Seorang
wanita ketika benar ia telah mendapat hidayah dan berubah menjadi salah
seorang “akhawat muslimah”, maka yang mesti menjadi obsesinya adalah
berdiam di rumahnya, belajar untuk menjadi wanita sejati yang
profesional dalam rumahnya (bukan justru lebih hebat di luar) serta
melayani dan mengurus suami dan anak-anaknya jika ia sudah menikah
sebagai wujud ibadah dan kepatuhannya kepada perintah Allah Ta’ala.
Tapi
sebuah fakta yang sangat aneh di zaman ini dari banyak pergerakan Islam,
hampir tidak ada perbedaan antara wanita yang awam dengan wanita yang
“telah mendapatkan hidayah” itu. Kecuali sedikit saja “perbedaan” dalam
pemahaman dan gaya berpakaian saat keluar rumah.
Wanita
“yang telah mendapatkan hidayah” itu justru lebih semangat keluar rumah,
sangat aktif di luar rumah dan rela menyibukkan diri mengurus orang
lain –dan anehnya- dengan anggapan dan keyakinan bahwa itu adalah sebuah
“pengorbanan” yang mengatasnamakan Allah, Islam dan dakwah (?!).
Sebagian
suami “yang tertipu” bahkan berbangga dengan aktivitas istrinya itu dan
mendorong orang lain melakukannya –juga katanya- untuk kebaikan Islam
dan dakwah.
Kalau
benar mereka taat kepada aturan Allah, maka Allah telah menyuruh wanita
untuk berdiam di rumah. Bagaimana bisa kemudian ada “pemikiran” atau
“dalih” yang lebih baik dari perintah Allah dan –hebatnya lagi-
mengatasnamakan agama Allah.
Berdiam di
rumah adalah sebuah ibadah agung bagi seorang wanita, karena Allah
telah memerintahkan hal itu dalam Kitab Suci-Nya. Sementara pemikiran
sebagian orang, entah dia seorang ustadz atau siapapun, adalah sekedar
pemikiran yang tidak bisa dibenturkan dengan dalil.
Allah Ta’ala berfirman,
وقَرْنَ فى بُيُوْتِكُنَّ وَلا تَبَرّجْنَ تَبَرّجَ الجَاهِلِيّةِ الأوْلىَ
“Dan berdiamlah kamu di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab ayat 33).
Benar apa
yang dikatakan Syaikh Al-Albani rahimahullahu, “Karena kaum lelaki tidak
menunaikan kewajibannya, hingga akhirnya medan perjuangan itu kosong,
dan kemudian dibayangkan pada sebagian wanita bahwa tidak boleh tidak,
kita mesti mengisi kekosongan tersebut”. (Az Zawâj fi al Islâm).
Ya,
“kehebatan” banyak aktivis “dakwah” wanita di zaman ini justru semakin
melemahkan kaum laki-laki. Di banyak pergerakan, kaum wanitalah yang
justru lebih dominan, dan terkesan para lelaki itu bergantung kepada
wanita dalam urusan jumlah pengikut dakwah mereka.
Dakwah
adalah kewajiban setiap muslim, laki-laki maupun wanita. Tapi secara
sengaja mengorganisir atau memobilisasi kaum wanita untuk keluar rumah
atas nama dakwah (baca : lembaga/organisasi) adalah bid’ah yang tidak
pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan para Salaf radhiyallahu ‘anhum.
Jangan
tertipu dengan “manfaat” tersebarnya dakwah dan terselamatkannya banyak
wanita dengan dakwah tersebut yang sering mereka dengungkan, karena
mendatangkan manfaat tidak dengan cara yang bertentangan dengan aturan
Allah Ta’ala dan petunjuk rasul-Nya.
Terimalah kebenaran, walaupun pahit terasa.
Wallahul musta’an.
0 tanggapan:
Posting Komentar