Telah dijelaskan enam jenis hadits mardûd yang disebabkan oleh saqth min al-isnâd
(gugurnya perawi dari sanad), yaitu mu’allaq, mursal, mu’dhal,
munqathi’, mudallas dan mursal khafiy. Namun terdapat jenis periwayatan
yang diperselisihkan apakah dia masuk dalam jenis munqathi’ (sanad yang terputus) atau muttashil (sanad yang bersambung). Keduanya adalah al mu’an’an (المعنعن) dan al mu-annan (المؤنن).
1. Al Mu’an’an
Menurut istilah adalah perkataan seorang perawi,
فلان عن فلان
“Fulan dari fulan.”
Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah rahimahullahu (no. 1005), ia berkata,
حدثنا
عثمان بن أبي شيبة، ثنا معاوية بن هشام، ثنا سفيان، عن أسامة بن زيد، عن
عثمان بن عروة، عن عروة، عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
: إن الله وملائكته يصلون على ميامن الصفوف
Telah
menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibah, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Hisyam, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Usamah bin Zaid, dari Utsman bin
Urwah, dari Urwah, dari Aisyah ia berkata : Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat untuk shaf-shaf yang kanan.”
Ulama berselisih apakah hadits mu’an’an termasuk hadits munqathi’ atau muttashil?
Pendapat
yang paling benar yang merupakan pendapat jumhur ahli hadits, para
fuqaha’ dan pakar ushul, hadits mu’an’an adalah hadits muttashil dengan
beberapa syarat. Mereka bersepakat dalam dua syarat dan berselisih pada
syarat yang selainnya.
Dua syarat yang mereka sepakati adalah,
1. Pelaku mu’an’an (al-mu’an’in) bukanlah seorang mudallis
2.
Memungkinkan adanya perjumpaan antara satu dengan lainnya (yaitu antara
pelaku mu’an’an dengan orang yang ia riwayatkan haditsnya secara ‘an’anah)
Mazhab Muslim dalam Shahihnya mencukupkan dengan dua syarat tersebut.
Adapun syarat-syarat tambahan yang diperselisihkan adalah,
a. Kepastian perjumpaan (tsubût al liqâ’)
antara pelaku mu’an’an dengan orang yang ia riwayatkan haditsnya secara
‘an’anah. Ini adalah mazhab Al-Bukhary, Ibnul Madini dan para ahli
tahqiq dari kalangan muhadditsin
b. Lamanya masa persahabatan (thûl ash shuhbah). Ini adalah pendapat Abul Muzhaffar as-Sam’ani
c. Pengetahuannya tentang periwayatan dari orang yang ia riwayatkan secara ‘an’anah, dan ini adalah pendapat Abu ‘Amr ad-Dânî
2. Al Mu-annan
Yaitu perkataan seorang perawi,
حدثنا فلان أنَّ فلانًا قال
“Telah menceritakan kepada kami fulan, bahwa fulan berkata…”
Hukumnya
Imam Ahmad dan sebagian ulama berpendapat bahwa riwayat mu-annan adalah munqathi’ sampai nampak jelas bersambung sanad tersebut.
Sementara
jumhur berpendapat bahwa (أنَّ) sama seperti (عن), dia adalah hadits
muttashil dengan syarat-syarat yang sama disebutkan pada pembahasan
al-mu’an’an.
Wallahu a’lam.
(dari kitab Taysîr Musthalah Al-Hadîts, Dr. Mahmud Ath-Thahhan)
0 tanggapan:
Posting Komentar