Iman
menurut Aqidah para Salaf, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pembenaran dengan hati, ucapan
dengan lisan dan perbuatan dengan anggota tubuh, yang bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan maksiat.
Iman adalah ucapan dan perbuatan. Yaitu ucapan hati dan lisan, serta perbuatan hati, lisan dan anggota tubuh.
Ucapan hati adalah pembenaran, pengakuan dan keyakinannya.
Ucapan lisan adalah pengakuan dalam bentuk amalan, yaitu dengan mengucapkan syahadatain dan mengamalkan segala konsekuensinya.
Perbuatan hati adalah niat, kepasrahan, keikhlasan, ketundukan, cinta dan kehendaknya untuk beramal shalih.
Sementara perbuatan lisan dan anggota tubuh adalah dengan mengerjakan segala perintah dan meninggalkan larangan-larangan.
Tidak ada
iman tanpa amalan. Tidak ada ucapan dan perbuatan tanpa niat. Dan tidak
ada ucapan, perbuatan dan niat tanpa kesesuaian dengan Sunnah.
Allah
telah menyebutkan sifat orang mukmin yang hak adalah untuk orang-orang
yang beriman dan mengamalkan konsekuensi dari iman mereka terhadap
prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya, yang lahir maupun yang
batin. Konsekuensi dari iman itu akan nampak pada keyakinan-keyakinan
mereka, ucapan-ucapan mereka dan perbuatan-perbuatan mereka yang lahir
maupun yang batin.Allah Ta’ala berfirman,
إنَّمَا
المؤْمِنُونَ الذِيْنَ إذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قلوبُهُم وَإذا
تُلِيَتْ عَلَيْهِم آيَاتُهُ زَادَتْهُم إيْمَانًا وعَلىَ رَبِّهِم
يَتَوَكَّلونَ، الذِيْنَ يُقِيمونَ الصَلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهم
يُنْفِقُونَ، أولَئِكَ هُمُ المُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُم دَرَجَاتٌ عِنْدَ
رَبِّهِم وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabb-nya
mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb-nya dan ampunan serta rezki
yang mulia.” (QS. Al-Anfal ayat 2-4).
Allah telah menggandengkan antara iman dengan amalan dalam banyak ayat al-Quran. Diantaranya adalah firmanNya,
إنَّ الَّذِيْنَ آمنُوا وَعَمِلُوا الصَالِحَاتِ كانَتْ لَهُم جَنَّاتُ الفِرْدَوسَ نُزُلاً
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan bermamal shalih, bagi mereka Surga Firdaus yang menjadi tempat tinggal.” (QS. Al-Kahf ayat 107).
Dan firmanNya,
وَتِلْكَ الجَنَّةُ أوْرِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُم تَعْمَلُونَ
“Dan itulah Surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf ayat 72).
Dan Nabi ﷺ bersabda,
الإيمان بضعٌ وسبعون شعبةً فأفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبةٌ من الإيمان
“Iman
itu tujuh puluh sekian cabang. Yang paling utamanya adalah ucapan La
ilaha illa_Llahu. Yang paling rendahnya menyingkirkan duri dari jalan.
Dan sifat malu adalah cabang dari keimanan.” (HR. Al-Bukhary).
Telah
disebutkan dalam dalil-dalil yang banyak bahwa iman itu memiliki derajat
dan cabang, yang bisa bertambah dan berkurang, dan bahwa pemiliknya
bertingkat-tingkat. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,
إنَّمَا
المؤْمِنُونَ الذِيْنَ إذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قلوبُهُم وَإذا
تُلِيَتْ عَلَيْهِم آيَاتُهُ زَادَتْهُم إيْمَانًا وعَلىَ رَبِّهِم
يَتَوَكَّلونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabb-nya
mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal ayat 2).
Dan sabda Nabi ﷺ,
من رأى منكم منكرًا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“Siapa
diantara kamu yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya.
Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, ubahlah
dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Demikianlah apa yang dipelajari dan dipahami oleh para Shahabat dari Rasulullah ﷺ, bahwa iman itu adalah keyakinan, ucapan dan perbuatan, yang bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat.
Berkata Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Kesabaran dalam keimanan ibarat kepala bagi tubuh. Siapa yang tidak memiliki kesabaran, tidak iman baginya.”
Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Ya Allah, tambahkan untuk kami keimanan, keyakinan dan fiqh.”
Berkata Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah dan Abu ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhum, “Iman itu bertambah dan berkurang.”
Berkata Waki’ bin al-Jarrah rahimahullahu, “Ahlussunnah mengatakan : Iman adalah ucapan dan perbuatan.”
Dan berkata Imam Ahlussunnah wal Jama’ah, Ahmad bin Hanbal rahimahullahu, “Iman itu bertambah dan berkurang. Bertambahnya itu dengan amalan, dan berkurangnya dengan meninggalkan amal.”[1]
Berkata al-Hasan al-Bashri rahimahullahu, “Bukanlah iman itu hiasan dan angan-angan semata, akan tetapi apa yang bersemayam dalam hati dan dibenarkan oleh amalan.”[2]
Ahlussunnah
juga mengatakan : Siapa yang mengeluarkan amalan dari keimanan maka dia
adalah seorang Murji’ah, ahli bid’ah yang sesat.
Dan siapa
yang menetapkan syahadatain dengan lisannya serta meyakini keesaan Allah
dengan hatinya, akan tetapi dia memiliki kelalaian dalam mengamalkan
sebagian dari rukun-rukun Islam dengan anggota tubuhnya, maka imannya
tidak sempurna. Siapa yang tidak pernah menetapkan syahadatain, tidak
akan pernah ada padanya nama iman dan islam.
——————————
[1] Seluruh atsar yang disebutkan diriwayatkan dengan jalan-jalan periwayatan yang shahih oleh Imam al-Lâlikâ’i rahimahullahu dalam bukunya Syarh Ushûl I’tiqâd Ahl as Sunnah wa al Jamâ’ah.
[2] Kitâb al Îmân, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu.
0 tanggapan:
Posting Komentar