Sponsors

19 Februari 2016

Bolehkah Mengulangi Pandangan Pertama?

Sebagian kalangan membolehkan seorang laki-laki memandang kembali kecantikan wanita yang menarik hatinya pada pandangan pertama, dengan dalih bahwa hal itu akan menjadi obat yang meringankan rasa suka dan penasaran yang ada dalam hatinya.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu memiliki jawaban yang bagus untuk masalah tersebut. Beliau menyebutkan sepuluh perkara sebagai bantahan atas pendapat itu.

Pertama,

Allah Ta’ala menyuruh untuk menjaga pandangan, dan Dia tidak pernah menjadikan kesembuhan penyakit yang ada dalam hati dengan sesuatu yang Dia telah haramkan.

Kedua,

Nabi ﷺ pernah ditanya tentang pandangan yang terjadi secara kebetulan, dan beliau mengetahui bahwa pandangan pertama itu memiliki pengaruh di hati, namun beliau menyuruh mengobatinya dengan memalingkan pandangan bukan justru mengulanginya.

Ketiga,

Beliau ﷺ secara jelas menyebutkan bahwa pandangan pertama adalah untuk orang yang memandang, dan pandangan kedua bukanlah bagiannya. Sangat mustahil jika penyakitnya ada pada (pandangan) yang menjadi bagiannya, sementara obatnya berada dalam perkara yang bukan bagiannya.

Keempat,

Yang sangat nampak adalah bertambah kuatnya urusan itu dengan pandangan kedua, bukan justru semakin berkurang. Dan fakta membuktikan akan hal tersebut.

Kelima,

Barangkali saja dia akan melihat lebih dari apa yang ada dalam bayangan dirinya, sehingga bertambahlah rasa sakitnya.

Keenam,

Iblis akan menungganginya pada pandangan keduanya itu, dia akan menjadikan indah apa yang sebenarnya tidak indah hingga sempurnalah bencana itu.

Ketujuh,

Orang itu tidak akan ditolong dari kesulitannya jika dia berpaling dari perintah syariat dan justru mengobatinya dengan pekara yang diharamkan atasnya. Bahkan sangat layak jika pertolongan itu dipalingkan darinya.

Kedelapan,

Pandangan pertama adalah panah beracun dari panah-panah Iblis, dan sudah dimaklumi bahwa pandangan kedua lebih keras racunnya. Maka bagaimana racun akan diobati dengan racun?!

Kesembilan,

Orang yang berada dalam situasi ini (yaitu menjaga pandangan dari yang diharamkan), dia sedang berinteraksi dengan Allah ‘Azza wa Jalla untuk meninggalkan sesuatu yang dia sukai untuk mencari keridhaan Allah. Ketika dia memandang yang kedua kalinya, dia ingin memastikan kembali keadaan wanita yang dilihatnya pada pandangan pertama. Jika ternyata wanita itu tidak sebagaimana yang dia inginkan, dia akan meninggalkan pandangan tersebut. Kalau demikian keadaannya, maka pandangan yang dia tinggalkan itu semata-mata karena tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan, bukan karena Allah Ta’ala. Maka dimanakah interaksinya terhadap Allah Ta’ala dengan meninggalkan sesuatu yang disukai dirinya karena mengharapkan ridhaNya?

Kesepuluh,

Penjelasannya akan lebih terang dengan permisalan berikut ini; Jika engkau menunggang kuda baru dan dia berjalan menuju jalan sempit yang tidak bisa dimasuki dan tidak mungkin baginya berputar untuk keluar, jika kuda itu ingin memaksa masuk maka engkau harus mencegahnya. Jika dia telah masuk selangkah atau dua langkah, bersegeralah untuk menariknya mundur sebelum dia benar-benar memasukinya. Jika engkau bisa menariknya mundur, urusannya akan mudah. Jika engkau berlambat-lambat hingga dia masuk dan engkau menggiringnya lebih dalam, kemudian engkau berusaha menariknya dengan ekornya maka urusan itu akan menjadi parah dan sulit baginya keluar. Apakah orang yang berakal akan mengatakan bahwa jalan untuk membebaskannya adalah dengan menggiringnya masuk?! Demikian pula dengan pandangan jika telah memberikan pengaruh pada hati. Jika orang itu bersegera memutuskan penyakit itu semenjak awal, akan mudahlah mengobatinya. Jika dia mengulangi pandangan dan lebih dalam lagi memandangi keindahan obyeknya serta memindahkannya ke dalam hati yang kosong dan mengukir di dalamnya, maka bersemayamlah rasa cinta itu.[1]

Dan benarlah Allah Ta’ala dalam firmanNya,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِم وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَلِكَ أزْكىَ لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur ayat 30).

Rasulullah ﷺ bersabda dalam wasiatnya kepada Ali radhiyallahu ‘anhu,

يَا عَلِيُّ لا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ

Wahai Ali, janganlah engkau mengikutkan satu pandangan dengan pandangan (berikutnya), karena pandangan pertama untukmu dan yang kedua bukan untukmu.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Dalam kitab Ash-Shahih, beliau ﷺ bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ : فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الِاسْتِمَاعُ ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا ، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى ، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Telah ditetapkan untuk seeorang anak Adam bagiannya dari zina. Dia pasti akan mendapatkannya. Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, kedua lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah melangkah. Hati berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkannya atau mendustakannya.” (HR. Muslim, dan diriwayatkan Al-Bukhary dengan redaksi yang mendekati maknanya).

Nabi ﷺ memulai dengan menyebutkan zina mata, karena dari matalah bermula hingga terjadilah zina hati, tangan, kaki dan kemaluan.

Dan dalam sebuah hadits diriwayatkan,

إِنَّ النَّظْرَةَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيسَ مَسْمُومٌ

Pandangan adalah panah beracun dari panah-panah Iblis.” (Diriwayatkan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dengan sanad yang dha’if).

Wallahu a’lam.

————————

Footnotes :

[1] Disadur dari kitab Raudhah Al-Muhibbîn wa Nuzhah Al-Musytâqqîn, hal. 94-95

0 tanggapan:

Posting Komentar