Majelis al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami (Dewan Fiqh Islam) dibawah naungan Rabithah al-‘Alam al-Islamy
(Liga Muslim se-Dunia) pada pertemuannya yang ke XVI di Makkah
al-Mukarramah (1422 H/2002 M) telah mengeluarkan fatwa tentang
obat-obatan yang mengandung alkohol, dengan mempertimbangkan
kaedah-kaedah Syariat yang mengangkat kesulitan, menghilangkan
kemudharatan sesuai dengan kadarnya, dan bahwasannya keadaan yang sangat
darurat membolehkan hal-hal yang diharamkan, serta kaedah “menanggung
mudharat yang paling ringan untuk menolak mudharat yang terbesarnya”;
maka mereka menetapkan keputusan berikut ini;
1. Tidak boleh menggunakan khamr (arak) sebagai obat dalam keadaan apapun, dengan dalil sabda Rasulullah ﷺ,
إن الله لم يجعل شفاءكم فيما حرم عليكم
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa yang Dia haramkan atas kalian”, HR. al-Bukhary dalam ash-Shahih.
Dan sabdanya,
إن الله أنزل الداء وجعل لكل داءٍ دواءً فتداووا ولا تتداووا بحرامٍ
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan
penyakit dan menjadikan bagi setiap penyakit obatnya. Berobatlah kalian
dan jangan berobat dengan yang haram”, HR. Abu Dawud dalam as-Sunan, Ibnu as-Sunni dan Abu Nu’aim.
Dan sabdanya kepada Thariq bin Suwaid ketika ia bertanya tentang khamr yang dicampur dalam obat,
إن ذلك ليس بشفاء ولكنه داءٌ
“Yang demikian itu bukan kesembuhan, akan tetapi penyakit”, HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya dan Abu Nu’aim.
2. Dibolehkan penggunaan obat-obat yang
mengandung alkohol pada kadar penggunaan yang diperlukan sesuai dengan
aturan industri farmasi yang belum memiliki alternatif lainnya. Dengan
syarat, obat tersebut diresepkan oleh seorang dokter yang adil.
Sebagaimana dibolehkan penggunaan alkohol sebagai pembersih luka bagian
luar tubuh, pembunuh bakteri dan juga penggunaannya dalam krim dan
minyak untuk penggunaan luar.
3. Majelis al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami
mewasiatkan kepada industri-industri farmasi, apotek-apotek di
negeri-negeri Islam, dan juga para pengimpor obat-obatan; agar mereka
berusaha keras untuk menjauhkan alkohol dari obat-obatan dan menggunakan
alternatif-alternatif lainnya.
4. Sebagaimana al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami
juga berwasiat kepada para dokter untuk tidak memberikan resep
obat-obatan yang mengandung alkohol sesuai dengan kemungkinannya.
Yang bertanda tangan :
Abdul Aziz bin Abdullah Âlu asy-Syaikh (Mufti Kerajaan Saudi)
Wakil :
Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki (Saudi)
Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki (Saudi)
Sekjen :
Dr. Shalih bin Zâbin al-Marzuqi (Saudi)
Dr. Shalih bin Zâbin al-Marzuqi (Saudi)
Keanggotaan :
Muhammad bin Ibrahim bin Jubair (Saudi), Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan (Saudi), Dr. Muhammad Rasyîd Râghib al-Qubbani (Mufti Lebanon), Dr. Musthafa Cherits (Mufti Bosnia Herzegovina), Dr. Nashr Farîd Wâshil (Mufti Mesir saat itu), Dr. ash-Shiddiq Muhammad al-Amin adh-Dharir (Sudan), Muhammad al-Habib bin al-Khoujah (Mufti Tunisia), Muhammad Sâlim bin Abdul Wadood (Mauritania), Muhammad bin Abdullah as-Subail (Saudi), Dr. Ridhaullah Muhammad Idris al-Mubarakfuri (India), Dr. Abdul Karim Zaidan (Irak), Muhammad Taqi al-Utsmani (Pakistan), Dr. Wahbah Mustafa az-Zuhaili (Mesir), Dr. Yusuf bin Abdullah al-Qaradhawi (Qatar), Dr. Abdul Sattar Fathullah Sa’id (Mesir)
Muhammad bin Ibrahim bin Jubair (Saudi), Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan (Saudi), Dr. Muhammad Rasyîd Râghib al-Qubbani (Mufti Lebanon), Dr. Musthafa Cherits (Mufti Bosnia Herzegovina), Dr. Nashr Farîd Wâshil (Mufti Mesir saat itu), Dr. ash-Shiddiq Muhammad al-Amin adh-Dharir (Sudan), Muhammad al-Habib bin al-Khoujah (Mufti Tunisia), Muhammad Sâlim bin Abdul Wadood (Mauritania), Muhammad bin Abdullah as-Subail (Saudi), Dr. Ridhaullah Muhammad Idris al-Mubarakfuri (India), Dr. Abdul Karim Zaidan (Irak), Muhammad Taqi al-Utsmani (Pakistan), Dr. Wahbah Mustafa az-Zuhaili (Mesir), Dr. Yusuf bin Abdullah al-Qaradhawi (Qatar), Dr. Abdul Sattar Fathullah Sa’id (Mesir)
(Sumber : Qarârât al-Majma' al-Fiqhi al-Islâmi, terbitan Rabithah)
0 tanggapan:
Posting Komentar