Sponsors

18 Juni 2015

Hukum Puasa bagi Seorang Musafir

Pertanyaan, “Manakah yang lebih utama bagi musafir, berbuka atau puasa? Khususnya safar yang tidak ada keberatan adanya seperti safar dengan pesawat atau alat-alat transportasi modern lainnya.”

Dijawab oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullâhu :

Yang paling utama bagi orang yang berpuasa adalah berbuka dalam safar secara mutlak. Dan siapa yang berpuasa, tidak ada dosa atasnya. Karena telah sah riwayat dari Nabi ﷺ dalam perkara yang ini dan itu. Demikian pula (perbuatan) para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Akan tetapi, jika cuaca sangat panas dan beban semakin berat, berbuka lebih ditekankan dan dibenci berpuasa bagi musafir. Karena Nabi ﷺ saat melihat seorang laki-laki telah dipayungi dalam sebuah safar karena cuaca yang sangat panas sementara dia dalam keadaan berpuasa, beliau ﷺ bersabda,

ليس من البرّ الصوم فى السفر

Bukanlah termasuk kebajikan berpuasa dalam safar.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).

Dan juga dengan apa yang telah sah dari beliau ﷺ dalam sabdanya,

إن الله يحب أن تُؤتى رخصه كما يكره أن تؤتى معصيته

Sesungguhnya Allah suka jika dikerjakan keringanan-keringanan (yang diberikan)-Nya, sebagaimana Dia benci dikerjakan maksiat (terhadap)-Nya.”

Dalam redaksi lain,

كما يحب أن تؤتى عزائمه

Sebagaimana Dia suka dikerjakan perintah-perintah-Nya.” (HR. Ahmad dan ath-Thabrani, dishahihkan oleh al-Albani).

Tidak ada perbedaan dalam masalah ini antara orang yang mengadakan perjalanan dengan menggunakan mobil, onta, dan kapal laut atau orang yang mengadakan perjalanan dengan menggunakan pesawat. Karena istilah “safar” telah mencakupi mereka semuanya, dan mereka  boleh mengambil keringanan-keringanannya.

Allah subhânahu telah menetapkan bagi para hamba hukum-hukum safar dan mukim di masa Nabi ﷺ dan (berlaku) bagi orang yang datang sesudahnya sampai hari Kiamat. Dia subhânahu mengetahui apa yang bakal terjadi dari perubahan keadaan dan berbagai macam bentuk sarana transportasi. Kalau seandainya hukum tersebut berbeda, niscaya Dia akan menyebutkan tentang hal itu sebagaimana Dia ‘azza wa jalla berfirman dalam surat an-Nahl,

وَنَزَّلنَا عَلَيكَ الكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْئٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرىَ لِلمُسلِمِينَ

Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. 16 : 89).

Dan Dia subhânahu juga berfirman dalam surat an-Nahl,

وَالخَيلَ وَالبِغَالَ وَالحَمِيْرَ لِتَركَبُوهَا وَزِيْنَةً وَيَخْلُقُ مَالا تَعْلَمُونَ

“Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bighal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.” (QS. 16 : 8)

—————

Sumber : As-ilah Muhimmah Tata’allaq bi ash Shiyâm, hal. 12-14

0 tanggapan:

Posting Komentar