Sebagaimana
yang telah diketahui bahwa permulaan terjadinya syirik di muka bumi ini disebabkan oleh
sikap ghuluww (berlebihan) terhadap orang-orang shalih dengan menvisualisasikan
mereka dalam bentuk patung dan gambar sebagaimana yang terjadi pada kaum Nuh 'alaihissalam.
Karena besarnya bahaya patung dan gambar serta besarnya dosa orang yang membuatnya, maka dalil-dalil shahih sangat keras mengecam orang-orang yang
membuat gambar atau patung makhluk bernyawa yang menunjukkan haramnya
perkara tersebut dengan segala bentuknya.[1]
Diantara dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ ,
إن أشد الناس عذابًا يوم القيامة المصورون
“Sesungguhnya orang yang paling keras siksanya pada Hari Kiamat adalah orang-orang membuat gambar/patung.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa seorang laki-laki mendatanginya dan berkata, “Aku
orang yang suka menggambar gambar-gambar ini, berilah fatwa tentang
ini.” Ibnu Abbas berkata padanya, “Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
كل مصور فى النار يجعل بكل صورة صورها نفسًا فتعذبه فى جهنم
‘Setiap
orang yang menggambar berada di Neraka. Dijadikan untuknya nyawa pada
setiap gambar yang digambarnya, yang akan menyiksanya di Jahannam.’
Jika engkau mesti melakukannya, gambarlah pepohonan dan apa yang tidak memiliki nyawa.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Diriwayatkan
dari Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata kepada Abu al-Hayyaj
al-Asadi, “Tidakkah aku mengutusmu dengan apa yang dahulu aku diutus
oleh Rasulullah ﷺ ? Jangan engkau
biarkan sebuah gambar/patung melainkan engkau hancurkan, dan (jangan
biarkan) sebuah kubur yang tinggi melainkan engkau ratakan.” (HR.
Muslim).
Karenanya,
selayaknya seorang muslim tidak meremehkan persoalan gambar dengan
segala jenisnya, baik itu yang berbentuk tubuh seperti patung atau yang semacamnya yang memiliki bayangan atau apa yang ada pada dinding,
pahatan kayu dan lain-lain. Dan lebih besar lagi dosa berkait patung atau gambar tersebut jika dia adalah patung atau gambar seorang tokoh agama yang dihormati dan diagungkan yang memiliki kedudukan di hati-hati manusia.[2]
(Disadur dari Tahdzîb Tashîl al Aqîdah al Islâmiyyah)
——————
Footnotes :
[1]
Ulama di masa sekarang berbeda pendapat tentang hukum fotografi, yaitu
pengambilan gambar dengan menggunakan kamera. Sebagian tetap
mengharamkan kecuali apa yang dalam status darurat karena sangat
dibutuhkan, sementara sebagian lainnya memandang bahwa fotografi tidak
termasuk dalam jenis gambar yang diharamkan.
Demikian
pula sebagian ulama berpendapat bahwa gambar film video tidaklah masuk
kategori gambar yang diharamkan. Sementara sebagian lainnya tetap dengan
memandang keharamannya dengan keumuman dalil pelarangan, dan sebagian
mengecualikan apa yang padanya ada maslahat syar’i.
[2] Imam Ibnul Arabi al-Maliki menukil ijma’ (kesepakatan ulama) tentang haramnya gambar replika. (‘Âridhah al-Ahwadzi, VII/253, Kitab al-Libâs).
Sebagian ulama mengecualikan darinya permainan anak-anak jika gambarnya berbentuk umum, tidak digambarkan secara mendetail.
Yang menjadi patokan dalam pengharaman gambar/patung adalah kepala/wajah, dengan dalil hadits,
الصورة الرأس
“Gambar (yang diharamkan) adalah kepala (wajah).” (Diriwayatkan oleh al-Isma’iliy dalam Mu’jamnya, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah)
0 tanggapan:
Posting Komentar