Sponsors

09 Juni 2016

Bai’at Al-Aqabah Kedua

Setelah peristiwa bai’at Aqabah pertama, Rasulullah ﷺ mengirim Mush’ab bin Umair bersama mereka ke Yatsrib untuk mengajarkan Islam.

Mush’ab tinggal di kediaman As’ad bin Zurarah, dan keduanya aktif mendakwahkan Islam kepada tokoh-tokoh Yatsrib.

Menjelang musim haji tahun berikutnya, Mush’ab kembali ke Makkah setelah berhasil mengislamkan sebagian besar penduduk Yatsrib.

Pada musim haji tahun ke 13 setelah kenabian, datanglah delegasi haji Yatsrib, baik yang telah memeluk Islam ataupun yang masih kafir.

Kaum muslimin telah bersepakat bahwa mereka tidak akan membiarkan Rasulullah ﷺ tertindas di Makkah. Mereka menghubungi beliau secara diam-diam dan sepakat untuk bertemu di pertengahan hari-hari Tasyriq pada malam hari di sisi Jamrah al-Aqabah.

Berkumpullah mereka pada waktu yang ditentukan sebanyak 73 orang; 62 orang dari suku Khazraj dan 11 dari suku Aus. Bersama mereka terdapat 2 orang wanita yaitu Nusaibah bintu Ka’ab dari Bani Najjar dan Asma’ bintu ‘Amr dari Bani Salamah.

Maka datanglah Rasulullah ﷺ menjumpai mereka dan hadir bersama beliau pamannya al-Abbas bin Abdil Muththalib yang saat itu masih musyrik, namun ia ingin meyakinkan dirinya tentang keamanan dan kebaikan keponakannya dalam urusan ini.

Abbas yang pertama kali berbicara. Ia berkata, “Sesungguhnya Muhammad senantiasa berada dalam kemuliaan dari kaumnya dan terlindung di negerinya. Tapi ia tidak mau kecuali bergabung dan pergi bersama kalian. Jika kalian melihat bahwa kalian hanya akan menyerahkannya (kepada musuh) dan menghinakannya, maka dari sekarang tinggalkanlah ia, karena sungguh ia berada dalam kemuliaan dan perlindungan kaumnya di negerinya.”

Seorang dari mereka pun menjawab, “Kami telah dengarkan apa yang engkau ucapkan. Berbicaralah, wahai Rasulullah. Ambillah (dari kami) apa yang engkau suka untuk dirimu dan Rabb-mu!”

Maka berbicaralah Rasulullah ﷺ. Beliau membacakan al-Quran, mengajak kepada agama Allah dan memotivasi mereka kepada ajaran Islam. Kemudian beliau berkata, “Aku membai’at kalian agar kalian melindungiku dari apa yang kalian telah melindungi darinya istri-istri dan anak-anak kalian.”

Al-Bara’ bin Ma’rur langsung mengambil tangan Rasulullah ﷺ dan berkata, “”Iya, demi Rabb yang telah mengutusmu dengan kebenaran, kami akan melindungimu dari apa yang kami melindungi darinya keluarga kami. Ambillah bai’at kami. Demi Allah, kami adalah ahli dalam perang dan ahli menggunakan senjata, yang kami wariskan turun temurun dari leluhur kami.”

Perkataan al-Bara’ itu diputus oleh Abul Haitsam bin at-Taihan, yang berkata, “Wahai Rasulullah, antara kami dan kaum itu (orang-orang Yahudi) ada perjanjian dan kami akan memutuskannya. Apakah andai saja kami melakukan itu dan kemudian Allah memenangkanmu, engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?”

Rasulullah ﷺ tersenyum dan berkata, “Darah dibalas darah, kehormatan dibalas kehormatan. Aku bagian dari kalian dan kalian bagian dari diriku. Aku perangi orang yang memerangi kalian dan aku berdamai dengan orang yang berdamai dengan kalian.”

Kemudian Rasulullah ﷺ meminta mereka memilih 12 orang sebagai naqib (pemimpin) yang bertanggung jawab atas kaumnya; 9 dari Khazraj dan 3 dari Aus. Dan yang pertama kali memegang tangan Rasulullah ﷺ dalam bai’at tersebut adalah al-Bara’ bin Ma’rur –menurut sebagian pendapat- dan kemudian diikuti oleh yang lainnya.

Setelah pembai’atan selesai dan kaum tersebut hampir berpisah, salah satu syaitan menemukan mereka. Maka syaitan itu pun berteriak dengan sekeras-kerasnya, “Wahai penduduk negeri, apakah kalian memiliki urusan terhadap Muhammad sementara orang-orang murtad itu bersamanya?! Mereka telah berkumpul untuk memerangi kalian!”

Rasulullah ﷺ pun menyuruh mereka untuk bersegera kembali ke perkemahan mereka.

Berkata al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau mau, kami akan menyerang orang-orang di Mina besok dengan pedang kami!”

Rasulullah ﷺ bersabda, “Kami tidak diperintahkan untuk hal itu. Kembalilah ke perkemahan kalian.”

Mereka akhirnya kembali dan tidur hingga datang waktu pagi.

Di pagi hari, datanglah Quraisy ke perkemahan orang-orang Yatsrib untuk mempertanyakan berita yang mereka dengarkan tentang pertemuan sebagian orang-orang Yatsrib dengan Rasulullah ﷺ. Orang-orang musyrik Yatsrib berkata, “Itu adalah berita bohong. Tidak terjadi sesuatu pun!”, dan orang-orang yang telah masuk Islam hanya diam dan saling memandang.

Quraisy percaya dengan ucapan orang-orang musyrik tersebut dan kembali tanpa hasil.

Itulah peristiwa yang dikenal sebagai bai’at al-Aqabah kedua. Peristiwa ini adalah sebuah momentum besar dalam hidup Rasulullah ﷺ yang telah mengubah wajah sejarah perjuangan Islam di fase Makkah dan fase selanjutnya.

(Disarikan dari As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah dan Waqafat Tarbawiyyah fi As-Sirah An-Nabawiyyah)

0 tanggapan:

Posting Komentar