Dimulainya fase dakwah secara terang-terangan telah menyebabkan kemarahan besar
dari pihak Quraisy. Keyakinan batil mereka yang telah diwariskan secara
turun temurun, sangat dipahami telah memberi faedah besar bagi Quraisy
dalam mewujudkan kepentingan sosial dan ekonomi mereka. Kepemimpinan
Quraisy terhadap Makkah dan Ka’bah yang dikelilingi oleh 360 berhala
telah memberikan keuntungan besar bagi para pembesar-pembesar Quraisy
melalui perdagangan dalam kedudukan Makkah sebagai jalur transit antara
Syam dan Yaman, dan juga penghormatan bangsa Arab terhadap Quraisy.
Karenanya, Quraisy melakukan segala cara yang mungkin untuk menghalangi
berkembangnya dakwah Islam di kalangan bangsa Arab.
Penindasan Quraisy terhadap Rasulullah ﷺ dan para shahabatnya dilakukan dengan berbagai macam cara, dari cacian secara terang-terangan sampai siksaan secara fisik.
Abdullah bin Mas’ud menceritakan : Ketika Rasulullah ﷺ
sedang berdiri shalat di sisi Ka’bah, dan sekelompok orang Quraisy
sedang berada di majelis mereka, seseorang diantara mereka berkata :
“Tidakkah kalian melihat kepada orang yang suka pamer itu? Siapa yang
akan pergi kepada ternak keluarga fulan, mengambil kotoran, darah dan
isi perutnya, dia datangkan, dan menunggu sampai orang itu sujud dan dia
letakkan diantara kedua pundaknya?” Maka berdirilah orang yang paling
celaka diantara mereka, dan ketika Rasulullah ﷺ bersujud, ia letakkan kotoran itu diantara pundak beliau. Nabi ﷺ
diam tetap bersujud, dan mereka tertawa sampai-sampai sebagiannya
miring kepada sebagian lainnya karena tertawa. Seseorang kemudian pergi
kepada Fathimah, saat itu Fathimah masih gadis kecil, dan ia datang dengan bersegera. Nabi ﷺ
tetap dalam sujudnya sampai Fathimah menyingkirkan kotoran itu, dan
kemudian Fathimah mendatangi mereka dan mencaci mereka. Ketika
Rasulullah ﷺ menyelesaikan shalatnya, beliau berdoa : “Ya Allah, balaslah Quraisy.. Ya Allah, balaslah Quraisy.. Ya Allah, balaslah Quraisy!!”
Kemudian beliau menyebut : “Ya
Allah, balaslah ‘Amr bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin
Rabi’ah, al-Walid bin Utbah, Umayyah bin Khalaf, Uqbah bin Abi Mu’ith
dan Umarah bin al-Walid!”
Berkata
Abdullah bin Mas’ud : Demi Allah! Aku telah melihat mereka tewas pada
hari perang Badar, kemudian diseret ke sumur, yaitu sumur Badar,
kemudian Rasulullah ﷺ bersabda : “Dan kutukan mengikut penghuni sumur.”[1]
Urwah bin
az-Zubair pernah bertanya kepada Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash :
Ceritakan padaku hal terburuk yang pernah dilakukan orang-orang musyrik
terhadap Rasulullah ﷺ .
Abdullah berkata : Ketika Rasulullah ﷺ sedang shalat di pelataran Ka’bah, tiba-tiba datanglah Uqbah bin Abi Mu’ith. Ia memegang pundak Rasulullah ﷺ
dan melingkarkan kainnya di lehernya dan mencekiknya dengan kuat.
Datanglah Abu Bakr memegang pundak Uqbah dan mendorongnya dari
Rasulullah ﷺ sambil berkata,
أتَقْتُلُونَ رَجُلاً أن يَقولَ رَبّيَ الله وقدْ جَاءَكمْ بالبَيّنَاتِ مِن رَبِّكُمْ
“Apakah
kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan : Rabbku
adalah Allah? Padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa
keterangan-keterangan dari Rabbmu.” (QS. Ghafir ayat 28).[2]
Cacian dan ejekan terhadap Rasullah ﷺ
dan dakwahnya juga menjadi salah satu cara yang ditempuh orang-orang
musyrik dalam perang kata-kata untuk memalingkan manusia dari dakwah Islam.
Abu Jahl pernah berkata dengan mengejek : “Ya Allah, jika ini adalah
kebenaran dari sisiMu, maka turunkanlah kepada kami hujan batu dari
langit atau datangkan kepada kami azab yang pedih!” Maka turunlah ayat,
وَمَا
كانَ الله ليُعَذِبَهُم وَأنْتَ فِيْهِمْ وَمَا كانَ اللهُ مُعَذّبَهُم
وَهُمْ يَسْتغْفِرُونَ، وَمَا لَهُم ألا يُعَذِبَهمُ الله وَهُم يَصُدّونَ
عَن المَسْجدِ الحَرَامِ
“Dan
Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedang kamu berada diantara
mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka
meminta ampun. Kenapa Allah tidak mengazab mereka padahal mereka
menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidil Haram…” (QS. Al-Anfal ayat 33-34).[3]
Siksaan dan penindasan terhadap Rasulullah ﷺ
sampai pada usaha mereka untuk membunuhnya di akhir fase dakwah
makkiyah yang merupakan sebab utama terjadinya hijrah ke Madinah.
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma : Sekelompok
Quraisy berkumpul di al-Hijr (Hijr Isma’il di Ka’bah), dan mereka
bersumpah atas nama al-Lat, al-‘Uzza dan Manat yang ketiga yang “Jika
kita melihat Muhammad, kita akan menyerangnya dengan sekali serang, dan
kita tidak akan melepaskannya sampai membunuhnya!”
Fathimah
datang dengan menangis dan masuk kepada ayahnya. Ia berkata : “Mereka
itu dari kaummu di al-Hijr telah bersumpah jika mereka melihatmu, mereka
akan menyerang dan membunuhmu. Tidak ada seorang pun dari mereka
melainkan dia sudah mengetahui bagiannya dari darahmu.”
Beliau berkata : “Wahai putriku, dekatkan untuk ayah air wudhu itu!”
Beliau
berwudhu kemudian mendatangi mereka di Masjid (al-Haram). Ketika
melihatnya, mereka berkata : “Itu dia!”, dan mereka menundukkan
pandangan mereka. Mereka diam di tempat-tempat duduk mereka dan sama
sekali tidak mengangkat pandangan mereka. Tidak seorang pun dari mereka
yang berdiri.
Rasulullah ﷺ datang sampai beliau berdiri diatas kepala-kepala
mereka. Beliau mengambil segenggam tanah dan menaburkannya sambil
berkata : “Wajah-wajah yang buruk!”
Berkata
Ibnu Abbas : Tidaklah debu menimpa salah seorang dari mereka melainkan
orang itu terbunuh di hari perang Badar dalam keadaan kafir.[4] Peristiwa seperti ini -yaitu beliau menaburkan pasir ke wajah-wajah orang-orang kafir- kembali berulang di malam hijrah.
Jika saja demikian kelancangan Quraisy terhadap Rasulullah ﷺ
yang sangat dihormati dan memiliki kedudukan di kaumnya, maka bagaimana
lagi dengan keadaan para Shahabat yang mulia? Terutama orang-orang
lemah diantara mereka.
Kami akan sebutkan –insyaallah- sebagian
dari kisah mereka sebagai “hiburan” bagi para da’i yang mengajak kepada
Allah di zaman yang penuh dengan ujian kemewahan hidup, yang barangkali
saja mampu sedikit mengokohkan kaki-kaki mereka diatas jalan ini, dan
memberikan mereka sedikit kekuatan. Wallahul musta’an.
—————————
Footnotes :
[1] HR. Al-Bukhary dan Muslim
[2] HR. Al-Bukhary
[3] HR. Al-Bukhary dan Muslim
[4] HR. Ahmad dengan dua sanad yang shahih sebagaimana disebutkan Ahmad Syakir
[2] HR. Al-Bukhary
[3] HR. Al-Bukhary dan Muslim
[4] HR. Ahmad dengan dua sanad yang shahih sebagaimana disebutkan Ahmad Syakir
0 tanggapan:
Posting Komentar