Sponsors

15 Oktober 2015

Puasa di Bulan Muharram dan Hari Asyura'

Bulan Muharram adalah salah satu dari bulan-bulan Haram yang Allah maksudkan dalam firmanNya,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُوا فِيْهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan Haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At-Taubah : 36).

Dan Nabi bersabda,

السنة اثنا عشر شهراً منها أربعة حرم ، ثلاث متواليات : ذو القعدة ، وذو الحجة ، والمحرم ، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان

"Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, diantaranya empat bulan Haram; tiga berurutan (yaitu) Dzulqi'dah, Dzulhijjah dan Muharram, serta Rajab Mudhar yang diantara bulan Jumada dan Sya'ban." (HR. Al-Bukhary dan Muslim).

Bulan-bulan Haram adalah bulan-bulan yang dihormati dan diagungkan dalam Syari'at dan diharamkan berperang di bulan-bulan tersebut kecuali untuk menolak serangan.

Berkait dengan bulan Muharram, disyari'atkan memperbanyak puasa di bulan tersebut, dengan dalil sabda Nabi ,
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم

"Seutama-utama puasa setelah Ramadhan adalah bulan Allah, al-Muharram." (HR. Muslim).

Dan di bulan Muharram terdapat hari Asyura', yaitu hari kesepuluhnya, yang disunnahkan dan sangat ditekankan untuk berpuasa padanya.

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma ia berkata, "Saya tidak melihat Nabi sangat peduli dengan puasa pada hari tertentu yang ia utamakan dari yang selainnya kecuali di hari ini, yaitu hari Asyura', dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan." (HR. Al-Bukhary dan Muslim).

Berpuasa pada hari Asyura' memiliki keutamaan yang sangat besar. Nabi bersabda,

صيام يوم عاشوراء أحتسب على الله أن يُكفّر السنة التي قبله

"Puasa pada hari Asyura', aku mengharapkan pada Allah agar Dia berkenan menghapuskan dosa setahun yang sebelumnya." (HR. Muslim).

Dan hukum puasanya adalah sunnah mu'akkadah dan tidak diwajibkan. Nabi bersabda ,

إن عاشوراء يوم من أيام الله ، فمن شاء صامه ومن شاء تركه

"Sesungguhnya Asyura' adalah satu hari dari hari-hari Allah. Siapa yang ingin maka hendaknya dia berpuasa padanya, dan siapa yang ingin dia boleh meninggalkannya." (HR. Muslim).

Dan disebutkan dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Asyura' adalah satu hari yang orang-orang Quraisy berpuasa padanya di masa Jahiliyyah. Dahulu Nabi berpuasa padanya. Ketika beliau datang ke Madinah, beliau berpuasa Asyura' dan menyuruh (kaum muslimin) berpuasa. Ketika turun (kewajiban) puasa Ramadhan, maka siapa yang ingin ia berpuasa Asyura', dan siapa yang ingin ia boleh tidak melaksanakannya." (HR. Al-Bukhary).

Dan bersama dengan puasa Asyura' tersebut, disunnahkan pula berpuasa sehari sebelumnya, di hari kesembilan, dengan dalil hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata,

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللّهِ: إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَىٰ. فَقَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى الله عليه وسلم : فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، إِنْ شَاءَ اللّهُ، صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ . قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّىٰ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللّه صلى الله عليه وسلم

Ketika Rasulullah berpuasa pada hari Asyura' dan menyuruh berpuasa (padanya), mereka berkata, "Wahai Rasulullah, hari itu adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani." Maka Rasulullah bersabda, "Jika datang tahun depan, kita akan berpuasa pada hari kesembilan." Berkata Ibnu Abbas : Dan belum tiba tahun berikutnya hingga Rasulullah wafat. (HR. Muslim).

Hukum puasa pada hari kesembilan itu juga sunnah. Jika seseorang luput darinya puasa hari kesembilan, dan ia hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja, hal itu tidak mengapa dan bukan perkara yang makruh (dibenci) dalam agama Allah.



Sebagian ulama menyebutkan sunnahnya untuk berpuasa pada sehari sebelum dan sehari sesudah hari Asyura' (yaitu tanggal 9 dan 11 Muharram), dengan berdalilkan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas secara marfu',

صوموا يوم عاشوراء وخالفوا اليهود، وصوموا قبله يوماً و بعده يوماً

"Berpuasalah pada hari Asyura' dan selisihilah orang-orang Yahudi. Berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya." (HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah).

Hadits ini diperselisihkan keshahihannya oleh para ulama. Syaikh Ahmad Syakir menilainya sebagai hadits hasan. Tapi para pen-tahqiq Musnad Imam Ahmad menganggapnya lemah (dha'if).

Imam Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkannya dengan redaksi yang sama, dan Syaikh Al-Albani berkata, "Sanadnya lemah, karena buruknya hafalan Ibnu Abi Laila. Atha' dan yang lainnya menyelisinya dan meriwayatkannya dari Ibnu Abbas dengan jalan periwayatan yang mauquf, dan sanadnya shahih dalam riwayat ath-Thahawi dan al-Baihaqi."

Sangat baik jika kita mencukupkan amalan dengan apa yang telah disepakati keshahihannya, namun jika ada yang ingin mengamalkan puasa pada hari kesembilan dan kesebelas bersama dengan puasa hari Asyura', maka -wallahu a'lam- hadits lemah yang seperti ini termasuk hadits-hadits yang diberikan toleransi oleh para ulama untuk mengamalkannya, karena kelemahannya relatif ringan dan masuk dalam keutamaan amal (fadha-il al a'mal).

Tidak mengapa orang yang berpuasa pada hari kesebelas meniatkannya sebagai puasa mutlak pada bulan Muharram karena Rasulullah
telah menganjurkan berpuasa pada bulan Muharram, atau mengamalkannya untuk kehati-hatian sebagaimana yang disebutkan sebagian ulama. Terlebih di zaman sekarang banyak dari kita yang tidak mengetahui hasil ru'yah hilal Muharram kecuali melalui hitungan kalender. Imam Ahmad rahimahullahu berkata, "Siapa yang ingin berpuasa Asyura' maka berpuasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh. Kecuali jika bulan itu bermasalah (buatnya), maka dia berpuasa tiga hari. Ibnu Sirin menyebutkan hal tersebut." (Al-Mughni, IV/441).

Wallahu a'lam.

0 tanggapan:

Posting Komentar