Jika matahari telah dipastikan terbenam, disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk segera berbuka dan membatalkan puasanya.
Dalam hadits Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
إذا رأيتم الليل قد أقبل من هاهنا فقد أفطر الصائم
“Jika kalian melihat malam telah datang dari arah ini, maka (tiba saatnya) orang berpuasa berbuka.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
لا يزال الناس بخير ما عجلوا الفطر
“Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
Kebaikan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah ittibâ’ (mengikuti) sunnah Nabi ﷺ yang merupakan sebab kebaikan dunia dan akhirat.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ beliau bersabda,
لا يزال الدين ظاهرًا ما عجل الناس الفطر، لأن اليهود والنصارى يؤخرون الإفطار إلى اشتباك النجوم
“Agama
ini akan senantiasa tegak jika manusia menyegerakan berbuka. Karena
orang-orang Yahudi dan Nasrani menunda waktu berbuka hingga bermunculan
bintang-bintang.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dishahihkan al-Albani).
Disunnahkan saat berbuka untuk berbuka dengan kurma.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفطر على رطبات قبل أن يصلي، فإن لم تكن رطبات فعلى تمرات، فإن لم تكن حسا حسوات من الماء
“Rasulullah ﷺ berbuka dengan beberapa ruthab sebelum shalat, jika tidak ada ruthab, beliau berbuka dengan beberapa tamr, jika tidak ada, beliau berbuka dengan air.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, hadits hasan).
Ruthab, yaitu kurma yang masih basah, tamr adalah kurma yang telah mengering.
Dan Rasulullah ﷺ jika telah berbuka beliau akan membaca,
ذهب الظمأ و ابتلت العروق و ثبت الأجر إن شاء الله
Dzahaba_dzh-dzhoma-u wa_btallati_l-‘urûq wa tsabata_l-ajru in syâ-a_Llâhu
“Telah hilang dahaga, telah basah tenggorokan, dan telah tetap pahala insyaallah.” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i dalam al-Kubrâ dan Ibnu as-Sunni, dishahihkan oleh al-Albani).
Para ulama
bersepakat bahwa puasa berakhir dan sempurna dengan tenggelamnya
matahari dan sunnah bagi orang yang berpuasa untuk segera berbuka jika
telah dipastikan tenggelamnya matahari dengan penglihatan langsung atau
berita yang disampaikan seorang yang tsiqah (terpercaya).
Mereka juga bersepakat bahwa orang yang berpuasa boleh berbuka dengan ghalabah adzh-dzhann (persangkaan yang dominan). Karena dzhann tersebut menggantikan kedudukan al-yaqîn (keyakinan yang mutlak).
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu,
“Dengan adanya mendung yang menutupi, tidak mungkin terwujud sebuah
keyakinan kecuali jika telah berlalu waktu yang panjang dari malam
hingga luputlah keutamaan menyegerakan berbuka. Karenanya tidak
dianjurkan segera berbuka dengan adanya mendung hingga diyakini
tenggelamnya matahari. Dimakruhkan berbuka dengan landasan keraguan
tentang terbenamnya matahari, dan tidak dimakruhkan sahur dengan adanya
keraguan telah terbitnya fakar kecuali dalam persoalan jima’
(bersetubuh).”
Perkataan beliau berlandaskan sebuah kaedah syar’i bahwa,
الأصل بقاء ما كان على ما كان
“Hukum asalnya adalah tetapnya sesuatu sebagaimana keadaannya”.
Maka dalam
sahur, hukum asalnya tetapnya malam hingga diyakini terbitnya fajar,
sementara dalam berbuka hukum asalnya adalah tetapnya siang hingga
diyakini tenggelamnya matahari.
Wallahu a’lam.
———————
Sumber bacaan :
[1] Taudhîh al Ahkâm min Bulûgh al Marâm
[2] Shahîh Fiqh as Sunnah
[2] Shahîh Fiqh as Sunnah
0 tanggapan:
Posting Komentar