Majelis al-Majma’ al-Fiqh al-Islami ad-Dauli (International Islamic Fiqh Academy)*,
pada pertemuannya yang ke VIII di Bandar Seri Begawan, Brunei
Darussalam sejak tanggal 1-7 Muharram 1414 H bertepatan tanggal 21-27
Juni 1993, setelah menelaah pembahasan yang disodorkan kepada al-Majma’
berkenaan dengan persoalan pemeriksaan medis oleh seorang laki-laki
terhadap wanita, dan setelah mendengarkan kepada diskusi yang
berlangsung seputar permasalahan ini, maka Majelis menetapkan sebagai
berikut :
Hukum
asalnya ketika terdapat seorang dokter spesialis wanita, maka dialah
yang melakukan pemeriksaan medis terhadap pasien wanita. Jika hal itu
tidak terpenuhi, yang memeriksa pasien adalah dokter wanita non-muslim
yang terpercaya. Jika hal itu tidak terpenuhi, pasien bisa ditangani
oleh seorang dokter muslim. Jika tidak terdapat dokter muslim, posisinya
bisa digantikan oleh dokter non-muslim. Dengan syarat, dokter tersebut
menyingkap bagian tubuh wanita sesuai dengan kadar kebutuhan dalam
mendiagnosa penyakit dan pengobatannya, dan tidak boleh lebih dari hal
tersebut, menjaga pandangan sekemampuannya, dan proses pengobatan itu
dilakukan dengan kehadiran mahram atau suami atau seorang wanita
terpercaya agar terhindar dari khulwah (berduaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram).
Al-Majma’ juga mewasiatkan berikut ini :
Pihak
berwenang dalam bidang kesehatan hendaknya berusaha keras untuk
memotivasi kaum wanita untuk berpartisipasi dalam bidang ilmu kedokteran
dan mengambil spesialisasi dalam cabang-cabang ilmu tersebut. Khususnya
penyakit-penyakit yang berkait dengan wanita dan kelahiran, mengingat
sedikitnya wanita yang bergelut dalam profesi ini hingga kita tidak
perlu membuatkan kaedah-kaedah pengecualian (seperti ini). Wallahul muwaffiq.
(Majalah Al-Majma’, I/49)
Sumber : Islam Today
--------------------------
* Dibawah naungan Organisasi Kerjasama Islam (OIC)
0 tanggapan:
Posting Komentar