seperti perkataan Musa ‘alaihissalam,
رَبِّ إِنِّيْ لِمَا أنْزَلْتَ إلَيَّ مِن خَيْرٍ فَقِيْرٍ
“Ya Rabb, sesungguhnya aku sangat membutuhkan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qashash ayat 24).
Termasuk
dalam hal ini adalah pengakuan dosa dengan menyebutkan hajatnya kepada
rahmat Allah dan ampunan-Nya, seperti dalam firman-Nya,
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّا مِنَ الخَاسِرِيْنَ
“Ya
Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau
tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah
kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf ayat 23).
7.
Bertawassul dengan doa seorang shalih dengan harapan Allah akan
mengabulkan doa orang tersebut untuknya. Dengan syarat, orang yang
dimintai doa adalah orang yang masih hidup, hadir bersamanya untuk
dimintai bantuannya dalam doa. Contohnya seperti perkataan putra-putra
Ya’qub ‘alaihissalam,
يَا أبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِيْنَ
“Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah.” (QS. Yusuf ayat 97).
Bentuk-bentuk tawassul yang telah kami sebutkan adalah perkara yang masyru’
(disyari’atkan) dan benar karena telah ditunjukkan oleh dalil-dalil
yang syar’i, dan para ulama telah bersepakat tentang kebolehannya.
Wallahu a’lam.
(Sumber : Tahdzîb Tashîl al ‘Aqîdah al Islâmiyyah, Syaikh Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Jibrin hafidzhahullahu)
0 tanggapan:
Posting Komentar