Ketahuilah bahwa setiap amalan yang berada diatas keteladanan, manhaj dan karakter Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka itulah yang diterima di sisi Allah Ta’ala. Karena hal tersebut dicintai oleh Rabb semesta alam dan setiap yang terkait dengan orang yang dicintai pasti akan dicintai.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
من تشبه بقوم فهو منهم
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang hasan)
Telah dimaklumi bersama bahwa pencinta yang benar dalam cintanya akan mencintai setiap apa yang ada pada kekasihnya, baik itu dalam bentuk, pakaian, teladan dan segala sifatnya. Demikian juga dia akan mencintai setiap gerakan, diam, berdiri dan duduknya. Bahkan dia akan mencintai kampungnya, rumah dan pakaiannya.
Imam al Qurthubi berkata dalam kitab tafsirnya berkata : “Yang berkait dengan yang dicintai akan dicintai dan yang berkait dengan yang dibenci akan dibenci”. (Tafsir al Qurthubi, X/ 32)
Orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya maka Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang selain keduanya. Dan cinta tersebut akan “memaksa” pelakunya untuk mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dalam segala urusannya insyaallah. Allah Ta’ala berfirman :
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله
“Katakanlah : Jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kamu”. (QS. Alu Imran : 31).
Jika saja cinta itu tidak membawa kepada sebuah amalan yang dianjurkan atau disandarkan kepada Sang Kekasih shallallahu ‘alaihi wasallam, maka bagaimana mungkin dia akan membawa kepada ittiba’ Sunnah atau kewajiban. Tidaklah yang demikian itu melainkan hanyalah dakwaan cinta dan bukanlah sebuah cinta yang hakiki.
تعصى الإلهَ وأنت تظهرُ حبهُ
هذا لعمري فى الفعّــال شنيــعُ
لو كان حبك صَادقًــــا لأطعتهُ
إن المحبّ لمن يُحــــبّ مطيـعُ
Engkau bermaksiat kepada al Ilaah sementara engkau menampakkan kecintaan kepada-Nya
Yang seperti ini, demi umurku, sebuah perbuatan yang sangat buruk
Jika saja cintamu benar, niscaya engkau akan taat kepada-Nya
Karena sesungguhnya, pencinta akan taat kepada yang dia cintai
Pada hakekatnya, siapa yang mencintai seseorang, maka dia akan menyukai segala apa yang disukai orang tersebut. Berikut ini adalah sirah para Salaf, bahkan hingga pada perkara-perkara mubah atau yang disukai oleh jiwa :
♥ Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma sering mengunjungi Ummu Aiman, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan pengasuh beliau. Mereka berdua berkata : “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering mengunjunginya”.
♥ Ketika Halimah as Sa’diyyah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menghamparkan pakaiannya sebagai alas duduknya sampai ia menyelesaikan hajatnya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, Halimah datang kepada Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, dan mereka pun melakukan yang sama terhadapnya seperti perlakuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
♥ Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah tertawa disebabkan dahulu ia pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertawa sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dalam “al Kalim ath Thayyib”. Beliau menyebutkan dalam buku tersebut :
“… Ali pun tertawa. Ditanyakan kepadanya : Wahai Amirul Mukminin, apa yang membuatmu tertawa?
Ia menjawab : Sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukakan seperti apa yang aku lakukan dan beliau tertawa. Aku pun bertanya : Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkanmu tertawa?
Beliau pun menjawab : Sesungguhnya Rabb-mu subhanahu wa ta’ala takjub terhadap hamba-Nya jika dia mengucapkan ; Wahai Rabb-ku, ampuni dosa-dosaku! Hamba itu tahu bahwa tidak ada yang mengampuni dosa selain Aku’.” [Hadits diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, at Tirmidzi dan an Nasa’i. Berkata at Tirmidzi : Hadits hasan shahih]
♥ Umar ibnul Khattab lebih menyukai berjalan kaki menuju masjid Quba walaupun tersedia kendaraan untuknya. Ketika Abdullah bin Qais bin al Makhramah datang membawa kendaraan, ia berkata : “Naiklah, wahai Paman!”
Umar berkata : “Wahai putra saudaraku, kalau aku ingin untuk mengendarai kendaraan, niscaya aku akan mendapatkannya. Akan tetapi aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan menuju masjid ini hingga beliau sampai dan shalat di masjid tersebut. Maka aku pun suka untuk berjalan menuju masjid ini sebagaimana aku pernah melihat beliau berjalan”. Ia pun enggan untuk naik dan terus berjalan. [Riwayat Imam Ahmad dalam al Musnad. Para perawinya tsiqah]
♥ Imam Ahmad rahimahullahu pernah berkata : “Tidaklah aku menulis sebuah hadits melainkan aku telah mengamalkannya. Sampai-sampai datang kepadaku sebuah hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam minta dibekam dan beliau memberikan Abu Thaibah satu Dinar, maka aku pun berbekam dan aku memberikan tukang bekam satu Dinar”. [Badzl al Majhûd fî Syarh Sunan Abi Dâwûd]
♥ Imam Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dengan sanadnya dari Imam Abu Dawud rahimahullahu bahwasannya ia (Abu Dawud) berada di sebuah kapal. Tiba-tiba ia mendengar orang yang bersin di tepian dan dan mengucapkan “Alhamdulillah”. Ia pun menyewa sebuah perahu kecil dengan harga satu Dirham untuk datang kepada orang yang bersin itu dan men-tasymit (mendoakan) orang tersebut dan kembali lagi ke kapal. Imam Abu Dawud ditanya tentang perbuatannya tersebut, ia berkata : “Barangkali saja orang yang bersin itu dikabulkan doanya”.
Ketika mereka telah tidur, tiba-tiba mereka mendengarkan seseorang berkata : “Wahai penumpang kapal, sesungguhnya Abu Dawud telah membeli surga dari Allah dengan satu Dirham!”. [Kisah ini disebutkan Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bâri, XX/ 626]
Dari kisah terakhir ini bisa kita simpulkan bahwa “Surga dikelilingi oleh Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”.
Meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat dicintai di sisi Allah Ta’ala dalam segala perkara walaupun sebagian perkara tersebut tidaklah wajib. Karena seorang pencinta tidak akan melihat kepada perbedaan wajib atau tidaknya. Bahkan dia akan mengikuti sang Kekasih semata-mata karena cintanya tersebut. Wallâhu a’lam.
0 tanggapan:
Posting Komentar