Sponsors

01 Maret 2015

Hukum Air Najis yang Telah Disterilkan

Keputusan Hai-ah Kibar Al ‘Ulama no. 64 pada tanggal 25 Syawwal 1398 H.

Setelah melalui pembahasan dan diskusi, Majelis menetapkan sebagai berikut :

Dengan berlandaskan atas apa yang disebutkan oleh para ulama bahwa air banyak yang telah bercampur najis dapat berubah menjadi suci jika hilang perubahan tersebut dengan sendirinya, atau jika ditambahkan air suci lainnya, atau hilang perubahannya tersebut dikarenakan air yang telah lama mengendap atau pengaruh sinar matahari atau karena tiupan angin dan yang semacamnya; karena (kaedah mengatakan) “hilangnya suatu hukum dikarenakan hilangnya sebabnya”;

Dan (dengan melihat) bahwa air najis mungkin dibersihkan dari najisnya dengan beberapa metode, dan teknik penyulingan dan sterilisasi dari najis yang mengenai air dengan metode penyulingan modern adalah sarana terbaik dalam membersihkan air dengan menggunakan banyak sarana/sebab untuk membersihkan air tersebut dari najis sebagaimana yang dipersaksikan dan diakui oleh para ahli dalam masalah ini, yang tidak diragukan tentang pekerjaan, keahlian dan pengalaman mereka; maka Majelis memandang bahwa air tersebut adalah suci setelah disterilkan dengan metode sterilisasi yang sempurna dimana air itu kembali kepada bentuk aslinya, tidak nampak padanya perubahan yang disebabkan oleh najis dalam rasa, warna dan bau. Air tersebut boleh digunakan untuk menghilangkan hadats dan kotoran, dan kesucian (thaharah) bisa terwujud dengannya. Demikian juga air itu boleh diminum kecuali jika terdapat hal-hal yang bisa membahayakan kesehatan dalam penggunaannya, maka saat itu air tersebut tidak boleh diminum untuk menjaga keselamatan jiwa, semata-mata karena bahayanya (bagi kesehatan jika diminum) bukan karena najisnya.

Majelis menetapkan keputusan ini dengan tetap memandang baik jika tidak menggunakan air tersebut untuk keperluan minum selama hal itu memungkinkan, sebagai bentuk kehati-hatian untuk menjaga kesehatan, melindungi dari bahaya dan menghindarkan sesuatu yang menjijikkan dalam pandangan jiwa dan naluri manusia.

Wallahul muwaffiq.

(Sumber : Taudhîh Al Ahkâm min Bulûgh Al Marâm)

0 tanggapan:

Posting Komentar