Maqbul adalah apa yang dikuatkan tentang kebenaran orang yang menyampaikan berita tersebut.
Para ulama membagi al-khabar al-mardûd kepada banyak bagian dan memberikan nama atau istilah tersendiri untuk kebanyakan dari pembagian tersebut. Sebagian darinya tidak diberikan nama atau istilah khusus, tapi mereka namakan dengan sebutan umum, yaitu dha’îf (lemah).
Sebab-sebab tertolaknya sebuah hadits sangatlah banyak, namun secara garis besar hal itu kembali kepada salah satu dari dua sebab utama, yaitu :
1. Perawi yang gugur (saqth) dalam sanad, dan
As-Saqth min Al-Isnâd
Yang dimaksud “as-saqth min al-isnâd” adalah terputusnya mata rantai sanad dengan gugurnya seorang perawi atau lebih, dengan kesengajaan atau tanpa sengaja dari perbuatan sebagian perawi, sejak permulaan sanad, atau diakhirnya, atau di pertengahannya, baik secara jelas (dzhâhir) maupun tersembunyi (khafiy).
Pembagiannya
a. Saqth dzhâhir
Jenis ini bisa dikenali dan diketahui oleh siapa saja, baik para imam ataupun orang yang selain mereka yang berkecimpung dalam ilmu hadits. Jenis ini bisa dketahui dengan tidak bertemunya antara perawi dengan syaikhnya, entah karena sang perawi tidak menjumpai masa syaikh tersebut, atau ia menjumpai masanya akan tetapi tidak pernah berkumpul bersamanya.
Karenanya, orang yang meneliti sanad hadits butuh kepada pengetahuan tentang masa kehidupan para perawi, karena hal itu akan memberikan penjelasan tentang tahun kelahiran mereka, tahun wafatnya, masa menuntut ilmu dan perjalanannya dalam mencari ilmu, dan lain-lain.
Para ulama hadits memberikan istilah kepada jenis saqth ini dengan empat nama, sesuai dengan tempat terjadinya saqth tersebut atau jumlah perawi yang digugurkan. Nama-nama itu adalah :
b. Saqth khafiy
Jenis ini tidak bisa dikenali dan diketahui kecuali oleh para imam yang pakar dan ahli dalam meneliti jalan-jalan periwayatan hadits dan ‘illah (penyakit tersembunyi) yang berada dalam sanad.
1. Al Mudallas
Ath-Tha’n fi Ar-Râwi
Yang dimaksud ath-tha’n fi ar-râwi adalah celaan terhadap perawi secara lisan, dan pembicaraan tentang dirinya dari sisi ‘adâlah[1] dan agamanya, atau dari sisi dhabth[2] dan hafalannya.
Sebab-sebab terjadinya celaan terhadap seorang perawi ada sepuluh. Lima bagiannya berkait dengan ‘adâlah, yaitu :
1. Al Kadzib
3. Al Fisq
4. Al Bid’ah
5. Al Jahâlah
Sementara lima lainnya berkait dengan dhabth, yaitu :
1. Fuhsy al Ghalath
3. Al Ghaflah
4. Katsrah al Auhâm
5. Mukhâlafah ats Tsiqât
Insyaallah, masing-masing istilah ini akan dibahas satu-persatu sesuai dengan urutannya pada tulisan-tulisan berikutnya.
——————–
[1] ‘Adâlah perawi, yaitu bahwa seorang perawi memiliki sifat-sifat sebagai seorang muslim, baligh, berakal, tidak fasik dan tidak melanggar murû’ah (hal-hal yang berkait dengan etika dan kepantasan)
[2] Dhabth perawi, yaitu bahwa seorang perawi memiliki dhabth yang sempurna, entah dhabth shadr ataupun dhabth kitab.
Dhabth shadr adalah kemampuan seorang perawi menyebutkan hafalannya kapan saja dia inginkan atau kapan diminta.
Dhabth kitab adalah ketelitian seorang perawi dalam menjaga bukunya sampai dia menyampaikan hadits-haditsnya.